kecewa

2.2K 161 21
                                    

Hali mulai sadar dari pingsannya. Diliriknya sekitar, walau masih buram terlihat, tapi jelas ada orang di sampingnya yang tengah berdiri.
Hali merubah posisinya menjadi duduk. Kepalanya masih terasa berputar sejak sekian detik yang lalu. Di rabanya luka yang sudah di perban itu, bahkan bajunya sudah diganti menjadi kaos lengan panjang dengan warna hitam.
Hali lantas melirik kekanan. Penglihatannya sudah kembali normal. Orang yang berdiri di samping Hali adalah kakak sepupunya, Kaizo. Wajah Kaizo terlihat tegas seperti orang yang sedang marah.

"Siapa yang melakukan ini?"

"Retak ka"

Lenggang beberapa menit. Kaizo masih sibuk menahan amarahnya dan Hali, pikirannya hanya tertuju pada Gempa.

"Mana Gempa?"

"Dia di ruang 167 D, lantai empat"

Hali lalu beranjak berdiri. Di pegangnya perut kirinya. Lantas dengan tertatih tatih ia berjalan menuju kamar gempa. Di putarnya perlahan kenop pintu kamar Gempa. Lantas masuk kedalam. Ia beranjak menuju kursi di dekat ranjang Gempa. Di pandanginya wajah Gempa, terlihat sangat damai dan teduh. Lalu di genggamnya tangan Gempa yang tak di infus. Serta di belainya anak rambut Gempa perlahan.

"Maaf...maafkan...maafkan aku"

Hali sedikit terisak. Kini air mata Hali mulai jatuh, rintik air mata itu bersenandung bersama isakan kecil Hali.

"Maafkan...aku...maaf. Ini semua salahku"

Hening beberapa menit, Hali berdiri di samping Gempa. Kini air mata itu dihapus kasar oleh tangan Hali. Isakan itu pun juga menghilang sejak tadi. Dan tepat saat kenop pintu kembali terputar, dan masuknya beberapa orang yang sangat Hali kenal. Hali yang menyadari keberadaan mereka, lantas beranjak pergi meninggalkan ruangan.
          Halilintar berjalan menuju halaman rumah sakit. Ditatapnya langit yang mulai menerang, sun rise yang indah di hari ini. Lalu di silangnya tangan.
        Terdengar samar samar suara langkah kaki yang mendekat. Suara itu berhenti tepat di belakang Halilintar. Lenggang beberapa menit.

"Aku pikir kata kata kak Blaze dan Solar salah. Aku pikir itu salah, semua yang mereka katakan salah. Tapi rasanya lebih salah bila aku percaya pada kakak"

      Suara itu terdengar lirih. Lantas terhenti beberapa detik.

"Aku salah percaya sama kakak. Aku pikir kakak akan berbubah seperti dulu"

         Sekarang nada bicaranya berubah seperti seseorang yang menahan amarahnya. Dan ia kembali terhenti sejenak.

"Thorn ini bukan seperti yang kau pikirkan"

          Hali memutus kata kata Thorn. Suaranya terdengar dingin sekali. Hali sudah mengalihkan pendangannya menjadi lurus kedepan mengacuhkan Thorn yang berada di belakangnya.

"Kalau apa yang aku pikirin itu salah, coba jelaskan"

"Kenapa gak jawab. Jawab aku kak. Jawab pertanyaanku"

"Semua kata katamu bohong. Semua janjimu itu bohong. Semua itu bohong. Dan Kak Blaze benar, kakak cuma bisa nyakitin orang sayang sama kakak"

        Thorn berteriak membentak kakak sulungnya itu. Amarahnya memuncah, tak ada yang dapat menandingin amarah Thorn saat ini.

"Apa aku perlu menjawab pertanyaanmu?"

"Semua penjelasanku gak akan merubah apa apa. Jadi, buat apa aku jelaskan kalau kau pun tak akan percaya"

        Hali membalas kata kata Thorn dengan dingin. Lantas ia berbalik dan berjalan melewati Thorn tanpa meliriknya sedikitpun.

"Pergi lah. Pergi. Dan Aku berharap kakak pergi hingga tak akan kembali"

        Thorn kembali menyambung kata katanya. Sekarang nada bicaranya berbeda, seperti sindiran dengan kebencian yang menggumpal.
Sekarang Thorn benar benar sendiri disana. Dirinya lantas duduk di bangku dekat ia berdiri tadi. Di tundukan wajahnya dalam dalam, berusaha agar kembali tenang.
                          **** ****
Hai balik lagi sama sang Author
Yang sangat menunggu halilintar disini. :)

untuk para pembaca terimakasih karena telah menyempatkan diri mau membaca cerita ini.
Author minta maaf klo ada kesalahan atau kurang menarik.




ceritakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang