Rindu

3.3K 316 10
                                    

Alvan nenghela nafas berkali-kali. Dadanya tidak sesak seperti biasa, hanya saja ia khawatir tentang Alvin yang belum pulang dari sekolah.

Tadi teman-temannya sudah pulang mulai pukul jam 5 sore. Alvan yang sempat muntah darah bisa menguasai tubuhnya berkat obat-obatannya yang ada dilaci kamar Alvin.

Ini bahkan sudah hampir jam 9 malam tapi Alvin belum pulang. Alvan jadi gelisah sendiri. Belum lagi hal tidak terduga terjadi saat ia muntah darah rasanya ia ingin ke dokter Raihan mempertanyakan kondisinya tapi ia masih marah pada dokter itu lagipula dirinya juga sudah berjanji.

Alvan menutup matanya lalu ia membuka smartphone -nya. Mengetik apa keluhannya di google namun otaknya yang kadang encer kadang beku ini malah tidak mengerti sama sekali atas penjelasan-penjelasan dokter online.

Alvan sebenarnya ingin menelfon Alvin tapi tangannya malah mencet aplikasi grabfood dan Alvan berbinar dengan berbagai menu pilihan makanan. Dia bosen makanan dirumah.

Alvan mengetik 'pentol pedas' dipencaharian aplikasi grabfood. Ia berbinar dan berbagai macam pilihan ditoko paling terdekat sampai terjauh. Serius. Alvan gak pernah pakek aplikasi ini kalau tadi gak Daniel tiba-tiba download di smartphone-nya dan order ojek online.

Alvan langsung pesan 5 bungkus pentol pedas. Gak tangung-tangung toh minum Alkohol sama dirinya kuat gimana makan pedes? Pasti juga kuat dong!

Alvan ingin menelpon Alvin tapi ia urungkan ketika Alvin ternyata mengirim chat melalui via whatsapp

Alvin songong

Van, mau nitip apa? Gua lagi makan diluar. Sekalian.

Alvan mengendus sebal. Tumen sekali kembarannya makan diluar, biasanya jarang sekali Alvin makan diluar kalau tidak urusan bisnis dengan Vano atau mengerjakan tugas bersama teman-temannya. Jari Alvan dengan lincah langsung membalas chat Alvin.

Alvin songong

Enggak usah. Gua ngantuk. Pengen tidur

Alvan cekikikan. Sendiri melihat aksi berbohongnya. Setelah itu ia mengerutkan keningnya saat ada notifikasi dari tukang grab kalau sudah didepan rumah.

Alvan berdiri dan berlari mengambil dompetnya yang diatas dan mengambil beberapa lembar uang warna merah didompetnya. Setelah itu, Alvan berlari lagi sampai depan pintu rumahnya. Jaraknya lumayan jauh memang, memang terlalu besar rumah Alvan kalau hanya ditempati 2 orang saja.

"Berapa mas?"

"enam puluh enam ribu lima ratus"

Alvan menerima kresek hitam yang isinya ada 5 pentol pedas yang sudah menggugah selera makannya tapi setelah itu Alvan mengerutkan dahinya dan melihat beberapa lembar uang yang ada ditangannya "Beneran?"

"Gimana sih mas? Kok jadi gak percaya? Mas gak liat harganya diaplikasi?"

Alvan jadi malu sendiri. Alvan langsung menyerahkan dua lembar uang merah dan tersenyum manis.

"kebanyakan mas. Bentar saya ambilin kembaliannya"

"Gak usah. Buat bapak aja. Makasih ya pak, udah dianterin"

Alvan berlari ke dalam rumahnya dan akhirnya driver onlennya harus teriak-teriak mengucapkan terima kasih banyak.

"Lah... Satu cup isinya 12 pentol. Ih banyak amat"

Gerutu Alvan saat ia sudah sampai dikamarnya dam tidak lupa menutup pintu kamarnya dan menkuncinya biar kalo Alvin datang gak ketahuan.

"Gila! Enak banget! Baru kali ini makan jajan yang kayak gini!"

Alvan melahap semuanya dengan kilat dan habis. Alvan mengusap perutnya yang kekenyangan "Sabar ya kamu perut udah lama gak dimasukin yang pedes-pedes gini. Pentol jangan nakal ya, kalo nakal kamu nanti jadi tai gua"

Alvan mencari remote televisi dikamarnya setelah ketemu langsung memencet tombol on dan menampilkan tayangan indosiar

"Ya elah, Hidayah. Masih jaman apa, esia hidayah aja udah kagak laku"

Alvan mengonta-ganti channel tapi entah kenapa ia malah ujung-ujungnya ke Indosiar lagi. Kepo jalan cerita tayangan itu yang katanya diangkat dari kisah nyata.

Alvan berdecak ketika anak yang super duper durhaka pada ibunya tapi ibunya tetap saja sabar "Ya elah, dia jadi anak gua udah gua gaplokkin kali" omelnya pada sinetron itu padahal dia tahu omelannya tidak akan didengarkan oleh pihak pembuat cerita.

"Sumpah gak masuk akal! Tapi kenapa gua kepo. Ih"

Adegan itu menayangkan anaknya yang mengambil uang ibunya secara diam-diam dan pergi berfoya-foya dengan teman-temannya yang kaya raya. Alvan jadi tersenyum miris ia kenapa jadi merindukan mamanya?

Alvan menoleh ke belakangnya dan meraih tanggalan dilaci lemarinya. Ia melihat bulan ini adalah ulan tahun dirinya dan Alvin. Alvan menghela nafas berat, selama ini dirinya dan Alvin tidak pernah merayakannya semenjak mamanya meninggal tepat diulan tahun Alvan dan Alvin.

"Alvan kangen ma, mama dateng dong ke mimpi. Masak gak pernah njengukin aku sama Alvin sih"

Tayangan Indosiar yang menyala dilayar kaca diabaikan begitu saja oleh Alvan. Alvan lebih suka pemandangan tanggalan yang ada digengamannya.

"Ma, Alvan pengen rayain ulan tahun tapi kenapa setiap ulan tahun kita Alvin selalu berbuat yang aneh-aneh. Alvan takut buat ngebahasnya lagi"

Alvan menghela nafas. Ia tidak mau mengingat-ingat setiap ulan tahun mereka ada saja yang Alvin perbuat. Alvan terlalu ngeri saat Alvin sudah seperti orang gila yang padahal itu adalah hari bahagia mereka.

"Ma... Andai papa disini pasti aku sama Alvin lebih terkendali deh. Ah aku jadi kangen papa meskipun gak pernah ketemu"

Alvan mengusap air matanya yang menetes. Tidak, Alvan tidak boleh menanggis. Alvan menumpuk sampahnya dan membuangnya lalu mencuci tangan dan kakinya lalu gosok gigi dan tidur.

Hanya tidur. Hanya tidur yang bisa menbuatnya lupa akan segala harapan-harapan dan masa lalu pahitnya.

Haiii....
Selamat malam minggu...
Rencananya malming dimana nih? Wkkw
Jangan diem diem bae dikamar😂
Berhubung lagi seneng pakek banget. Jadi, aku publish ini wkwk padahal kan jadwalnya sehari sekali (kalau mood) wkwk

Okke. Makasih sudah betah membaca ini❤

Kritik dan saran ya❤

Sabtu, 29 juni 2019

ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang