"Bokap lu ngapain lagi?"
Alex mendongak setelah ia terdiam dan larut dalam lamunannya sambil mengaduk es teh manis dikantin.
Alex mengelengkan kepalanya "enggak. Gak tau. Gak jelas"
"Keterlaluan banget deh lex, apa gak sebaiknya lu laporin ke komnas HAM?"
Alex mengeleng cepat atas saran Reno "gak gak. Gitu-gitu bokap gua, keluarga satu-satunya. Ya bodo amat dia gak sayang gua, yang penting gua sayang dia"
Reno menyendokan siomay ke mulutnya "Tapi setidaknya biar dikasih edukasi jadi orang tua yang bener. Kasian badan elu kalo tiap hari digebukin mulu. Pisah rumah aja, beli appart aja lu kan horkay"
Alex sebenarnya ingin tapi kalau dirinya pindah ia akan kehilangan banyak sekali informasi tentang Alvan dan Alvin dan juga keberadaan ibunya. Alex sedang menyelidiki semua itu dan yakin kalau semua itu masih berhubungan.
Daniel menguap sedikit lalu menatap Alvan yang dari tadi memejamkan mata dan menaruh kepalanya di bahu Faris.
"Alvan napa ris? Sakit?"
Faris mengangguk "Gak tau. Tadi pagi tiba-tiba muntah di UKS"
"Gak mau ke UKS aja van? Lu lemes banget kayaknya gua beliin nasi goreng ya? Biar perut keiisi" tawar Daniel
Alvan menghela nafasnya lalu membenarkan posisinya agar kepalanya kembali tegap. Ia menatap Daniel "Gak usah. Gak selera makan"
Alex berdecak sebal "Nanti kalo lu sakit gimana?"
Brak!
Alex, Reno dan Daniel membulatkan matanya saat Alvan dan Faris malah jatuh terjungkal ke belakang. Faris membenarkan posisinya menyadari Alvan mengalami sesak nafas.
"Van! Alvan? Alvan?" panggil Faris pelan.
Alex langsung menyingkirkan kursi panjang kantin yang terjatuh. Semua siswa-siswi dikantin bergerumbul ke sekeliling Alvan yang terkapar lemas.
"Van? Sadar van? Lu masih bisa nafas kan" ucap daniel sambil menepuk pipi Alvan pelan.
Alvan masih terenggap-enggap seakan jatah udara didunia ini untuknya sudah mulai habis. Tangannya mengengam erat tangan Faris sampai aliran darah mereka berdua terhenti.
"GUA PANGGIL ALVIN DULU"
Reno sudah berlari kencang setelah menyatakan dirinya akan memanggil Alvin. Alex membuka seragam Alvan berharap nafas Alvan agar lebih tenang.
"JANGAN DISINI SEMUA BEGO! ALVAN MAKIN SESAK"
Seakan menulikan pendengaran, siswa-siswi dan para pedangang yang ada dikantin malah bertambah banyak karna kabar sudah tersebar luas kalau Alvan sedang sesak nafas dikantin.
Daniel berdiri dan mengambil gunting dimeja kantin yang tadi mereka dudukin bersama. Tadi dirinya sempat meminjamnya dari bu kantin untuk membuka cemilan makroni pedasnya.
Daniel mengunting kaos Alvan dengan gunting dan berharap agar Alvan merasa lebih baik tapi itu malah memancing keributan apalagi kaum cewek yang melihat tubuh topless Alvan.
"HAH HAH HAH ... AKH AKH OH BA"
Faris menatap bibir Alvan "Apa? Lu mau apa? Iya Alvin masih dipanggilin. Tahan ya"
"OH-BA"
Alex yang menyadari langsung menepuk Daniel dan Daniel menoleh "Ambilin obat ditas Alvan. Resleting depan. Semuanya!"
Daniel mengangguk dan berlari kencang. Alex menatap sekelilingnya tajam "BUBAR! KALIAN GAK NGEBANTUIN APA-APA BEGO! YANG ADA UDARANYA MAKIN SEMPIT"
KAMU SEDANG MEMBACA
A
Teen FictionBagi Alvin, Alvan adalah segalanya. Alvan adalah nafasnya, Alvan denyut nadinya, Alvan adik sekaligus keluarga satu-satunya. Dirinya bahkan merelakan apapun bagi Alvan. Apapun. Agar Alvan tetap disampingnya dan berjuang dengannya. Bagi Alvan, ia mem...