🏵🏵🏵
Bagaimana bisa Myungsoo dan aku bertemu? Kenapa Myungsoo memutuskan mengincarku dan menjadikanku sebagai pacarnya? Padahal kami tidak sekelas.
Semuanya bermula saat pemilihan ketua OSIS. Aku mengajukan diri sebagai ketua OSIS bersama sahabatku yang cukup pintar dalam hal organisasi dan kepengurusan, Oh Sehun, atau biasa kupanggil Sehun. Kami mengajukan diri bersama beberapa calon lainnya. Sekarang adalah zaman emansipasi, siapa saja bisa menjadi ketua OSIS, kata Sehun kala itu dengan idealismenya sebagai feminis. Kenapa bukan dia saja yang jadi ketua OSIS? Pikirku. Dengan penjelasan berbelit belitnya, dimana ia ingin aku sekali saja bersinar, apalagi katanya dia sudah pernah merasakan jabatan itu saat SMP, aku akhirnya menerimanya. Apalagi sogokannya yang hendak memberikanku koleksi Franz Kafka miliknya.
Niat awal untuk menjadi anggota OSIS itu terbersit lantaran Sehun yang memaksaku untuk membuka pergaulan dengan sosial yang lebih luas. Dia terus mengataiku 'kecantikan yang sia - sia' karena lebih memilih mengunci diri dari lingkungan yang menurutku kebanyakan basa - basi; yang sampai sekarang membuatku bingung dengan julukan tak berdasar itu.
Karena ajakan itu tak dapat kutolak; karena kupikir tak buruk juga menyibukkan diri sekali - sekali dan mengganti suasana, ditambah sogokan itu, toh aku juga tidak yakin bakal terpilih, aku akhirnya bertemu dengan Myungsoo. Saat itu kami melakukan kampanye dari kelas ke kelas. Aku menjabarkan maksudku dengan tenang. Mataku lantas melirik ke salah satu bangku paling sudut, di belakang, dekat jendela. Di sana, si pencuri perhatian sejak pertama masuk sekolah, Kim Myungsoo. Si jenius sekolah. Dia duduk bertopang dagu. Fokus ke arahku. Masih dengan rambutnya yang agak panjang hingga nyaris menutupi seluruh matanya.
Saat mata kami bertemu, kulihat sunggingan misterius di bibirnya.
Lantas saat aku selesai berpidato, pria itu mengangkat satu tangannya dan bertanya satu hal tak penting.
'Siapa nama Wakil Ketua di sampingmu?'
Keningku mengerut. Pertanyaan macam apa itu? Bukankah tadi kami sudah memerkenalkan diri? Atau Myungsoo tak begitu memerhatikannya?
Jadi kusebutkan kembali nama Sehun.
'Oh Sehun.' Kataku pendek.
Myungsoo hanya mengangguk. Memertahankan senyum anehnya.
Setelah selesai, aku membungkuk sopan dan keluar.
Sebelum keluar, sudut mataku melirik ke arah bangku Myungsoo. Di sana dia, masih bertopang dagu.
***
Beberapa hari setelah pemilihan itu; yang anehnya aku dan Sehun terpilih sebagai Ketua dan Wakil Ketua OSIS, Myungsoo akhirnya mulai datang ke kelasku.
Aku sangat terkejut. Teman - temanku terus berbisik - bisik tatkala Myungsoo masuk ke dalam kelasku. Menanyakan namaku.
Ketika ia berhasil menemuiku, dia mulai mengajakku berbicara. Saat itu Myungsoo benar - benar orang yang supel, menyenangkan, dan sulit ditebak. Selalu saja ada bahan yang bisa dibicarakan dan ditertawakan.
Setelah pendekatan yang cukup panjang. Dia akhirnya berani menembakku. Dia mengatakan kalimat sederhana itu saat mengantarku pulang dengan motornya. Sore itu, setelah rapat OSIS selesai, dia mengutarakan isi hatinya.
'Bae, aku baru saja beli kalung.' Katanya sore itu.
Aku berdehem. Sepasang tanganku memeluknya, hari itu agak dingin. Tadi siang hujan turun sangat deras. Sore menjelang, masih gerimis. Laju motor Myungsoo semakin kencang. Aku sedikit menggigil. Tubuh Myungsoo terasa hangat bagiku.