Rasa

4 3 0
                                    

Aku cemas ketika pemudah itu terjatuh dan pingsan tidak sadarkan diri dalam waktu yang cukup lama. Setelah kesadarannya tadi aku merasa sedikit legah. Aku harus menunggu sampai dia terbangun dari tidurnya.

Setelah beberapa lama aku menunggu akhirnya dia bangun dari tidurnya. "Wahai pemuda apakah tubuhmu sudah merasa baikan?". (tanya aku)
"Aku sudah merasa baikan sayang, bagaimana kalau kita melanjutkan perjalanan kita" (jawab pemuda itu).

Tanpa menunggu lama aku mulai mengikutinya. Kulihat dia sedikit bungkuk mungkin karena punggungnya yang tertimpah bendah berat itu. Aku ingin sekali memegang dan merangkulnya tapi aku takut karena dia bukan muhrimku.

Semakin lama perasaan ini semakin menjadi-jadi saat aku memandang wajahnya. Hatiku dag dig dug tak menentu. Hanya ada perasaan bahagia yang muncul.

Saat dia memanggilku dengan sebutan sayang dan istriku aku merasa tidak berdaya. Tapi bagaimana mungkin pemudah tampan dan mapan ini adalah suamiku. Mengapa aku tidak ingat sama sekali tuhan.

Tolong berikanlah aku petunjuk agar aku mampu menjalani kehidupan ini sesuai dengan perintah dariMu Ya Allah. Aku terus mengiringinya dari belakang. Ketika sendalnya putus aku langsung datang menghampirinya dan menggantikan sendalnya dengan punyaku. Aku sebenarnya bukan tipe wanita yang seperti itu tapi karena aku merasa berhutang budi padanya. Semoga dia tidak salah paham akan niatku ini .

Setelah aku memberikan sendalku padanya dia memandangku dengan tatapan yang tajam. Aku sedikit takut tapi apalah dayaku ini aku hanya dapat diam. Setelah itu dia memarahiku dan mengembalikan sendal itu. Dia marah dan mengatakan "kenapa kau melakukan ini hah?,aku menolongmu ikhlas bukan karena ingin kamu membayar jasaku" (Ucap dia dengan tegas).
Aku pun hanya bisa diam dan meneteskan air mataku.

Dia menghampiriku dan memelukku dan berkata "Maafkan aku sayang aku tidak bermaksud membentakmu"
(Ucap dia). Entah mengapa air mata ini semakin mengalir dengan derasnya akupun terisak-isak, dadahku sakit menahan tangis itu. Padahal kalau dipikir-pikir dia itu marahnya tidak terlalu menakutkan.

Tubuhku semakin melemah, dadahku sakit karena isakan tangisku, ingusku meler, membuatku malu menghadapinya. Dia pun berusaha menenangkanku tapi entah mengapa aku merasa sangat sedih dan air mata yang tak terbendung lagi keluar dengan deras. Perih rasanya dimarahi oleh orang itu. Tapi siapakah dia, mengapa dia bisa membuatku sesedih ini.

Bersambung ke Nostalgia

Karena Cinta Dari AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang