Alvin mengaduk es teh manisnya dengan rasa tidak mood. Alvin mengendus sebal. Ah entah kenapa perasaanya jadi seperti ini.
Rasanya dirinya tidak terima kalau Alvan dekat dengan Alana.
Bukan, ah entah kenapa. Alvan gak mengerti kenapa dengan perasaan dan hatinya? Rasanya dia ingin marah-marah terus.
"Alvin, traktir dong"
Alvin menoleh ke Alvan yang sudah cengegesan disebelahnya sedangkan teman-temannya sudah duduk dibangku tengah-tengah dan Alvin mengendus sebal melihat kelakuan Faris dan Alex yang sok kecakepan.
"Duit elu duit gua. Udah dikasih jatah 10 juta perbulan juga sama om Vino masih minta traktir gua"
"Ah... Alvin"
"Ape?"
Alvan mengendus melihat Alvin yang nada bicaranya biasa tapi auranya lagi meledak-ledak. Bisa dilihat dari mata Alvin yang melihat Alvan seolah ingin membunuhnya.
"Alvin serem ih kalo lagi badmood"
"mau gua makan lu?!"
Alvan keburu ngancir duluan ke bangku teman-temannya sebelum Alvin meledak-ledak tidak jelas. Alvan mengacak rambutnya dan berdiri tapi ia meminum es tehnya sebentar dan melihat sekitaran. Ah, Alvin jengah sekali ditatap memuji oleh para adik kelasnya dan berjalan pergi dari kantin.
"Kakak lu napa sih,Van?" tanya Alex heran.
"eits! Yang kakak itu gua. Mana ada dia, orang dia adek" jawab Alvan merengut. Dia tidak terima dianggap adik. Titik.
"yaya pokoknya kembaran lu" jengah Alex.
"ya gak tau. Tadi gua mintain traktir eh marah-marah"
"gak biasanya. Tumben"
"Galau kali!" ucapan asal dari Reno membuat Alvan berpikir keras apa bener? Tapi galauin siapa juga?
Alvan mengangkat bahunya acuh "ya gak tau lah pokoknya. Nanti aja pas dirumah biar gua bahas sama dia"
⛅
Alana mengangkat kakinya disebuah tempat duduk yang terbuat dari semen dibelangkang sekolah sambil mengangkat kakinya dan menaruh buku diatas lututnya.
Alana mencoret-coret bukunya saat dia rasa dia salah menjawab soal-soal yang ada dibuku itu dan mulai memikirkannya lagi.
Alvin yang melihat tersenyum sendiri. Alvin berjalan mendekati Alana dan duduk disebelah Alana dan menyamakan posisi dirinya dengan Alana yang sedang menyandarkan ketembok dengan kaki dinaikkan.
"Gampang ini. Ini tuh ya, salah rumus. Ini harusnya ngitung penjualan bersih dulu baru ngitung penjualannya"
Alana menatap Alvin yang sebelumnya kesal karena buku ekonomi-akuntansinya tiba-tiba didiambil jadi tersenyum kagum karna betapa encernya otak Alvin.
"Lu pinter ya, ini kan mapel anak IPS. Lu bisa ngerti. Emang di kelas lu ada ya?"
Alvan mengangguk "Ada. Dasarannya aja gak sampek sedalem ini"
"terus belajar dimana kayak gini?"
"liatin buku-buku Alvan yang jarang kepengang"
Alana tertawa dan tawa itu menular ke Alvin "Kok bisa sih? Mana ada"
Alvin mengangguk mantab "iya, Alvan jarang belajar. Serius. Bukunya sampek berdebu dirumah"
KAMU SEDANG MEMBACA
A
Teen FictionBagi Alvin, Alvan adalah segalanya. Alvan adalah nafasnya, Alvan denyut nadinya, Alvan adik sekaligus keluarga satu-satunya. Dirinya bahkan merelakan apapun bagi Alvan. Apapun. Agar Alvan tetap disampingnya dan berjuang dengannya. Bagi Alvan, ia mem...