Awal

119 28 5
                                    

"Jadi ini siapa yang mau jadi ketua kelas? " tanya Zahra pada seisi kelas.

"Selvi aja dzah," usul Eka.

"Oe gak mau Ka," tolak Selvi.

"Yaudah yang mau jadi ketua kelas berdiri sekarang," perintah Zahra. Tak lama, berdiri lah Ikmal, Via dan Imran. Imran adalah teman sebangku Ikmal dan ia juga yang pertama kali kenal dengan Ikmal semoga mereka berdua berteman dengan baik.

"Oke, jadi siapa yang setuju Ikmal? " tanya Zahra, dari jumlahnya sih sekitar 75%.

"Siapa yang setuju Via? " kalau ini jumlahnya 80%, Via menunjukkan wajah sombongnya.

"Siapa yang setuju Imran?" Imran hanya 50% saja.

"Baik, karena yang paling banyak dukungan suaranya adalah Via ,maka Via lah yang menjadi ketua kelas dan Ikmal jadi wakil kelasnya yah," Seisi kelas pun bertepuk tangan.

"Cih," Selvi tak terima, karena seorang Via yang menjadi ketua kelas ,baru sehari saja sudah membuat masalah. Apalagi kedepannya, fikir Selvi yang sudah risau akan Intan karena Selvi sudah berpengalaman berteman dengan orang yang langka langka seperti Via.

"Sel udah Sel," Siti menenangkan Selvi, Tetapi Selvi masih menaruh amarah pada Via.

📖

"Sini masuk," ajak Ivan pada Ivan, kini mereka sudah sampai dikantor sekolah.

"Takut ada ustad-ustad yang lain,"

"nggak ada kok, lagi pada ngajar semua."

Intan menelan ludahnya membuang rasa geroginya, kemudian ia membuntuti Ivan masuk kekantor sekolah. Ivan duduk dikursinya lalu Intan duduk dihadapan Ivan dengan kursi yang sudah disediakan.

"Oke, kamu biasa aja yah." Ivan menenangkan Intan karena ia melihat mimik wajah Intan yang cukup tegang saat ini, pasalnya Intan juga jarang kekantor sekolah karena ia juga jarang membuat masalah apalagi seperti dihakimi saat ini.

"Jadi saya mau kasih tahu," Ivan membuka pembicaraan.

"Kasih tau apa kak? "

"kamu kalo ada apa-apa ke saya aja, Ilmi udah nitipin kamu ke saya."

"Oh, iya kak. Papah juga kemarin sempat omong katanya teman kak Ilmi yang mau jagain saya," Intan tersenyum.

"Iya, jadi kemarin saya itu mau nemuin papah kamu tapi gak sempat ada urusan biasa, jadi yaudah deh saya gak nyamperin kamu. "

"Btw kak, emang disini gak boleh omong lu-gue yaa?. Jujur, aku gak enak kalo omong, apalagi sama teman-teman aku yang sepantaran jadi, gimana gitu."

"Namanya juga dipesantren kita harus mematuhi peraturan yang ada."


"Kak,kok kakak bisa jadi guru disini?"

"ih, kepo"

Intan hanya memutar bola mata malasnya.

"Oh, iya kamu jangan panggil saya kakak kalau dipondok yaa."

"Gak mau,blee," Intan menjulurkan lidah kearah Ivan, ia meledek Ivan. Dan Ivan pun memijat pelan pelipisnya karena ia rasa santri baru tahun ini otaknya miring semua.

"Kalau kamu gak mau, nanti ada kecemburan sosial." Ivan mengeluarkan suara pasrahnya, Lalu Intan menyipitkan matanya.

"Kecemburuan sosial, emang kakak siapa? " tanya Intan yang agak bingung dengan maksud Ivan.

"Kamu tau kan saya em em,"

Intan memiringkan wajahnya bingung sesekali ia menggaruk kepalanya yang diselimuti kerudung.

"Aduh, udahlah nanti juga kamu tahu sendiri."

"Oh, yaudah." Intan memutar bola mata malasnya lagi.

"Yaudah," Ivan mendongakan dagunya tak mau kalah.

"Saya pergi nih?" tanya Intan untuk mengkodekan dia malu untuk berjalan sendirian apalagi melewati asrama santri putra.

"Iya, sana pergi" usir Ivan.

Hah!? sama aja mau jadi guru kek, mau jadi manusia kek, tetep ngeselin. Keluh Intan didalam hati, ia bingung harus bagaimana. Karena ia tengsin balik kekelas sendirian ,apalagi melewati asrama putra, jika bisa Intan ingin mencakar-cakar wajah Ivan sekarang karena dialah yang membuat Intan jadi begini. Walaupun fikiran Intan melayang kemana-mana, tapi bola mata Intan tetap tertuju pada Ivan yang tengah memandanginya dengan tatapan sinis saat ini, karena Ivan juga risih dengan cara pandang Intan yang seperti banteng ingin menyuruduk orang.

"Kamu kenapa?" tanya Ivan santai karena Ivan berharap Intan juga akan menjawabnya santai.

"Pake nanya kenapa lagi!" bentak Intan sambil melipat tangannya didepan dada lalu Ivan menutup matanya kaget, ternyata dugaan Ivan salah Intan malah begitu padanya.

"Oke, kamu mau apa?" tanya Ivan pelan berusaha untuk menenangkan Intan dan dirinya.

"Yah, anterin lah kak. Masa iya gue jalan kesana sendirian" rengek Intan masih dengan tatapan sinisnya.

"Eh gak boleh omong lu-gue," Ivan mengingatkan, Intan membulatkan matanya lalu menutup mulutnya, karena ia lupa dan sedikit kesal juga pada Ivan .

"Yaudah maaf, anterin aku aja sampai gerbang perbatasan situ deh." Pinta Intan, yang dihadiahi senyuman oleh Ivan.

"Kok malah senyum-senyum sih," Intan yang merasa aneh pada Ivan.

"Enggak, kamu lucu aja." Ivan tertawa manis. Hati Intan pun langsung melompat-lompat girang saat melihat Ivan tertawa manis seperti ini, gila ganteng parahh, seperti itulah keadaan hati Intan yang terlonjak senang, namun ia sadar kembali karena Intan harus mempertahankan eksperesi sebelumnya ini demi nama baik wanita yah, begitulah pikir Intan lalu ia memanyunkan bibirnya dan berusaha tidak peduli pada apa yang dilakukan Ivan.

"Yaudah, saya antar yaa." Ivan pun sadar bahwa Intan belum padam dari perasaan kesalnya,Intan tidak menjawab ia hanya mengedipkan mata kesalnya.

"Oke, saya minta maaf saya antar sekarang yuk." Ajak Ivan, sebenarnya hati Intan pun senang karena Ivan mau mengantarnya walaupun sampai kegerbang putri saja tapi ia berusaha untuk cuek bebek pada Ivan.

"Ayuk," ajak Ivan yang sudah berdiri diambang pintu.

"Yaudah duluan,"

"entar,kalau ditinggal kesal kaya tadi."
Ivan tersenyum yang membuat Intan meleleh, lalu Intan membuang nafasnya untuk menetralkan hatinya saat ini dan mereka pun jalan bersama menuju gerbang putri.

📖

Wanita kalau sudah kesal mah susah, terus kalau kamu dimarahin yah, pasrah.

Jangan lupa vote dan coment:).

Intan {Sudah Terbit} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang