01 Juni 2018
__
Kata yang pernah patah hati, cinta itu ilusi.
Kata yang sedang jatuh hati, cinta itu cerita fiksi.
Dan dalam bait ini, kubuat kau dan aku tokoh utamanya, kita berafeksi.
Atau hanya aku sedang kau tak bereaksi?
__Juni yang cerah ceria sedang hilang. Direbut mendung.
Karenanya aku tak pernah suka mendung, sebab ketika kaki ini melangkah ke luar, ia mengeroyokiku dengan air yang cukup ampuh membuatku mendumal dan masuk kembali ke dalam rumah.
Aku tidak pernah memakai payung, itu membuat tanganku kerepotan dan tidak bisa berayun bebas. Aku tidak pernah memakai mantel, karena aku tidak punya, dan tidak berminat untuk punya.
Aku lebih suka menunggu reda, itu sebabnya ketika musim hujan aku termasuk kriteria siswa bandel yang lebih memilih telat daripada nekat. Bahkan tak sungkan membolos apabila debit airnya deras serta berdurasi awet. Bukan, bukan karena aku benci hujan, hanya lebih suka terik saja.
Namun hari ini, hari pertama di bulan Juni, mendung sedang menyambutku dengan ramah. Tak ada tanda-tanda hujan akan turun meski sudah berdiri cukup lama di luar rumah.
Aku berjalan menyusuri jalan setapak dengan langkah pelan, kepala tertunduk, sesekali menendang kerikil tak bersalah hingga menggelinding jauh dan berhenti di lapak baru.
Telingaku menangkap suasana jalan yang mulai ramai oleh manusia-manusia 'pengejar nikmat dunia'. Sebelum akhirnya terenggut oleh alunan piano yang seketika membuat kepalaku terangkat, menilik keadaan sekitar hingga tertuju pada satu manusia yang menyita atensiku sepenuhnya. Manusia yang memainkan jari-jemarinya dengan lihai di atas tuts piano di kafe pinggir jalan itu.
Yiruma - River Flows In You.
Adalah lagu yang manusia itu mainkan.
Sialnya, aku menikmati permainannya dengan tatapan memuja.
Lebih sialnya lagi, hatiku bereaksi aneh ketika manusia itu menyelesaikan lagu dan disambut dengan mereka yang bersorak-sorai.
Mereka-yang sebagian besar adalah gadis sepertiku-dengan netra berbinar menatap kagum sosok manusia yang mulai beranjak dari duduknya, merapikan setelan kemejanya dan sedikit membungkuk seakan tanda jika ia harus pamit dari petunjukan singkatnya itu.
Sama seperti gadis lain, aku masih enggan mengalihkan pandang dari sorot mata yang entah mengapa memiliki daya magnetik. Mengabaikan inner-ku yang meracau tak jelas saat manusia itu mengambil jalan yang berlawanan arah dengan ruteku.
Berjalan persis di depanku, semakin mendekat, semakin mendekat, semakin mendekat, kemudian melewatiku usai menggeser tubuhnya sedikit ke sisi kiri. Menghadirkan aroma mocca yang menguar pekat menembus indera penciumanku.
Aroma yang sebenarnya tidak aku suka, namun menjadi suka karena manusia itu si pemilik aromanya.
Kepada Tuan yang meragut atensi.
Yang meluluhkanku tanpa perlu banyak durasi.
Yang menyulut hatiku mengingin interaksi.
Namun mengapa langkah ini begitu gengsi?
⬆️Sajak Tuan Juni⬆️
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Juni | NJM ✔
PoetryIni bukan tentang terik yang mengalah agar mendung menyinggah. Ini tentang Juni yang kehilangan hujannya. ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ "Namaku Hara, siapa namamu?" ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ "Aku lahir di bulan Juni." ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ "Baiklah, aku akan memanggilmu Tuan Juni." ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ Start: 13 Juni 2...