The Problematic Son and The Furious Father

6 0 0
                                    


Kamar apartemen yang ditinggalinya terasa semakin sempit pada hari itu, lebih tepatnya pada saat itu. Wajahnya bertumpu pada jari-jarinya yang berkerut. Semua orang sudah tertidur. Istrinya, anak laki-laki keduanya, anak perempuan bungsunya. Sampai beberapa menit yang lalu dia masih menonton televisi, tetapi saat ini dia enggan melihat layar. Dia butuh seluruh ruang yang bisa ia dapatkan untuk berpikir.


Sesekali matanya mengarah kepada gagang telepon, kemudian pergi ke arah lain. Baru saja polisi menelepon, mengabarkan anak sulungnya, putra terbesar yang ia miliki, ditangkap oleh kepolisian dan sedang berada dalam pemeriksaan.


Dia membenci anak itu, putra sulungnya sendiri. Bahkan tidak lama sebelumnya, dia mengatakan hal itu dengan lantang sampai seisi kamar bergetar. Istrinya menamparnya untuk hal-hal yang ia katakan. Setelah itu dia tidak mengatakan apa-apa lagi, tetapi bukan berarti dia menyesali perkataannya. Pada malam sebelumnya, dengan sangat jelas ia telah memutuskan hubungan dengan anak laki-laki sulungnya.


Sekarang, anak yang sama di tahan di kepolisian. Suaranya merengek, menangis minta pertolongan. Tidak sedikitpun simpati dalam dirinya terpanggil. Kalau anak itu ditahan, maka anak itu akan ditahan. Tidak ada sangkut pautnya sama sekali padaku, begitu pikirnya. Mungkin ini kesempatan yang baik untuk memberinya pelajaran, bahwasannya ada hal-hal yang tidak dapat diputar balik di dunia ini, dan suatu saat kita akan dihadapkan kepada konsekuensi dari tindakan-tindakan yang telah kita pilih. Umurnya sembilan belas tahun. Sudah saatnya dia menjadi dewasa. Setidaknya, ini pelajaran terakhir yang dapat ku berikan sebelum sepenuhnya memutuskan hubungan dengannya, begitu pikir si ayah.


Tetapi, bagaimana setelahnya? Anaknya melakukan tindak kriminal. Jelas, ini merupakan hal yang besar. Dia belum tahu secara pasti apa yang dilakukan putra sulungnya, tetapi dari percakapan di telepon, sepertinya sesuatu yang gawat. Apa yang akan orang lain pikirkan? Berita ini pasti menyebar. Dia tidak bisa membungkam semua orang. Apa yang akan dipikirkan oleh teman-temannya? Rekan kerjanya? Tetangganya? Keluarganya? Ayah dan Ibunya? Mertuanya? Bagaimana dia akan menjelaskan hal ini kepada kedua anaknya yang lain? Apa yang akan mereka pikirkan? Semua hal ini membuat kepalanya terasa tertindih sebuah batu yang sangat besar. Dia tidak punya banyak waktu untuk berpikir. Lebih baik ambil keputusan terlebih dahulu, lalu pikirkan lagi nanti. Dia bangkit dari sofa, memastikan seluruh keluarganya sudah tertidur, mengambil mantel, mengunci pintu, kemudian pergi berjalan ke kantor polisi.

The Apocalypse - A Compilation of Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang