17. tujuh belas

28.9K 2K 195
                                    

"Bella pengen dede bayi kaya ana" ungkap bella

"Bella pengen punya dede bayi?" Tanya nyonya wina memastikan

"Iya oma" lirih bella sedih

"Kenapa?" Nyonya wina kembali bertanya

"Kalau ada dede bayi nanti bella punya teman oma kaya ana" ujar bella

"Bukan nya bella punya teman ya? Ana kan temen bella"

"Temen di rumah oma" jelas bella dengan nada rengekkan penuh kemanjaan

"Di rumah? Di rumah kan ada oma, aunty sintia sama bunda syifa, kan?"

"Beda oma, bella pengen punya teman yang bisa di ajak main nantinya"

"Oma juga bisa bermain kok, sama bella" ucap nyonya wina tak mau kalah

"Gak mau pokoknya bella pengen dede bayi" rengek bella

Tak mampu jika tidak ada yang memberikan, itu yang di pikirkan nyonya wina saat ini

Bagaimana ia mampu memberikan ke inginan cucu nya jika tak ada yang bisa memberikannya, sedangkan anak sulungnya itu tidak pernah peka akan keinginan putrinya

"Bella yakin pengen dede bayi?" Kembali bertanya memastikan

"Iya oma, bella pengen dede bayi..." masih dengan rengekan bella

"Minta gih sama ayah" suruh nyonya wina, diam itu gerakan pertama yang bella lakukan

Rengekan bella terhenti mentap lengkat mata omanya "Minta sama ayah?"

Nyonya wina menaikan satu alisnya lalu mengangguk mengiyahkan

Tatapan bella beralih menerawang jauh mengingat bahwa ana juga pernah bilang yang bikin dede bayi itu ayah sama bunda nya

"Bunda juga oma?" Ucap bella tiba tiba "apa?" Nyonya wina tak mengerti maksud ucapan tiba tiba bella

"Minta sama bunda juga, kan kata ana yah, yang bikin dede bayi itu ayah sama bunda, belalti bella juga halus minta sama bunda" ujar bella panjang lebar

Nyonya wina terdiam kiku "mungkin" ucap nyonya wina sambil mengangkat bahu nya

"Em..." dengan gaya so mikirnya bella memukul pelan jari telunjuknya kearah kening dengan pandangan menerawang jauh "baiklah" ucap bella memutuskan. Entah memutuskan apa karena tidak ada seorang pun yang bisa membaca pikiran gadis kecil itu (kecuali authornya) 😊

***

Memasak menjadi rutinitas syifa setiap sore untuk majikannya

Tapi rutinitas ini menjadi terasa berbeda karena keberadaan seseorang yang sedang duduk di meja party dengan secangkir kopi yang menemaninya tak lupa  juga laptop menyala berada di depannya

Dan hal ini membuat syifa canggum untuk bergerak bebas di wilayah kekuasaannya

Ya, menurutnya dapur adalah wilayah kebebasan syifa karena di sini syifa mampu menyalurkan hobi nya tanpa ada yang menghalanginya

Ketidak biasaan atau bahkan ketidak pernahan sathia pulang lebih cepat dan di lanjut dengan bekerja di dapur membuat syifa bimbang harus bertindak seperti apa

[NS1]Bunda PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang