Alvan tiba-tiba sudah dikamarnya saja ketika matanya terbuka. Ia melihat wajah Alvin yang begitu cemas dan lelah.
"Syukurlah. Lu pingsan 5 jam"
Ucapan Alvin membuat memori otak Alvan bekerja. Ia teringat akan percakapan Alvin dengan dokter Raihan dan ia lari lalu ia menabrak anak baru dikelasnya yang mencoba menenangkannya dengan kata-kata yang berhasil menyihirnya lalu ia tidak ingat apapun.
"makanya jangan kabur-kabur. Mau kemana sih van? Lu ada di lorong belakang rumah sakit yang enggak terpakai lagi loh"
Alvan menghela nafas. Ia menatap infus ditangannya dan ia menatap Alvin yang sedang menonton televisi entah acara apa sambil makan bubur kacang hijau. Alvan ingin sekali menanyakan keadaannya dengan Alvin tapi melihat Alvin yang begitu lelah ia mengurungkan niatnya.
"Lu harus terima kasih ke Alana. Dia yang bikin heboh rumah sakit buat nolongin elu yang tiba-tiba pingsan"
Alvan sendiri diam. Ia terlalu takut semua teman temannya tahu lalu memperlakukannya berbeda dan mereka akan menjadi sosok Alvin atau malah dirinya ditinggalkan karna mereka jijik mempunyai teman penyakitan.
"Vin, gua takut" Alvan menghela nafas "gua takut banget sama mati"
Tidak ada jawaban
Alvan menoleh ke arah Alvin yang sudah tidur dengan mendengkur dengan posisi duduk disofa dan kakinya diatas meja. Alvan turun dari tempat tidurnya dan membawa batal serta dirinya membawa infusnya juga lalu menaruh bantal diujung sofa dan ia membenarkan pelan pelan posisi Alvin agar bisa tidur dengan nyaman. Setelah posisi Alvin tertidur dengan benar ia melepas sepatu Alvin dan mengambil selimut dikasurnya lalu menyelimuti Alvin.
"Gua bener-bener janji vin. Gua akan nurut kali ini kecuali kalo kepepet" ucap Alvan diakhiri dengan cenggirannya yang dibalas Alvin dengan dengkurannya.
⛅
Alana tidak bisa tenang. Entah kenapa setelah melihat teman sekolahnya entah itu Alvan atau Alvin ia yakin bahwa temannya itu depresi dan masih dalam tahap Denial.
Alana tersenyum kecut ketika ia melihat pergelangan tangannya yang tertutup oleh gelang biru yang kontras dengan kulitnya yang putih.
"Alana bersihin pecahan piringnya tadi sama kereta dorong makanannya terus anterin makanan diatas meja"
Tanpa menjawab atasannya yang menyuruhnya, Alana sudah langsung membersihkan kereta dorong dan membuang semua piring pecah akibat aksi nabrak Alvan tadi.
Setelah itu Alana mengkerutkan dahinya ketika melihat pudding cokelat, ayam panggang serta air putih dan biskuit bayi yang harus ia antarkan dikamar VVIP. Selama setahun Alana bekerja menjadi office girl dan merangkap jadi pengantar makanan disetiap kamar dirumah sakit ia baru kali melihat menu makanan yang beda dari lainnya.
Alana membandingkan dengan lainnya yang rata-rata menu sehat tapi ini malah ayam panggang? Alana memindahkan piring itu ke kereta dorongnya dan berjalan ke lift untuk menuju ruang kelas VVIP yang ada di lantai 4.
Alana melihat kertas yang ada dipiring yang sudah ditutupi plastik untuk mencegah kuman agar tidak masuk ke makanannya.
Kamar VVIP no.177
Alana melihat kamar itu dipojok sendiri dan satu-satunya kamar yang menyendiri pojokan kelas VVIP. Selama setahun bekerja Alana sudah biasa membersihkan setiap ruangan dan mengantarkan makanan tapi hanya kamar ini yang belum ia masuki. Kata suster-suster lainnya dan teman teman kerja se-profesinya disini kamar ini sudah dikhususkan untuk satu orang dan ganteng parah. Ah, Alana ragu dengan selera para suster di rumah sakit ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
A
Teen FictionBagi Alvin, Alvan adalah segalanya. Alvan adalah nafasnya, Alvan denyut nadinya, Alvan adik sekaligus keluarga satu-satunya. Dirinya bahkan merelakan apapun bagi Alvan. Apapun. Agar Alvan tetap disampingnya dan berjuang dengannya. Bagi Alvan, ia mem...