🏵🏵🏵
Sudah seminggu Myungsoo tak berkeliaran di sekolah. Diskors selama seminggu. Besok dia mungkin akan muncul lagi.
Seminggu ini aku terus meminta Eomma mengantar jemput. Takut kalau - kalau Myungsoo mencegatku di jalanan dan melakukan sesuatu yang tidak - tidak. Membayangkannya saja membuat bulu kudukku merinding.
Dan tak ada balasan sejak pesan putus itu kukirim.
Hidupku perlahan - lahan kembali tentram. Entah mengapa, sekarang rumor aneh mulai tersebar tentang putusnya aku dan Myungsoo. Yah, gosip itu benar. Aku sudah memutuskan Myungsoo sepihak.
Para penggosip mulai berbisik - bisik lagi. Aku tak menyukai keadaan ini. Digosipi semena - mena. Padahal ini hidupku. Bisakah kalian mengurusi hidup kalian saja, huh?
Aku menyumpal telingaku dengan earphone saat mereka mulai berbicara lagi. Ah, lebih baik aku tak peduli.
Ponselku tiba - tiba berdering. Dari nomor tak dikenal. Aku segera mengangkatnya. Was - was. Suara di seberang terasa tak asing.
"Mobil. Wanita parubaya. Hati - hati. Jangan ngebut."
Keringat dingin mulai menetes dari pelipisku. Oh sungguh! Jantungku saat ini seperti mencelos keluar. Dia Myungsoo. Pria itu suka berteka - teki. Sekarang dia sedang merencanakan sesuatu.
"Myungsoo?"
Teleponnya diputus sepihak.
Aku mulai khawatir. Kuputuskan untuk menelepon Eomma. Sial, suara operator yang menjawab.
Aku mendesis. Mencoba tenang.
Saat bel masuk berbunyi, saat itulah seseorang lagi - lagi meneleponku.
"Bae Suzy?"
"Iya, dengan saya sendiri."
"Mohon maaf kami harus menyampaikan berita sedih ini."
"Ya, kenapa?" Aku mulai panik.
"Ibu anda sedang kritis di rumah sakit dan anda---"
Ponselku terjatuh. Aku tak mendengar kelanjutannya lagi. Entah mengapa, darahku seperti naik ke kepala. Aku pingsan di tempat.
***
Aku ingin memenjarakan Myungsoo. Aku yakin dialah otak dibalik kecelakaan yang menimpa Eomma. Sayang, tak ada bukti yang bisa aku serahkan. Myungsoo menelepon dengan nomor yang tak diketahui milik siapa, dan aku tak sempat merekam percakapan Myungsoo saat itu saking bingungnya. Tak ada bukti. Teror Myungsoo akan selalu datang padaku.
Aku meremas kepalaku. Untung saja Eomma berhasil melewati masa kritis dan sekarang dia sudah dipindahkan ke kamar biasa.
Appa juga sudah kembali dari luar kota setelah mendengar kabar memilukan itu. Dan aku, di sini, duduk di dalam kantin rumah sakit. Mencoba menjernihkan pikiran.
Tiba - tiba seseorang sudah duduk di sampingku. Aku menoleh. Terlonjak. Oh shit! Apa yang Myungsoo lakukan di sini?
"Myungsoo?" Nada suaraku terdengar parau.
Dia tersenyum.
"Aku sedang menjenguk Eommamu." Dia memerlihatkan sebuah paper bag. Hadiah untuk Eomma.
Sungguh! Aku sama sekali tak mengharapkan kehadiran Myungsoo di tempat ini. Aku takut.
Aku mengangguk kikuk. Kuserup jusku gugup.