yang di pertahankan

2.7K 167 18
                                    

Taufan berlari memanggil suster, tubuhnya bergetar disertai dengan larian penuh tangis menghantar Hali dan lainnya ke UGD.

***

Kini mereka duduk di kursi tunggu. Taufan terus berbisik tanpa suara. Berbeda dengan Solar yang terus meremas jari jarinya.

'Drittt dritttt' terdengar suara dari hape Solar. Ia lantas mengambil hape yang berada di saku tersebut.

Terlihat nama 'kakek' pada layar. Perlahan Solar bangkit dan menjauh.

"Solar" ucap kakek lirih. "Nak?" Kakek kembali bertanya. "Solar, nak pulanglah hari sudah sore"

"Kek" Solar menjawab.

"Ada apa Solar? Semua baikkan?"

"Hiks...hiks" Solar tak menjawab, ia terisak, tenggorokannya seakan tertahan. "K-kek"

"Solar?"

"Kakak...hiks kakak kek...hiks"

"Ada apa?"

"Kakek ini Gempa. Datanglah kemari kami menunggumu. RSU Pulau Rintis" Gempa mengambil alih telpon, Solar kini sudah kembali duduk di samping Taufan.

"Solar, cuci mukamu. Dan segeralah makan, kakak juga" Gempa melangkah mendekati Taufan dan Solar. Wajahnya seperti orang frustasi dengan baju yang sangat berantakan.

"Hm" Solar melangkah menjauh, namun belum sempat berbelok di depan tubuhnya sudah ambruk. Gempa dan Taufan segera berlari membatu mengangkatnya.

***

Taufan sedang berada di ruang inap Blaze, sedari tadi mereka berbincang.

Blaze sudah sadar sejak sejam, dan kondisinya membaik walau luka di wajahnya masih terasa nyeri.

"Aku mau ke Ice" Blaze beranjak berusaha berdiri.

"Yang benar saja, kau itu masih baru sadar"

"Bukan berarti aku bisa meninggalkan beruang kutubkukan?" Blaze tersenyum dan melangkah keluar pintu. Taufan hanya mengiyakan dan mengikutinya dari belakang.

Blaze membuka pintu kamar Ice. Ia tersenyum ketika melihat adiknya sedang tersenyum ditemani kakaknya Gempa.

"Kak Blaze" Ice berkata lirih ketika melihat Blaze yang melangkah mendekat bersama Taufan di belakangnya.

Ice menatap Taufan sejenak, yang di tatap menunduk. Ia tau maksud dari tatapan lurus Ice.

"Bagai mana aku kerenkan?" ucap Blaze membanggakan diri.

"Hm" jawab Ice merendahkan. Gempa hanya tersenyum bersama Taufan.

***

Dua minggu berlalu, Ice dan Blaze sudah diperbolehkan pulang. Sama seperti Thorn yang satu minggu lalu sudah di rumah. Keadaan Solar juga sudah kembali seperti semula.

Namun berbeda dengan yang lain, Halilintar masih tak sadarkan diri di ruang ICU dengan alat alat yang melekat di tubuhnya. Juga kondisinya juga semakin memburuk.

"Taufan, istirahatlah. Sudah tiga hari kau seperti ini terus" ucap Kaizo. Kaizo dan Fang memang datang bersama kakek saat dua minggu lalu.

Taufan menggeleng. Terlihat jelas wajah pucat tersebut, bahkan senyuman yang biasanya selalu ada kini hilang seperti bunga yang layu tak disiram.

"Tapi setidaknya makanlah kak" ucap Gempa mendukung.

Kembali gelengan yang Taufan berikan. Kini ia melangkah menuju ruang ICU.

Kakinya melangkah masuk dan mengenakan pakaian khusus dengan warna hijau tersebut.

Ia menggeser kursi untuk ia duduki.

"Aku tak tau kau sebenci ini padaku, hingga tak mau menatapku lagi, ku harap kau akan sadar walau aku harus mati untuk itu"

Taufan berpindah menuju Jendela besar yang ada di balik tirai. Ia duduk termenung di sisi jendela. Menatap kosong pada birunya langit.

Lima belas menit berlalu, kini ia melangkah menuju pintu keluar.

"Taufan" terdengar lirih suara yang memanggilnya. Taufan berhenti di depan ranjang dan menatap kesamping kanannya.

Terlihat Hali yang menatapnya lamat. Di tangannya terlihat bercak darah akibat infus yang ditarik paksa dan alat alat yang sudah terjatuh.

"Ka-" Taufan kembali meluruskan pandangannya dan memunduk. "Aku akan keluar"

Taufan kembali melangkah kedepan. Ia takut dan ragu untuk berkata. Takut bila kembali dibentak seperti lima tahun lalu dan ragu untuk berkata di hadapan orang yang pernah ia sebut sebagai pembunuh tersebut.

"Jangan pergi"

Taufan berlari memeluk kakaknya. Ia menangis sejadi jadinya, bahkan ia tak peduli air matanya membasahi tubuh Hali.

Hali terdiam, ingin ia memeluk adiknya namun tangannya sedang dibalut karna patah.

"Jangan pergi lagi. Upan gak mau sendiri. Gak ada lagi yang meluk Upan kalok Upan nangis. Nanti gak ada yang ada yang pengang tangan Upan kalok abis jatoh. Upan gak mau sendiri, jangan tinggalin Upan"

"Maaf, dimohon untuk keluar, doktor akan memeriksa pasien"terlihat suster yang sedang membawa peralatan.

Taufan berbalik menatap suster tersebut. Ia mengangguk kecil dan tersenyum pada Hali. Ia pun keluar dari ruangan tersebut

                                  ***

Hai reader yang sangat setia.

Maaf klo udah lama gak up, kuota Autor habis jadi harap permaklumannya.

Ok karna ini dapat wifi gratis jadinya di up. Sorry klo makin jelek ceritanya. Klo mau komen silahkan. Jadi disini Author hanya ingin kalian tetap setia hingga akhirnya tamat.

Sekian dari Authorn, mohon maaf bila salah dan trimakasih

ceritakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang