Bagian 37

132 12 0
                                        

  patah hati bukan berarti Gue harus ikutan mati kan? Kalimat itu yang sedari tadi Gue tanam di otak. Masalah percintaan Gue boleh gagal tapi enggak dengan urusan yang lain.

  Setelah dapat nasihat dan motivasi dari Bunda Gue jadi berpikir, enggak ada gunanya Gue nangis-nangis kemarin. Semuanya udah berlalu, enggak ada yang perlu Gue sesali. Gue masih muda dan jalan Gue masih cukup panjang.

  Pagi ini Gue udah rapi dengan seragam sekolah. Setelah 2 hari Gue bolos, hari ini Gue lebih memilih berangkat. Udah capek juga denger ceramah Bang Nando yang enggak ada habisnya.  Iya, Bang Nando udah tahu semuanya.  Tepat hari itu, Gue cerita semua ke Bang Nando, dari awal Gue jalanin misi rahasia sampai akhirnya yang kemarin itu.

  Kalau kalian tanya gimana reaksi Bang Nando? Dia biasa aja. Enggak ada adegan dia berantem sama Kak Leo karena enggak terima adeknya diginiin. Bang Nando bilang, itu masalah Gue sama Kak Leo, Bang Nando enggak mau ikut-ikutan. Kak Leo itu salah satu sahabat Bang Nando, dan Bang Nando enggak mau kehilangan sahabatnya cuma karena masalah yang sama sekali enggak melibatkan dirinya. Gue yang waktu itu lagi emosi, ngelarang Bang Nando buat temenan lagi sama Kak Leo, hal ini berujung dengan Gue harus duduk berjam-jam dengerin kisah gimana ikatan persahabatan mereka. Banyak masalah yang udah mereka lewati bareng-bareng, sampai pentingnya sahabat di hidup pun Bang Nando ceritain.

"Ale!! Mau berangakat sekolah enggak Lo? Lumutan Gue nunggu." Gue bergegas keluar rumah, menghampiri Dino yang udah duduk di motornya. Sesuai kesepakatan Gue sama Bunda, mulai sekarang Dino yang bakal antar jemput Gue. Enggak ada penolakan.

"Dandan lama bener, muka masih gitu-gitu aja," gerutu Dino.

"Enggak usah banyak bacot! Ayo cepet berangkat!"

"Berasa Gue tukang ojek ya Lo?! Enak bener kalo ngomong," kesal Dino. Biarpun begitu, Dino tetap segera melajukan motornya mengikuti perintah Gue.

  Di perjalanan terjadi keheningan diantara kami. Masing-masing dari kita tidak ada yang mau memulai percakapan. Gue lagi sibuk memikirkan gimana Gue cerita masalah ini ke Ressa sama Uli. Gue terlalu malas membuka hal yang menurut Gue enggak lagi penting.

  Kita berdua sampai di sekolah. Enggak seperti biasanya, Gue memutuskan buat nunggu Dino terlebih dahulu.

"Kesambet apa Lo? Pake nungguin Gue segala."

"Ditunggu salah, ditinggal juga salah. Mau Lo apa sih?"

"Mau Gue? Yakin mau tau Gue mau apa? Ah jangan deh! Ntar Lo nyesel lagi." Karena kesel liat Dino yang cuma berdiri di tempat Gue narik lengan dia kasar.

"Eh santai dong Le! Enggak sabaran banget dah."

  Akhirnya kita berdua sampai dikelas. Yang enggak perlu Gue jelasin pasti kalian udah tau gimana keadaannya. Dengan langkah cepat Gue menuju bangku Gue. Duduk dengan nyaman di sana.

"Ale.."

"Kenapa Bel?" Jawab Gue setelah memutar tubuh menghadap Bella yang berdiri di samping Gue.

"Kemana aja Lo? Dua hari bolos sekolah," tanya Bella.

"Biasalah."

