An : Maaf. Semoga tidak membosankan.
Selamat membaca.
__
Sendiri. Berhari-hari. Semesta menyepikan diri.
Sendiri. Berlari-lari. Seseorang dicari-cari.
Sendiri. Berseri-seri. Itu dulu ketika hatinya dicuri-dicuri.
Oleh seseorang yang tak terpungkiri untuk ditelusuri, segala perihalnya berdasar naluri.
__
Piano di kafé pinggir jalan itu tidak lagi ada; lenyap. Mungkin sudah dipindahkan. Begitupula sosok yang pernah memainkannya.
Aku sengaja memperlambat laju langkahku ketika melewati jalan ini. Jalan dimana pertama kalinya kami; aku dan Tuan Juni bertemu. Dengan harapan menemukan apa yang sepasang netra ini cari, namun sayangnya berakhir mengecewakan diri.
Dimana dia?
Pertanyaan itu ditujukan kepada siapa?
Aku.
Tapi aku tidak tahu pula jawabannya.
Hari-hari berlalu, dan manusia yang pandai bersembunyi itu masih tak kasat di jangkauanku. Saking bencinya dia terhadapku? Disaat aku saking cintanya terhadapnya.
Bodoh memang. Apa yang patut dipertahankan dari rasa yang kubangun sendirian?
Benar kata orang, jatuh cinta itu mudah, patah sama mudahnya.
Ya. Sekarang aku tidak lagi menyukainya. Rasa suka itu beralih menjadi cinta yang jika ditanya mengapa aku bisa mencintainya, aku masih belum menemukan alasan yang benar-benar tepat.
Kata Tuan Juni, hadirnya sebuah perasaan tidak mungkin tanpa alasan. Bohong jika ada seseorang yang mengatakan, ‘aku mencintaimu tanpa alasan’. Sebab untuk sebuah kepergian atau perpisahan, pun dibutuhkan setidaknya satu alasan.
Namun Tuan Juni tidak bisa mengatakan apa alasannya memilih pergi, atau lebih tepatnya belum bisa mengatakan. Sama dengan diriku yang masih mencari tahu apa alasan terbaik mengapa aku bisa begitu mencintainya. Sedalam ini.
Lagi-lagi kata orang, kau akan merasa bahagia meski hanya melihat orang yang kau cintai. Dan ketika aku melihat Tuan Juni, aku merasa bahagia. Apakah itu merupakan alasan mengapa aku mencintainya?
Aku masih ingat betul bagaimana alunan permainan piano Tuan Juni yang membuat jiwaku begitu tenang, bagai manusia yang paling bahagia di bumi ini. Apakah itu berarti aku mencintainya karena permainan piano yang Tuan Juni suguhkan?
Atau karena wajah Tuan Juni yang tampan bagai pangeran negeri dongeng—baiklah ini sedikit berlebihan—tapi bukankah banyak pemuda tampan di dunia yang luas ini? Lantas mengapa aku tidak jatuh cinta pada mereka?
Itu artinya aku mencintai Tuan Juni bukan karena rupa semata.
Lalu?Berbulan-bulan aku memikirkan alasan itu. Berbulan-bulan aku mencari sosok yang sangat kurindukan itu. Berbulan-bulan aku diliputi perasaan resah akan cinta yang harusnya pudar tapi justru semakin pekat.
Juni 2018 adalah saat terakhir kali aku melihat Tuan Juni. Sekarang kalender memasuki 1 Juni 2019.
12 bulan telah berlalu.
Singkat.
Dan 1 Juni 2019 ini disambut oleh mendung. Cuaca yang Tuan Juni sukai.
Aku duduk di kafé yang menjadi memori tersendiri, kafé Historia namanya.
Ada dua cangkir di atas mejaku, satu kopi hitam tanpa gula, satu lagi teh hijau tawar yang sedang kesesap sembari memerhatikan orang-orang berlalu-lalang dari balik kaca.
Sengaja kupesan dua minuman, agar aku tak merasa sendirian. Agar aku merasa Tuan Juni tengah duduk di hadapanku sembari menunggu kopi hitamnya menghangat.
Selalu seperti ini semenjak setahun terakhir. Bahkan hampir setiap hari aku menginjakkan kaki di tempat ini, namun tidak juga Tuan Juni aku jumpai.
Tuan sedang dimana?
Harusnya hari itu, aku keukeuh mencegahmu pergi sebelum kamu memberiku nomor ponselmu. Agar aku bisa menelpon dan bertanya akan keberadaanmu yang menjadi pertanyaan terbesarku.
Tuan, lihatlah. Sekarang adalah bulan Juni. Bulan kelahiranmu. Berikan aku kesempatan untuk mengucapkan kata ulang tahun untukmu setelah aku tidak bisa mengucapkannya pada Juni tahun lalu.
Tanggal berapa ulang tahunmu?
Bisakah kamu menemui dan memberitahuku?
Kemudian, bisakah kita meniup lilin dan merayakannya bersama-sama?
Kita sama-sama di bumi, Tuan, tak berbeda dimensi.
Tapi mengapa keberadaanmu tak terdeteksi?
⬆️Sajak Tuan Juni [11]⬆️
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Juni | NJM ✔
PoetryIni bukan tentang terik yang mengalah agar mendung menyinggah. Ini tentang Juni yang kehilangan hujannya. ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ "Namaku Hara, siapa namamu?" ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ "Aku lahir di bulan Juni." ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ "Baiklah, aku akan memanggilmu Tuan Juni." ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ Start: 13 Juni 2...