Lari Alvin berhenti ketika melihat adiknya terbaring lemah diruang ICU. Alvin melangkahkan kakinya ke kaca yang menghalangi mereka untuk satu ruangan. Alvin terdiam menatap adiknya, satu-satunya orang yang dia sayangi bertahan hidup bahkan ia tidak bisa membantu apapun.
Alvin ingin menangis tapi entah kenapa air matanya bahkan tidak mau menetes. Dadanya sesak tapi entah kenapa ia menahan semuanya. Alvin benar-benar lemas saat mengingat sebelum Alvan seperti ini Alvan bahkan masih sempat berdebat dengannya perkara Alex.
Alvin melemas bahkan tubuhnya terjatuh kelantai saat ini. Air matanya mengalir begitu saja sampai ia sesak dan tidak tahu bagaimana bernafas dengan baik saat menangis. Alvin merasa ada seseorang yang memindahkan tubuhnya ke tempat duduk diruang ICU. Alvin menoleh dan dokter Raihan tersenyum lalu Alvin memeluk sosok dokter yang ia anggap malaikat dengan erat.
"Selamatin Alvan dok. Aku mohon"
Ucapan lirih dan begitu tulus dari seorang Alvinno membuat air mata dokter Raihan keluar begitu saja. Raihan mengelus kepala Alvin menenangkan Alvin yang masih menangis sesegukan.
"Saya bodoh dok! Bahkan saya gak temenin Alvan tadi malam. Saya bodoh! Saya saya saya" Alvin merasa tercekat ketika ingin mengatakan perihal semalam. Alvin benar-benar menyesali kebodohan semalam bahkan dirinya tidak melihat CCTV kamar Alvan sebelum tidur.
Alvin melepaskan pelukan dokter Raihan dan mengusap air matanya lalu menatap dokter Raihan seakan mengintimidasi "Kejadiannya gimana dok?"
Dokter Raihan menatap Alvin lekat "Tadi pagi sekisar jam 10 an saya ke kamar Alvan untuk memeriksa keadaanya seperti biasa dan ingin mengambil sempel darahnya untuk dicek dilaboraturium hari ini. Tapi, saya menemukan Alvin tergeletak dilantai dengan darah dimana-mana"
Alvin berusaha menatap dokter Raihan tidak menangis. Ia menahannya sampai sesak tapi ia masih bertahan sampai dokter Raihan menjelaskan serangkai kejadian tadi pagi
"Saya berusaha menghubungi kamu ribuan kali tapi tidak aktif. Saya coba hubungin pembantu kamu tapi semua bilang kalau kamu masih disekolah. Lalu saya minta suster Naira untuk menghubungi Alana yang satu sekolah dengan kamu"
Alvin mengingit bibir dalamnya untuk menghentikan isak tangisnya. Alvin mengusap air matanya yang terus menerus jatuh tanpa ia mau.
"keadaan Alvan gimana?"
Dokter Raihan menatap Alvin memohon lalu bibirnya bergetar "sumsum tulang belakang yang kamu donorkan setahun yang lalu sudah rusak. Tubuh Alvin ternyata selama dua bulan lebih ini tidak menghasilkan sama sekali sel darah merah dan sel darah putih yang ada ditubuhnya semakin bertambah. Tubuh Alvan benar-benar kuat 2 bulan dengan sel darah merah yang sangat menipis......"
".......Alvan saat ini benar-benar butuh donor sum-sum tulang belakang, Vin"
Alvin mengangguk atas penjelasan dokter Raihan "Ayo dok! Sekarang! Ambil apapun ditubuh saya dok untuk Alvan"
Alvin sudah berdiri dan menarik tangan dokter Raihan tapi dokter Raihan malah terdiam dan menatap Alvin dalam "Apa kamu yakin Alvan gak akan semarah setahun yang lalu sama kamu vin saat kamu mendonorkan ginjalmu untuk dia?"
Alvin terdiam dan menatap dokter Raihan seakan memori mereka dibawa kesetahun yang lalu dimana kondisi Alvan sama seperti ini atau bahkan lebih parah.
"Saya yang tanggung dok! Tapi sekarang, Kita harus lakukan pengambilan sum-sum tulang belakang saya untuk Alvan"
Dokter Raihan mengangguk mantap. Sekarang bukan saatnya mereka mengingat masa lalu saat ini mereka harus mengupayakan apapun untuk Alvan.
Alvin tercengang ketika melihat Alana didepan pintu ICU. Tapi saat dokter Reihan dibelakangnya ia langsung menarik dokter Raihan untuk mempersiapkan dirinya agar sum-sum tulang belakangnya bisa menyelamatkan Alvan saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
A
Teen FictionBagi Alvin, Alvan adalah segalanya. Alvan adalah nafasnya, Alvan denyut nadinya, Alvan adik sekaligus keluarga satu-satunya. Dirinya bahkan merelakan apapun bagi Alvan. Apapun. Agar Alvan tetap disampingnya dan berjuang dengannya. Bagi Alvan, ia mem...