Tubuh Alana bahkan tidak bisa berkonsentrasi saat tiba tiba Alvan memeluknya erat. Alana bahkan menahan nafasnya dan pensilnya sudah jatuh begitu saja.
"KALIAN NGAPAIN?!"
Alana langsung sadar dan ingin melepaskan Alvan tapi malah Alvan memeluknya lebih kencang lagi,
"Gua mimisan. Anterin ke uks. Bilang aja Alvan pusing gak kuat berdiri" bisik Alvan pelan.
Alana menghela nafas kesal. Ia ingin rasanya menendang Alvan sejauh mungkin sampai ke Pluto kalau bisa tapi ia bisa merasakan tubuh Alvan yang hangat saat Alvan memeluknya sekarang.
"Alvan sakit bu, izin ke uks" ucap Alana pada akhirnya.
"Benar begitu Alvan? Kenapa harus dipeluk Alana?"
Alvan mengosok-gosokan darahnya agar tidak kemulutnya tapi malah ke seragam putih Alana "Gak kuat bu, saya izin ya" ucap Alvan dengan suaranya yang tiba-tiba saja serak.
Bu Ratna mengangguk "Iya udah sana. Saya lihat kamu juga sudah selesai. Jalan sendiri bisa kan?"
Alvan mengelengkan kepala dan tetap bersembunyi di bahu Alana dan rambut Alana yang digerai menutupi wajahnya "Enggak bu. Dianter Alana ya?"
"beneran kamu sakit? Ibu curiga"
Alana mengangguk mantap "iya bu. Periksa aja. Anget badannya"
Bu Ratna menempelkan tangannya dileher belakang Alva "Panas kalau ini, Alana. Sana, anterin ke UKS"
Alana mengangguk dan berdiri diikuti Alvin yang memeluknya "Sana. Jalan sendiri-sendiri" bisiknya ketelingga Alvan
"gak bisa, darah gua gak berhenti"
Alana berdecak laku tersenyum mengucapkan terima kasih kepada bu Ratna dan berjalan keluar serta Alvin yang masih memeluknya berjalan mundur. Semua berdecak iri sekaligus menatap mereka romantis. Ke UKS saja harus berpelukan, kurang romantis apa?
Ketika sudah keluar kelas Alvan memundurkan dirinya dan menarik rambut Alana yang dibelakang untuk ke depan menutupi leher dan bahunya yang sudah penuh darah mimisan Alvan serta ia mulai melepaskan pelukannya dan berjalan sendiri dengan menutupi hidungnya dan mulut dengan tangan kiri.
"Lu beneran mimisan?" ucap Alana kaget sedangkan Alvan mengendus sebal.
Alvan tidak menjawab malah ia memasuki kamar UKS duluan dan disusul Alana. Alvan langsung ke westafel yang ada diruang UKS dan berdecak sebal saat darahnya sudah memenuhi tangannya.
"Gila. Bisa anemia kalo sebanyak ini"
Alana menatap Alvan khawatir dan ngeri sendiri "Gak dibawa kerumah sakit aja, Van?"
Alvan mengelengkan kepala dan membersikan darah pelan-pelan. Setelah bersih Alvan menatap dirinya dan mengucek hidungnya yang masih basah agar memastikan kalau hidungnya tidak akan keluar darah lagi.
Alvan menghela nafas dan membuka laci bawah UKS lalu menyerahkan seragam yang ia dapat dari laci bawah itu ke Alana "Ini punya sekolah. Balikin ya"
Alana tersenyum menatap seragam itu dan menoleh ke Alvan yang sudah menatapnya "eh ada?"
Alvan mengangguk "iya itu. Balikin ya. Punya sekolah soalnya baju lu gua bawa aja biar gua laundry"
Alana mengelengkan kepala "Gak usah. Gak papa"
Alvan menarik pergelangan tangan Alana dengan tangan kirinya sedangkan tangan kananya masih betah bergetar lemas didalam sakunya. Alvan membawa Alana ke ruangan lain yang ada didalam UKS yang sebenernya ruangan dokter Clara yang dibuat khusus memang selaku penggurus UKS.
"ganti disitu aja. Gak bakalan ada CCTV"
"hah? Gak sopan kamu,Van. Ini ruangannya bu Clara"
Alvan berdecak sebal "kenapa sih?! Gak ada siapa-siapa juga. Kalau lu ganti diluar ruang UKS ya sama aja cari mati sama gua"
Alana mengendus sebal sebelum menutup pintu ruangan bu Clara. Alana tau, jika ia keluar dari UKS maka semua akan tahu kalau Alvan mimisan karna toilet ada ditengah-tengah kelas-kelas yang sedang dipakai ujian.
Alana sudah berganti seragam yang sama namun lebih bersih dam kelihatan baru sekali. Alana melipat seragamnya dengan rapi lalu keluar dari ruangan bu Clara.
Alvan tersenyum "Gitu dong. Nurut kalau dibilangin"
"lah elu siapa gua?"
"Temen lah!"
"ogah nurut sama temen gua"
Alvan menarik seragam Alana yang sudah dilipat rapi dan menaruhnya dibrangkar UKS serta dirinya sekarang sudah naik dan duduk disitu
"Udah sana gua mau tidur. Lu masih nomer 35 kan? Ujian kurang 15 menit"
Alana membulatkan matanya dan mengendus kesal "Terima kasih!" sindir Alana terang-terangan dan berlari menuju kelasnya.
Alvan terkekeh dan menatap pungung Alana yang lambat laun menghilang. Alvan tahu kata 'terima kasih' yang siucapkan Alana bukan semata-mata dirinya mau me-laundry seragam Alana tapi malah menyindirinya karna sudah membantu Alvan sampai dari UKS tapi Alvan sama sekali tidak mengucapkan kata itu.
Alvan membaringkan tubuhnya di brangkar UKS dan membenarkan bantalnya. Ah dia jadi kebayang wajah Alana yang lumayan cantik kalau dilihat dari dekat sewaktu ia menggodanya saat Alana menulis namanya tadi.
"Eh, Alana keturunan arab ya?" ucap Alvan pada diri sendiri.
Sedikit pendek untuk hari yang sibuk ini wkwkw. Btw gua lagi dijalan sempetin aja update kalo malem malem gak enak. Enaknya siang siang whahahha...
Okke terima kasih sudah membaca.
Maaf kalau banyak ke typoan hehehe
Kritik dan Saran dipersilakan...
Selasa, 2 juli 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
A
Teen FictionBagi Alvin, Alvan adalah segalanya. Alvan adalah nafasnya, Alvan denyut nadinya, Alvan adik sekaligus keluarga satu-satunya. Dirinya bahkan merelakan apapun bagi Alvan. Apapun. Agar Alvan tetap disampingnya dan berjuang dengannya. Bagi Alvan, ia mem...