Alvan menghela nafas berat, "Gua AML lan"
"HAH?!"
Alvan ingin rasanya meninju Alana sayangnya rambut panjang Alana membuatnya ingat kalau dia perempuan. Alvan mendengus sebal, Alana tidak tahu apa mengatakan kalau Alvan sakit AML sama saja menurunkan harga dirinya serendah-rendahnya dan mengakui bahwa Alvan lemah.
Alana yang melihat ekspresi Alvan terlihat sangat sebal malah tertawa keras "Heh! Seriusan gua gak tau apaan AML"
Alvan ingin menonjok Alana dan mengirimnya ke planet pluto agar jauh-jauh dari kehidupan Alvan. Alvan mencoba tersenyum manis dan kesannya dipaksakan "lu goblok berarti, Lan"
Alana mendelik lalu meninju lengan kiri Alvan sampai laki-laki itu mengadu kesakitan "aww... Apaan sih, Lan!"
"heh asal lu tahu, dari kecil sampek segede ini itu gua selalu juara kelas ya!"
Alvan tertawa sombong "Hah? Gak salah denger gua?" ucapnya berteriak
"Seriusan! Ck!"
"ya teruss kalau lu pinter, lu lupa kalau apa yang lebih pinter dari elu? Semacam lu lupa kalau ada langit diatas langit" ucap Alvan blak-blakan.
Jelas sekali Alana tertohok. Alana terlalu ambisius sendari dulu memang. Alana selalu lupa kalau diatas langit pasti ada langit. Alana tidak pernah mempermasalahkan kalau dirinya tidak mempunyai teman sekalipun, yang penting dia juara kelas.
Alvan menoleh Alana sebentar sebelum menoleh pada jalanan lagi yang sangat macet karena jam-jam anak sekolahan pulang serta orang dewasa yang pulang kerja.
"lu ambisius ya, Lan?"
Alana tersenyum dan mengangguk "iya. Gua ambisius"
Alvan menganggukan kepala "Jadi rival yuk"
"Rival?" ulang Alana sambil mengerutkan dahinya.
Alvan mengangguk antusias "hooh. Rival, balapan juara kelas yuk diujian kali ini"
Tentu saja Alana tersenyum miring menginggat kata-kata Alvin yang terngiang bahwa Alvan tidak pernah belajar "Okke. Pemenangnya dapet apa kalau menang?"
"huh. Ambisus"
Alana hanya menatap Alvan dan mengedarkan pandangan ke jendela sampingnya. Mobil Alvan benar-benar mewah. Alana tau ini mobil mahal dan sangat-sangat mewah. Entahlah Alana bahkan tidak tahu rumah mereka semegah apa tapi Alana bisa bayangkan rumah mereka benar-benar sangat besar kalau setiap hari gonta-ganti mobil seperti yang selalu ia lihat.
"Gua traktir deh. Terserah lu makan apa aja dikantin sekolah. Selama satu bulan, gimana?"
Alana yang tadinya memikirkan rumah Alvan langsung menoleh dan merentangkan tangannya mengajak anak itu bersalaman dan disambut oleh tangan kanan Alvan yang sudah bisa digerakan normal "Deal!"
Alana tersenyum penuh kemenangan. Ia pasti bisa memenangkannya. Pasti. Lumayan, uang kerjanya bisa untuk dipakai biaya hidupnya yang lain dan sembako serta mencicil hutang-hutang ayah tirinya.
"Makan dulu yuk, laper" ucap Alvan yang mulai keroncongan "makanan deket sini yang enak apaan, lan?"
"Traktir ya? Lu kan anak sultan"
Alvan terkekeh "iya. Gua lagi baik hati dan tidak sombong"
"idih... Pengen gua tampol"
Alvan tertawa renyah, entah kenapa dia jadi pengumbar tawa seperti ini saat bersama Alana?
Alana memikirkan makanan enak didekat sini. Alana menoleh Alvan antusias saat kepalanya memiliki ide "Kupang mau gak? Pernah makan kupang gak?"
Alvan terdiam dan menghela nafas beratnya "Pernah sama Nadia"
KAMU SEDANG MEMBACA
A
Teen FictionBagi Alvin, Alvan adalah segalanya. Alvan adalah nafasnya, Alvan denyut nadinya, Alvan adik sekaligus keluarga satu-satunya. Dirinya bahkan merelakan apapun bagi Alvan. Apapun. Agar Alvan tetap disampingnya dan berjuang dengannya. Bagi Alvan, ia mem...