🏵🏵🏵
"Eun Woo oppa?"
Pria itu membawaku ke belakang. Sangat sepi di sana. Kulihat ekspresi Eun Woo tampak sangat aneh.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanyanya setelah ia mengatur napasnya. Sepasang pupilnya membesar. Tak seperti Eun Woo yang biasa. Pria berperawakan tenang ini malah seperti cacing kepanasan. Dia terlihat sangat gugup.
"A...da apa Eun Woo-ssi? Ke-"
"Sekarang kau pergi dari sini, hmm? Dan jangan pernah bilang - bilang kalau Myungsoo sedang dirawat di sini." potongnya cepat.
Eun Woo menarikku pergi menuju basement. Dia mendorongku masuk ke dalam mobilnya. Aku terkesiap. Bahkan tak sempat berucap, Eun Woo sudah menggas mobilnya keluar dari rumah sakit itu.
"Yak berhenti! Berhenti! Apa maksud oppa? Aku tak mengerti! Aku mau bertemu Myungsoo!"
Aku tersentak begitu laju mobil Eun Woo makin kencang. Bahkan tak satupun kata keluar dari mulutnya. Aku tahu, dia masih tak tenang.
"Oppa!"
Shit!
Nyaris saja Eun Woo menabrak orang. Mobil itu langsung berbelok ke kiri, sedikit lagi menabrak pembatas jalan. Bunyi ban berdecit hebat. Jantungku serasa dipompa berkali - kali. Napas kami memburu.
Hanya ada napas kami yang beradu. Sore itu cukup sepi, apalagi senja di ufuk barat sudah nampak. Warna oranye itu membias di atas. Hampir gelap. Keringatku mengucur pelan, aku tergugu.
"Mian... aku sedikit...kalap." Kalimat pertamanya sejak kami meninggalkan rumah sakit.
"Bukankah rehabilitasi dengan kurungan itu malah membuat Myungsoo terlihat seperti pasien penyakit jiwa yang... maksudku, kehilangan akal sehatnya? Orang gila? Atau malah terlihat seperti psikopat sadis macam Hannibal Lecter." ia tertawa hambar.
What? Apa yang Eun Woo sedang bicarakan?
Eun Woo memberi sedikit jeda sebelum bersuara untuk yang ketiga kali.
"Nanti akan kuceritakan. Tapi sekarang, sebaiknya kau pulang dulu. Keadaan benar-benar gawat sekarang."
Aku menggangguk. Mengerti.
***
"Aku pernah mengatakan padamu kan kalau kau jangan mempercayai apa kata Myungsoo?" Katanya saat kami bertemu kembali keesokan harinya di sebuah kafe yang tak jauh dari rumah sakit. Kurasa Eun Woo sudah cukup tenang.
"Apa kau mempercayai setiap perkataan Myungsoo? Atau kau setuju dengan perkataanku?"
Agak ragu aku menggeleng.
"Myungsoo pernah bilang apa padamu?"
Aku mendesis.
"Sangat banyak yang Myungsoo katakan padaku." Ouch! Kepalaku langsung dijitak Eun Woo. Mungkin bukan itu maksudnya.
"Kata - kata Myungsoo yang kau anggap bohong. Kau bisa merincikannya?"
Mataku melirik ke atas. Mencoba mengingat perkataan Myungsoo yang sulit kupercayai.
"Ah, soal kematian kedua orang tuanya. Aku masih sulit mempercayai cerita Myungsoo. Pertama dia bilang kedua orang tuanya bercerai. Lalu L mengatakan bahwa kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan pesawat. Kemudian pihak ketiga berkata kedua orang tuanya dibunuh. Kemudian Myungsoo kembali mengatakan bahwa hanya Ibunya yang dibunuh. Lalu kemudian aku malah mendengarkan sesuatu yang sangat menarik bahwa Appa adalah Ayah Myungsoo juga!" Nadaku sedikit naik saat kusebutkan kalimat terakhirku. Yah, aku masih belum menerima kenyataan bahwa Myungsoo adalah saudaraku.