"Gue harap itu bukan karena Kak Leo, orang kayak dia mah enggak bisa harapin Le, mending Lo berhenti deh Le," jelas Bella ke Gue.

"Gue udah berhenti Bel, enggak ada lagi Kak Leo di hidup Gue. Semuanya udah selesai."

"Maksud Lo?" Gue enggak jawab pertanyaan Bella. Satu senyuman Gue harap bisa kasih tau Bella tentang semuanya. Gue terlalu malas untuk kembali menceritakan hal yang cuma buat Gue terluka.

"Ale!" Gue menoleh ke sumber suara, disana ada Uli yang memandang Gue dengan tatapan seolah enggak percaya kalo yang dia liat itu beneran Gue. Dengan langkah tergesa Uli menghampiri Gue.

"Ini beneran Lo Le?"

"Lo kira ini siapa Li?" Uli langsung menarik Gue buat berdiri lalu di peluknya erat.

"Apaan sih peluk-peluk!" Ucap Gue sembari melepaskan pelukan Uli. Bukan apa-apa Uli itu kalo meluk suka enggak kira-kira, sampai bikin orang sesak.

"Gue seneng deh ngeliat Lo baik-baik aja gini."

"Ya jelas lah Gue baik-baik aja. Enggak ada alasan buat Gue enggak baik-baik aja," ucap Gue dengan sombongnya. Padahal ya kesenggol masalah kemarin dikit aja bawaannya udah pengen ngeluarin air mata.

"Yaudah Le, Li, Gue mau balik ke bangku lagi," ucap Bella berpamitan ke Gue dan Uli.

"Ressa mana?"

"Belum berangkat kali." Uli berjalan lalu duduk di bangku yang ada di samping Gue.

  Jika dilihat dari reaksi yang Uli berikan waktu liat Gue, bisa Gue tebak kalo Uli udah tahu masalah kemarin. Gue belum cerita apa-apa ke dia ataupun Ressa, yang udah Gue kasih tau cuma Bunda sama Bang Nando.

  Ah iya! Bang Nando bisa aja cerita ke Ressa, secara mereka kan sedang ada dalam suatu hubungan istimewa.

"Lo tau udah tahu masalah Gue Li?" Gue memutuskan untuk bertanya pada Uli. Gue udah kapok modal nebak-nebak, takut hasilnya enggak sesuai.

"Masalah apa? Kalau masalah Lo sama Kak Leo sih udah," jawab Uli santai sembari memainkan kuku di jari tangannya yang panjang.

"Kok bisa? Siapa yang kasih tahu?"

"Enggak ada."

"Serius Li!" Geram Gue. Uli hanya cengengesan menanggapinya.

"Serius, enggak ada yang kasih tahu. Gue sama Ressa tahu sendiri. Waktu itu kita khawatir sama Lo, kenapa enggak balas chat kita. Di telpon juga enggak diangkat. Akhirnya kita bertiga memutuskan untuk ke rumah Lo. Nah waktu kita kesana pas banget Lo keluar rumah dengan penampilan yang bisa bikin orang istigfar sambil ngelus dada. Kita ngikutin Lo, dari Lo keluar rumah sampai masuk ke rumah lagi kita ikutin. Jadi kita tahu semuanya Le," jelas Uli panjang lebar.

"Kok enggak nyamperin Gue sih Li?"

"Enggak. Ada saatnya masalah diselesaikan tanpa campur tangan orang lain Le. Bukan kita udah enggak peduli atau gimana Le, kita cuma pengen Lo itu ambil keputusan tanpa ada pengaruh dari kita. Biar hati dan otak Lo yang nentuin keputusan."

  Gue bersyukur banget punya mereka berdua sebagai sahabat. Mereka mengerti gimana harus bersikap disetiap kondisi dan situasi. Kadang bisa gila kadang juga bisa bijaksana.

***
Give me vote and coment

Lampung, 19 juni 2019

EXPECT (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang