🏵🏵🏵
Saat ini aku sedang berada di kamar rawat Myungsoo. Bibinya tadi datang menjenguk dan kemudian pergi lagi. Teman - teman sekolah tak ada yang tahu Myungsoo masuk rumah sakit. Bibinya hanya menelepon Wali Kelas bahwa Myungsoo sakit demam biasa.
Mata Myungsoo tertutup damai. Tertidur lelap sedari kemarin sejak aku membawanya ke rumah sakit.
Sekarang ada perasaan tak tenang yang mendadak muncul. Apakah Myungsoo akan tetap menyakiti dirinya sendiri jika keinginannya tertolak? Aku benar - benar takut. Tipe ketakutan yang berbeda dari biasanya.
Sekarang aku takut kehilangan Myungsoo.
Aku menutup wajahku. Ada helaan napas berat. Myungsoo... kenapa kau harus begini?
***
Myungsoo sudah mau menatapku sore itu. Setelah pulang sekolah aku langsung ke rumah sakit menjenguk Myungsoo. Katanya dia sudah mau makan. Padahal sudah dua hari aksi mogok makan dia jalankan.
Aku menyuapinya. Dia memakannya dengan lahap. Dia terus tersenyum setiap kali aku menyendokkan makanan itu ke mulutnya.
"Minum." Pintahnya lemah.
Aku meraih gelas di atas meja lalu menyerahkannya pada Myungsoo.
Kulihat pergelangan tangan kirinya diperban. Bagaimana bisa Myungsoo pergi ke sekolah dalam keadaan begini? Demam macam apa yang menyebabkan luka di tangan?Aku yakin Myungsoo akan menutupi luka - luka itu. Meski begitu aku tetap saja mencemaskannya.
Kuraih paper bag mini yang kubawa. Kuserahkan benda itu kepada Myungsoo.
"Apa ini?" Dia menengok ke dalam paper bag. Ada mimik terkejut yang kutangkap dari air mukanya.
Hand band berwarna ungu. Lagi - lagi ada bunga teratainya.
Dia terpaku sesaat.
"Pakai di tanganmu. Biar lukanya tidak kelihatan."
Myungsoo mengangguk antusias. Tanpa aba - aba, ia menghamburkan pelukannya padaku.
"Terima kasih, Bae." Bisiknya.
Aku tersentak.
Myungsoo berterima kasih? Berterima kasih?!
Kata - kata asing itu seperti baru saja ter-upgrade di kamus Myungsoo. Sumpah, Myungsoo tak pernah berterima kasih untuk apa yang telah kulakukan. Dan dia berterima kasih hanya karena sebuah hand band? SEBUAH HAND BAND?!
Aku merinding mendengar suara sexy Myungsoo tepat masuk ke gendang telingaku.
"Bae?" Myungsoo mengibaskan tangannya di depan wajahku. Kurasa tadi aku terlalu lama terpaku.
"Mau jalan - jalan?" Ajakku kemudian, memecah kegaguanku. Jantungku malah dag-dig-dug tak karuan hanya karena sebuah kata TERIMAKASIH.
Myungsoo mengangguk seperti anak kecil.
Aku membantu Myungsoo duduk di atas kursi roda. Myungsoo membawa infusnya sendiri sembari aku mendorong kursi rodanya.
Kami berjalan - jalan di taman.
Kejadian beberapa hari yang lalu seolah tertelan begitu saja. Tak ada yang berani membahasnya. Aku takut psikis Myungsoo makin parah dan dia semakin nekat melakukan hal itu.
Aku mengerti, apalagi bisa dibilang Myungsoo sudah yatim piatu sejak kecil. Dia tak pernah lagi menerima kasih sayang dari orang tua sejak saat itu. Padahal didikan orang tua merupakan salah satu faktor penunjang pembentukan karakter pada anak.