Halilintar tersadar, perlahan matanya bergerak melirik sekitar. Buram. Kepalanya serasa berputar.
Perlahan ia menarik nafas, namun udara yang terhirup seakan tertahan, tercekat di ditenggorokannya. Sesak, sangat sesak rasanya.
"Hh" ia mencoba bernafas, namun semakin sakit rasanya. Paru parunya serasa kering dan lehernya tercekik.
Tangannya meraba lehernya, berusaha bernafas. Matanya kian mendelik karna terlalu sesak. "Hh"
Terlihat celah cahaya di sela pintu, setelahnya pintu terbuka dan tampak tiga orang berdiri di sana. Seorang dokter dengan dua perawat di belakangnya, mereka melangkah mendekati Halilintar. Dalam menit selanjutnya terpasang alat pernafasan yang mendekap mulut dan hidungnya.
Perlahan udara tersebut menyebar dan tersalur pada paru parunya.
"Kakak!" Thorn berlari, matanya bengkak dengan beberapa tetes air mata yang masih mengalir di pipinya.
"Maafin Thorn...hiks...maafin thorn"
Thorn memeluk tubuh Halilintar, ia terus menangis dalam pelukannya. Wajahnya ia tutup di dalam pelukan.Halilintar menatap Thorn, tangannya yang gemetar perlahan mencapai punggung Thorn. Diusapnya lembut punggung Thorn. "Thorn gak salah" balasnya lirih dengan senyuman tipis di bibirnya.
"Apa perlu aku panggilin kak Taufan biar kalian gak nempel kayak gitu lagi?" Terlihat Solar di daun pintu. Ia tersenyum walau sedikit kesal dengan sikap Thorn.
"Hg? Buat apa?" Tanya Thorn serak, ia bertanya bingung.
"Ya biar kakak gak nempel terus sama kak Hali. Aku aja gak pernah" sahutnya kelepasan.
Thorn tersenyum manis. Niat jahilnya kembali muncul. Ia mendekati Solar dan membisikkan kembali kalimat yang tadi Solar katakan, dan tak perlu di ulangi wajah Solar sudah memerah.
"Kalian sudah makan?" Tiba tiba Gempa datang dengan nasi goreng yang telah ia rantangi tersebut. Ia juga tersenyum kepada Halilintar.
"Blom" salut Solar.
"Nih makan bagi sama yang lain Aku udah makan jadi bagi berlima sana Makannya di sofa sana aja biar gak kayak gelandangan di luar"
"Sae lu bang" Solar menjawab, ia tahu ada spasi dalam kalimat Gempa tapi tak ada titik atau pun koma yang memperjelasnya.
Solar dan Thorn keluar dan memanggil yang lain agar masuk.
***
"Mau aku suapin?" Tanya Gempa pada Halilintar. Halilintar menggeleng dan menggambil alih nampan yang Gempa bawa. "Aku makan sendiri" jawab Halilintar singkat.
"Kalau perlu sesuatu panggil ya?"
"Hm"
Halilintar menyuap sesendok bubur yang rumah sakit itu sediakan. Memang hambar tapi, sudalah makan saja.
Di sebelah tirai ranjangnya terdengar delak tawa dari adik adiknya. Jika di lihat ada Thorn yang menyuapi Solar dengan kalimat lebaynya. Solar yang memerah karna malu hanya bisa pasrah dan menerima suapan.
"Kak" Taufan membuka tirai, kini tak ada lagi yang membatasi mereka. "Jangan diem aja"
"Ya kalik kak Hali ikutan diakan Trundere" sahut Blaze yang di lanjutkan dengan tawa dari yang lainnya.
Halilintar, ia hanya tersedak ketika mendengarnya.
"Oh iya ngomong ngomong, kak Hali tiga tahun ini tinggal di mana?" Tanya Gempa penasaran.
"KL" Ice yang menjawab
"Jauh banget...heh tinggal di mana?" Tanya Blaze
"Rumah" jawab Halilintar datar. Bisa dibilang sikap dinginnya sudah kembali.
"Gak takut, aku ada baca katanya rumah yang tidak ditinggali lama akan berhantu" balas Thorn
"Yang ada kak Hali hantunya" jawab Solar
'Bruk' dan tepat di akhir kalimat itu wajahnya terhantap empuknya bantal.
"Uuuuu jahatnya abang aku ini. Sampek makan aja belepotan" balas Solar yang tak terima di lempari. Hali memeriksa mulutnya tapi, yah dia tertipu.
Jadilah gelak tawa kembali hadir.
***
Ya cuma itu yang bisa author kasi. Maaf bila kurang menghibur dan jangan lupa baca sampai chapter terakhir Ceritaku.
Silangkan saran dan kritiknya. Kurangnya author minta maaf dan trism udah baca.
KAMU SEDANG MEMBACA
ceritaku
Randommengisahkan seorang kakak yang slalu menghindari adiknya.apakah alasannya?yuk di baca!