Ivan's pov
Aku sudah berjalan kearah asrama putra sesekali aku menatap Intan matanya agak lelah dan penuh ketakutan, aku sempat bingung jika aku nanti sudah tidak mengajar dan harus keluar dari pondok nanti siapa yang menjaga dia?, ustadzah Zahra tidak ada 24 jam dipondok kalau ustadzah yang lain. Hmm, kurasa tidak terlalu buruk mungkin ustadzah lain bisa membantu tapi aku juga tidak bisa memprediksikan kapan aku keluar dari sini, terserah mamah aja lah. Suasana diasrama putra sudah gelap itu membuatku harus berjalan lebih cepat dari yang sebelumnya, keringat dingin membanjiri keningku tak menyangka jika suasana malam dipondok seperti ini waktu dulu aku tak pernah merasakan ketakutan yang berlebih saat ini tiba-tiba ada yang menepuk bahuku dari belakang,aku langsung memberhentikan langkahku dan membulatkan mata terkejut, aku menelan ludah dan tidak berani untuk menengok kebelakang tapi yang dibelakang menepuk bahuku lagi dan."Waa!" orang tersebut menganggetkanku sesaat aku sudah menoleh.
"Aaaaa!" teriakku spontan.
"Apaan sih lu alay bet dah," ternyata ia adalah Akmal, anak pertama dari Pak Kiyai ia satu angkatan denganku.
"Kok, lu belum tidur sih." Kataku dengan nada kesal.
"Santai bro," Akmal merangkul bahuku ,buru-buru aku langsung melepaskan tangannya yang ada dibahuku.
"Ih, apaan sih" aku mendengus kesal.
"Van, lu abis dari mana?" tanyanya menatapku horor.
"Abis dari asrama putri," jawabku santai.
"Ciee," ledeknya, aku hanya mengangkat satu alisku bingung.
"Apaan sih lu?" tanyaku, aku berharap ia tidak tahu apa yang aku lakukan tadi. Karena aku menemani Intan semata-mata untuk menjaganya, perintah dari mamahku dan orang tuanya Intan.
"Gapapa, gue mau balik dadah." Akmal langsung pergi begitu saja sambil melambaikan tangannya, aku tidak membalas lambaiannya hanya melihat dia yang semakin lama semakin menjauh kemudian aku meneruskan berjalan lagi menuju kamarku.
📖
05.00
"Intan bangun!" Selvi menggoyangkan tubuh Intan, namun ia tak kunjung bangun. Sebenarnya dari jam tiga dini hari tadi, Selvi sempat memegang kening Intan yang terasa panas, bibirnya juga pucat dan Selvi juga tidak tega untuk membangunkannya."Gimana Sel?" tanya Siti yang gemetar melihat Intan yang tak kunjung bangun. Selvi pun memegang kening Intan lagi, sepertinya tidak terlalu panas seperti tadi hanya saja bibirnya yang masih pucat.
"Udah gak terlalu panas sih, tapi kita harus bangunin Intan buat shalat shubuh dulu." Selvi dengan mimik wajah yang khawatir.
"Tapi udah bilang Eka sama Aini kan, buat izinin kita gak ikut belajar shubuh dulu?" tanya Selvi.
"Udah kok Sel,"
"yaudah kita bangunin Intan lagi," Selvi mulai menggoyangkan tubuh Intan tak lama, Intan pun mulai membuka matanya.
"Selvi," gumam Intan.
"Tan, shalat dulu yuk" ajak Selvi sambil membantu Intan untuk duduk.
"Eh, jam berapa sekarang?" Intan langsung panik.
"Tenang Tan, masih ada waktu kok" Siti menangkan Intan dan Intan pun menghela nafas lega, kemudian Intan pun turun dari tempat tidurnya sebelumnya ia memakai kerudungnya terlebih dahulu, ia seperti orang habis mabuk kepalanya terasa berat sekali dan pandangannya pun agak kabur.