Part 1

1.6K 250 14
                                    




🏵🏵🏵


Enam bulan berlalu, aku masih dalam belenggu Myungsoo. Kami belum putus. Setiap kali aku mencoba mengatakan hal itu, si alter ego, L, akan muncul dan melakukan sesuatu yang membuatku was - was.

Aku takut.

Saat ini, aku dan Myungsoo sedang berkencan di bioskop. Kali ini Myungsoo memilih film komedi romantis.

Kami mengambil bangku paling belakang dan sudut. Myungsoo tersenyum padaku, meraih satu tanganku. Kami masuk ke dalam ruang remang - remang itu bak sepasang kekasih paling bahagia di dunia.

Namun aku masih takut.

Ketakutanku terus - menerus berkembang selama beberapa bulan kami berpacaran. Sekarang genap enam bulan. Setiap hari yang kurasakan hanya cemas. Suara Myungsoo. Derap langkah Myungsoo. Sentuhan Myungsoo. Semuanya membuatku takut.

Film sudah dimulai. Kulirik Myungsoo yang sedang asyik menonton. Dia tertawa kala adegan lucu ditampilkan, dia tersenyum kala adegan romantis bermunculan. Tetapi ada yang aneh, setelah tiga puluh menit film tersebut berjalan, Myungsoo tak lagi tertawa. Padahal banyak adegan lucu yang menimbulkan gelak tawa. Bahkan penonton di sekitar tak henti - hentinya terkikik. Myungsoo tidak. Dia tersenyum. Terus tersenyum. Senyum yang semakin lama semakin mengerikan. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Atau L datang lagi?

Jantungku seperti berhenti selama sepersekian detik saat Myungsoo tiba - tiba menoleh padaku. Senyum itu masih di sana.

Satu hal yang mengerikan dari sunggingan itu. Matanya tidak tersenyum sekali.

Aku tercekat. Myungsoo menggapai tanganku. Masih dengan senyum ganjil itu.

"Cium aku."

Aku ingin berteriak. Tertahan. Saat ketakutan berada di ambang teratas emosiku, orang - orang di sekitar malah tertawa, menyaksikan adegan terlucu film itu. Aku kesal. Seolah - olah manusia - manusia di sekitarku tengah menertawakan ketakutanku yang berlebihan. Tidak! Ekspresiku tidak berlebihan! Myungsoo benar - benar menakutkan!

"Mwo?" Aku mencoba mengatur nada suaraku yang terasa bergetar.

Myungsoo tertawa pelan.

"Cium aku."

Nadanya datar. Kenapa aku malah semakin takut?

Aku menjauh. Myungsoo sontak mendongakkan wajahnya. Manik mata selegam arang itu seperti memelototiku tajam. Mengerikan!

"Di-di sini?"

Myungsoo mengangguk. Masih dengan senyum tak sinkron itu.

"Nanti saja, hm?" Kataku, masih berupaya mengatur napas dan menjaga emosi agar tetap tenang. Aku takut kalau aku menolak keras sesuatu yang buruk akan terjadi.

"Wae?"

Diksi macam apa lagi yang harus kupakai?

"Myungsoo..."

Dia menggeleng cepat. Memererat cengkramannya di tanganku. Aku sampai meringis. Kurasa pergelanganku sudah memerah sekarang.

"L." tandasnya.

Aku tertawa kaku. Yah, aku tahu.

"Kalau tak mau, kita tak akan pulang."

Aku meringis. Cengkramannya nyaris membuatku berteriak.

"Bagaimana, Bae?"

Aku akhirnya mengangguk. Kumajukan wajahku perlahan. Kulihat sudut bibir Myungsoo terangkat. Oh sial, dia menikmati setiap penderitaanku.

Wajahku semakin dekat. Bisa kurasakan aroma mint dari deru napasnya. Garis wajahnya benar - benar indah. Hidung mancung, mata bak elang, bibir sexy. Inikah pacarku? Pria tampan si pemilik otak cerdas. Nyaris sempurna. Tetapi kenapa? Kenapa dia harus sakit seperti ini?

Aku terus memberontak dalam hati. Seolah jiwaku meraung - raung dengan ganas.

Myungsoo masih menungguku melabuhkan bibir perawanku padanya. Matanya terbuka. Sepasang pupil itu dengan cermat menyeleksi setiap aksiku. Mungkin dia bisa membaca ketakutanku. Kuharap dia segera menghentikannya. Kuharap Myungsoo kembali.

Sayang, kecupan itu tak terelakkan. Bibirku sukses menyapu miliknya. Satu kecupan singkat. Tanpa perasaan. Ini memang hal baru bagiku. Myungsoo adalah pacar pertamaku. Aku masih belum terbiasa dengan hal seperti ciuman. Sialnya aku malah membangunkan iblis tidur dalam jiwa Myungsoo, yang membuatku harus melepaskan ciuman pertamaku dengan cara tak elite seperti ini.

"Hentikan, dasar bodoh!" Desis Myungsoo tiba - tiba.

Aku terhenyak. Dia langsung menjauhkan wajahku sedetik saat bibirku menyentuh bibir ranumnya.

"Itu yang kau sebut ciuman, hm?" Dia menatapku tajam, remeh. Kurasa Myungsoo belum kembali. Aku menggigit bibir bawahku. Rasanya airmataku sudah menampung di sudut mata. Terasa pedih. Sungguh menyedihkan. Aku tak peduli lagi dengan wajah tampan Myungsoo. Kepribadiannya benar - benar menyebalkan. Aku ingin putus!

Gelak tawa kembali menjadi background pertikaian kami. Meski hanya Myungsoo yang mendumel. Aku diam. Aku tak berani membantah. Di benakku, ribuan, bahkan jutaan kata ingin kuhempaskan seluruhnya. Tapi tidak, aku tak tahu benar kepribadian si L jahat ini. Bisa saja dia akan melakukan sesuatu yang keji padaku setelah kukeluarkan semua kegelisahanku. Aku takut.

"Myungsoo..."

Oh tidak! Airmataku sudah tumpah. Aku benar - benar menangis sekarang. Mulai sesenggukan. Beberapa kali kucoba menepis kristal bening itu. Tetap saja mengalir dengan derasnya. Seperti badai yang datang saat tak diinginkan.

Myungsoo merengkuh wajahku. Mencoba melihat aliran deras yang berjatuhan membasahi pipiku. Dia menatapnya penasaran. Tanpa mencoba menghapus atau menghentikannya. Dia terlihat semakin penasaran. Mungkin, saat ini, diotaknya mulai bermunculan pertanyaan - pertanyaan tak penting. Kenapa ada air yang jatuh dari mata? Kenapa ekspresi wanita sangat jelek saat menangis? Kenapa wanita ini harus menangis? Dan pertanyaan - pertanyaan tak bermutu lainnya.

Aku tak peduli. Aku hanya ingin pulang. Menarik selimut dan tidur dengan damai. Lalu berharap besok Myungsoo memutuskan hubungannya denganku. Yah, aku ingin putus sejak mengetahui alter ego mengerikan Myungsoo muncul. Ah, mungkin saja karena aku juga merasa bosan bersama Myungsoo yang terus - menerus melakukan kegiatan yang sama berulang - ulang. Dia benar benar berubah sejak kami resmi menjadi sepasang kekasih. Sangat berbeda saat dia melakukan PDKT dahulu. Seolah olah Myungsoo yang dulu dan sekarang adalah dua manusia berbeda, dengan wajah yang serupa.

"Bahkan saat menangis, kau masih terlihat seperti hujan..."

Aku tertegun. Apakah Myungsoo sudah kembali?

"Myungsoo..."

Dia mengangguk. Tersenyum.

"Menangislah lagi."

Aneh. Kata - kata Myungsoo malah menghentikan tangisku secara mendadak. Sesenggukanku tertahan. Aku menatap Myungsoo tak percaya. Mataku membulat.

"Kenapa berhenti?"

Aku sontak tertawa, menutup mulutku. Menunduk. Sedikit menahan tawaku yang nyaris meledak. Untung saja, saat aku tertawa, orang - orang di sekitarku juga ikut tertawa. Tawa yang muncul karena lagi - lagi ada adegan super lucu yang tersemat.

Aku tertawa bersama mereka. Mereka yang melihat adegan lucu, aku yang melihat tingkah Myungsoo yang lucu.

Semuanya terasa aneh.

Malam itu kami pulang begitu saja setelah menonton film. Myungsoo mengantarku dengan selamat. Ada lambaian ringan disertai senyuman sebelum aku melangkah masuk ke dalam rumah.

Motor besar Myungsoo memelesat pergi. Menimbulkan bunyi bising yang semakin lama semakin menjauh.




To be continued>>>>>

Bae & Her LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang