BAB 15 | Kecemburuan Adi

106 16 15
                                    

"Rasa cemburu memang wujud dari tanda cinta. Tapi hal itu akan berdampak buruk serta berbahaya jika dibiarkan menguap tanpa aba-aba."

☆☆☆

Bayangan akan kebersamaan sang kekasih dengan laki-laki lain berlarian kesana-kemari di pikirannya. Terlebih lagi saat melihat tawa ceria Rengganis yang diobral di hadapan Adit, itu semakin membuat Adi dirundung rasa cemburu dan sakit yang teramat besar.

"Katanya cinta kamu hanya untuk aku. Tapi mana buktinya? Semua itu hanya omong kosong belaka," monolognya teramat kecewa dengan sang kekasih yang sudah terang-terangan mulai membuka hatinya untuk laki-laki lain.

Sekelebat obrolan dengan sang ibu mampir tanpa dapat bisa dia cegah terlebih dahulu.

"Uwes toh, Nak sebaike kowe ngelalekaken Rengganis. Kae kuwi uwes di jodhokaken kalih jaler ingkang luwih langkung sekabehane saking kowe," ucap Sri dengan sengaja menjatuhkan mental putranya.

Adi melirik sengit ibunya. "Anak sendiri dijatuhin dan dibandingin sama orang lain,  dan parahnya orang itu lawan aku. Sebenarnya anak Ibu itu aku atau dia sih," dengus Adi tak terima.

"Ibu matur sami fakta. cobi liat dirimu dewe, pundi enten putri ingkang nerima kowe apa anane," sela Sri.

Fakta itu harus dia yakini bahwa memang benar adanya. Perempuan mana pun pasti akan berpikir ulang jika itu menyangkut masa depan, terlebih lagi saat memilih calon pasangan. Harta memang bukanlah segalanya tapi percaya atau tidak, semua itu memerlukan uang. Lihatlah dirinya kini? Hanya seorang pemilik toko kecil-kecilan di tengah persaingan bisnis Ibu Kota yang begitu kejam.

Sepertinya dia harus merelakan serta mengikhlaskan sang kekasih untuk bersanding dengan orang lain yang jauh lebih dari segalanya. Dia harus berusaha sekuat tenaga untuk melumpuhkan segala macam bayang-bayang sang kekasih. Bahagia tidak selalu harus bersama, cukup dengan mengikhlaskan semuanya.

Dengan penuh keraguan dia memutuskan untuk mengirimkan pesan singkat kepada Rengganis. Yang berisi tentang ajakannya untuk bertemu dan membicarakan perihal hubungan mereka yang sudah berada di ujung tanduk dan tak bisa lagi diselamatkan.

☆☆☆

Akhirnya setelah Rengganis berjuang mati-matian untuk menghindari laki-laki yang sudah lancang mengikuti kemana pun dia pergi. Dia berhasil sampai di salah satu kafe tempatnya berjanjian dengan sang kekasih. Hampir seharian ini Adit selalu membuntutinya, termasuk saat dia tengah bekerja. Hal itu membuat Rengganis gerah dan tak bisa berbuat apa-apa.

"Maaf telat, Mas," tutur Rengganis dengan napas satu dua.

Adi hanya tersenyum kecut, tanpa ada niatan untuk menyahuti perkataan perempuan yang kini masih berstatus sebagai kekasihnya.

"Aku rasa hubungan kita sampai di sini aja," ungkapnya yang membuat Rengganis terkejut bukan main.

"Ma... ma... maksud, Mas apa?" Rengganis bertanya dengan tergagap dan jantung yang tak henti-henti berdebar hebat.

"Kita putus!"

Dua kata keramat itu sangat menyakiti hati dan perasaan Rengganis. Mengapa akhir cerita cintanya harus begini? Tidak bisakah berakhir bahagia di pelaminan.

Rengganis menatap nyalang laki-laki yang dia cintai dengan sepenuh hati. Matanya sudah mulai berkaca-kaca siap untuk menumpahkan segala rasa sakit dan kekecewaannya dalam wujud air mata.

"Mas yang mengawali dan Mas juga yang mengakhiri, begitu?" sengitnya dengan penuh tenaga menahan cairan bening yang begitu mendesak minta dikeluarkan.

Cinta Terikat Adat | OPEN PRE ORDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang