TINNNN!!
Alvan tertawa keras melihat ekspresi bapak-bapak itu ketika Alvan menjahili bapak itu dengan mengunakan bel mobilnya untuk membuat bapak-bapak tadi yang sombongnya selangit kaget.
Alvan tertawa terpingkal-pingkal sampai tangannya memukul dadanya sendiri tapi dengan cepat Alana langsung memengang tangan Alvan yang sudah beberapa kali memukul dadanya sendiri hanya karena tertawa.
"Nanti biru"
Alvan menatap mata Alana dan Alana langsung melepaskan tangannya dipergelangan tangan Alvan. Alvan membenarkan posisi duduknya dan fokus untuk menyetir.
"Rumah lu dimana?" tanya Alvan sebeneranya bukan hanya sekedar basa-basi tapi Alvan memang tidak tahu menahu soal rumah Alana.
Alana mengeleng "Langsung rumah sakit aja. Kerja"
"Gak libur? Kan ujian?"
"Mau makan apa gua kalo libur?"
Alvan terdiam. Pertanyaan singkat Alana menampar dirinya yang terlalu boros. Banyak sekali orang-orang diluar sana yang bertahan hidup,banting tulang, kerja keras hanya untuk makan atau sekolah. Tidak usah jauh-jauh, contohnya Alana dan Daniel.
Alvan menghela nafas beratnya, ia bahkan sudah tidak tahu harus berkata apa ke Alana. Alvan menghentikan mobilnya saat sudah sampai ke depan rumah sakit.
"Makasih ya van" ucap Alana tersenyum dan turun dari mobil Alvan.
"okke. Sans. Gua duluan ya!"
Alana melihat mobil Alvan yang mewah sudah melaju kencang menghilang dari kawasan rumah sakit. Alana memutar balik badannya dan hampir terjungkal ketika dokter Raihan ada dibelakangnya pas.
"Astagfirullah! Dokter ih!"
Dokter raihan tersenyum "maaf. Em Alana, boleh saya bicara dengan kamu sebentar?"
Alana mengangguk "Bicara apa ya dok?"
Dokter Raihan menatap Alana tetap dengan senyuman manisnya "Kita keruangan saya saja ya?"
Alana mengangguk dan mengikuti dokter Raihan melangkah duluan ke ruangan dokternya.
⛅
Alvan melemparkan kunci mobilnya ke laci khusus kunci-kunci mobil digarasinya. Alvan sudah gerah, ingin ganti baju dan langsung kerumah Alex karna di grup whatsapp-nya teman-temannya sudah ngomel karna Alvan belum juga kelihatan.
Alvan menatap kamar Alvin tertutup. Entah kenapa kaki dan hatinya ingin sekali melihat Alvin sedang apa. Padahal biasanya Alvan selalu cuek-cuek saja dengan Alvin.
Tok Tok Tok
"Vin?" panggil Alvan pelan.
"Alvin? Ngapain? Gua udah pulang nih"
"Alvin?"
Alvan mengerutkan dahinya. Tidak biasanya. Ini aneh. Alvin bahkan tidak menjawab panggilannya sama sekali. Alvan mulai membuka pintu Alvin tapi malah pintunya tertutup.
"Vin?! Lu okey?"
Alvan berlari turun ke bawah untuk mengambil cadangan kunci yang terletak dikamar utama alias kamar ibunya yang kosong. Niatnya seperti itu sebelum ia melihat Alvin yang ada dikamar ibunya dengan selimut tebal yang memutupinya dipojok ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A
Teen FictionBagi Alvin, Alvan adalah segalanya. Alvan adalah nafasnya, Alvan denyut nadinya, Alvan adik sekaligus keluarga satu-satunya. Dirinya bahkan merelakan apapun bagi Alvan. Apapun. Agar Alvan tetap disampingnya dan berjuang dengannya. Bagi Alvan, ia mem...