Terlalu menyakitkan

4.2K 327 38
                                    

Alvin terduduk lemas dilorong rumah sakit bahkan ia tidak peduli beberapa banyak orang lain yang melewati dilorong itu dan beberapa banyak suster yang menawarkan bantuan terhadapnya.

Pikiran Alvin benar-benar kacau, banyak sekali pertanyaan tentang hidupnya, tentang masa lalu kedua orang tuanya, dan fakta bahwa orang yang ingin menghancurkan perusahaan peninggalan mamanya adalah ayahnya sendiri.

Alvin berusaha berdiri lagi walaupun berpegangan setiap tembok agar dirinya bisa berjalan ke ruang tunggu. Entah untuk apa, Alvin tidak ingin menemui Alvan dengan wajah dan pikiran seperti ini.

Alvin menghela nafasnya dan melihat toilet didepannya. Alvin memasuki toilet dan membasuh wajahnya dengan air kran yang mengalir, otaknya terus-terusan berkata ia harus bangun, ini mimpi.

Kenyataanya, ini nyata.

Alvin menatap dirinya sendiri dikaca yang memperlihatkan wajah kurang tidurnya dan wajah lesunya. Otaknya terus berpikir, kenapa ayahnya sekejam itu?

Alvin ingin menangis, Alvin ingin menjerit, Alvin ingin beban masalah hidupnya terangkat, Alvin ingin berbagi tetang sakit dan penderitaan jiwanya, tapi kepada siapa? Ia benar-benar tidak munhkin membeberkan semuanya kepada Alvan. Melihat Alvan berbaring ditempat tidur seperti tadi saja Alvin sudah tidak tega apalagi menambahkan beban pikirannya.

Alvin mengambil obat depresinya disaku dan menelannya tanpa minum. Ia menghela nafas, setidaknya ini sangat membantu untuk sekarang. Alvin harus menemui dokter Raihan saat ini.

Alvin berjalan dengan langkah cepat tapi ia malah Alana yang tertawa diruang tunggu pasien bersama pasien anak-anak dan itu membuat langkah Alvin terhenti seketika. Alvin terpaku dengan tawa itu, hatinya seolah ikut merasakan kebahagiaan seperti anak-anak itu setelah melihat Alana menghibur dan menyuapi mereka satu persatu dengan bubur ditangannya.

Alvin ingin melangkah mendekati Alana tapi ia ingat kalau ada banyak sekali masalah yang harus dia selesaikan. Alvin berlari kecil ke arah lift dan menunggu pintu lift terbuka.

"Eh Alvin! Kita pulang ya, vin. Makasih loh udah izinin kita jengukin Alvan, semoga cepet sembuh deh dia"

Alvin yang terlalu kaget karna Faris berbicara didepannya dan teman-teman Alvan lainnya tiba-tiba muncul dibalik pintu lift yang terbuka mengangguk pelan dan Alvin menatap mereka mengikuti  mereka sampai keluar dari gedung rumah sakit.

Alvin memasuki lift dan menuju kamar rawat Alvan setelah merasa teman-teman Alvan sudah pulang.

                                                                                    🌎   

"ya Allah! Alvan!"

Alvin berlari ketika Alvan sudah membungkukan badannya ke lantai untuk memuntahkan apapun yang diperutnya padahal sendari tadi pagi Alvan belum makan apapun.

Suster Naira dengan telaten memijat leher Alvan agar Alvan bisa lega dan Alvin yang baru datang mengelus pungung Adiknya dengan lembut.

"Keluarin aja gak papa.. Pelan pelan" ucap Alvin sambil mengelus-elus pungung adiknya dengan sabar.

Alvan mengelengkan kepala dan meraih tisu yang ada dilaci dekatnya lalu mengusap bibirnya yang penuh dengan air liur "Mual tapi perut gua bener-bener kosong banget"

Sejujurnya Alvin ingin menangis melihat Alvan yang seperti ini apalagi fakta-fakta hari ini dengan kondisi adiknya yang semakin parah dan ayahnya masih hidup dan sebajingan itu. Alvin menghela nafas dan berusaha menguatkan dirinya sendiri demi Alvan.

"ya udah mas Alvan tidur aja, kalo kondisinya memungkinkan besok bakalan kemoterapi kalo enggak mungkin kota tunda dulu sampai kondisi kamu stabil" ucap suster Naira dengan senyumannya dan bergegas ke kamar mandi untuk mengambil alat pel untuk membersihkan muntahan Alvan barusan.

ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang