Suasana makan malam yang biasanya rame entah kenapa jadi benar-benar sepi. Alvan yang biasanya cerewet terdiam. Alvin yang biasanya mendengarkan Alvan bercerita apapun juga terdiam.
Seluruh pekerja dirumah ini jadi ikut merasakan suasana horor setelah peperangan antar saudara yang tidak kunjung usai itu. Mereka tahu, Alvan dan Alvin sama-sama keras kepala sebenarnya.
"Lu mabuk?"
Akhirnya Alvin mau buka suara. Alvin sudah tidak tahan dengan berbagai pertanyaan di kepalanya saat ia menemukan Alvan tadi pagi dengan bau Alkohol.
"Bukanya kita udah sepakat untuk gak saling ikut campur?"
"lu harus kerumah sakit buat cek kondisi?!"
Alvan menatap Alvkn jenggah lalu ia terkekeh "Lu lupa dengan kata-kata gua setahun yang lalu?"
Alvin terdiam. Ia ingat betul kata-kata Alvan setelah Alvin mendonorkan ginjal dan sum-sum tulang belakangnya untuk Alvan. Alvan tidak mau berobat bahkan menginjak kakinya dirumah sakit kalau Alvin tetap saja mendonorkan apa yang ditubuhnya untuk Alvan.
Dulu, Alvin setuju-setuju saja ketika Alvan mengatakan seperti itu. Alvin menganggap Alvan hanya meluapkan emosinya sesaat. Tapi kali ini, ia salah prediksi. Alvan benar-benar mematuhi apa yang ia ucapkan.
"Van, kita harus cek kondisi lu setelah lu mabuk. Lu tahu kan? Alkohol pantangan untuk penderita AML"
PRANG!
Alvan sudah berdiri setelah membanting gelas yang ada ditanggannya lalu menatap Alvin dengan tatapan sangat terluka,
"Gua tahu kok. Gua emang penyakitan. Gua emang gak berguna. Gua emang gak bisa hidup tanpa ginjal dan sum-sum tulang belakang yang lu kasih ke gua! Gua sadar dan tahu. Seandainya apa yang seharunya jadi milik elu bisa gua kembaliin, gua akan kembaliin vin"
Alvan berjalan ke garasi rumahnya saat Alvin masih kaget atas ulah adiknya. Suara deru motor keras dan kencang membuat Alvin sadar, kalau Alvan sudah pergi dari rumahnya.
⛅
Alvan lagi-lagi memasuki diskotik. Ia sudah pernah masuk kesini tapi ia masih gelisah dan belum terbiasa. Alvan menghindar saat wanita sexy menghampirinya dan mencoba menggodanya tapi Alvan dengan blak-blakan mengatakan tidak minat membuat perempuan itu pergi dengan kesal.
Alvan berjalan ke barista yang ia temui kemarin. Alvan tersenyum melihat Eras yang melayani pelanggan. Alvan duduk di bar yang sama dengan kemarin. Eras yang melihat Alvan tersenyum lalu mengajak Alvan ngobrol dengan ia masih melanjutkan pekerjaanya,
"Ketagihan lu?"
Alvan terkekeh dan mengangguk "makasih ya! Udah ngasih minuman yang enak dan nagih"
"Masih nagihan narkoba kali. Sayangnya gua gak pernah nyobain. Takut. Gua bukan orang kaya buat beli barang begituan"
Alvan tertengun dan melihat Eras kuwalahan melayani pelanggan dan para wanita yang menggodoanya. Memang, wajah Eras tampan. Alvam jadi teringat ia beberapa kali mengkonsumsi narkoba berjenis heroin.
Bukan. bukan untuk disalah gunakan tapi memang dirinya diberikan itu untuk bisa menahan rasa sakitnya oleh dokter Raihan. Bahkan, obat-obatannya saja saat ini sudah dicampuri narkoba berjenis ganja untuk membuatnya tidak merasakan sakit yang teramat kalau kankernya sudaj berulah lagi.
Alvan mengeryitkan dahinya melihat Alex duduk disofa sendiri. Alvan tahu Alex memang suka ke diskotik tapi Alvan tidak menyangka kalau dirinya bisa menemukan Alex disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
A
Teen FictionBagi Alvin, Alvan adalah segalanya. Alvan adalah nafasnya, Alvan denyut nadinya, Alvan adik sekaligus keluarga satu-satunya. Dirinya bahkan merelakan apapun bagi Alvan. Apapun. Agar Alvan tetap disampingnya dan berjuang dengannya. Bagi Alvan, ia mem...