BAB 13 | Keseriusan

72 19 6
                                    

"Ternyata aku telah salah menilaimu. Kukira cinta kita akan berakhir indah dan bahagia. Namun, ternyata itu hanya sekadar khayalanku saja."

-Adi-

☆☆☆

Perjodohan yang Rengganis kira akan berakhir dan berhenti di tengah jalan ternyata malah sebaliknya. Obrolan di atara kedua orang tuanya semakin menuju ke jenjang yang lebih serius lagi. Dia dibuat bingung serta dilema dengan tindakan yang harus diambilnya, agar semua berjalan sebagaimana yang dia inginkan.

Hampir setiap hari laki-laki keturunan Minang bernama, Adityawarman. Ish, memikirkan namanya saja sudah membuat Rengganis sebal bukan kepalang. Nama boleh mirip tapi urusan rasa cinta tidak bisa diganggu gugat begitu saja.

Gedoran di pintu kamar menyentak Rengganis yang tengah bergelut dengan pikirannya yang saling berkecamuk. Dengan langkah malas tak bertenaga dia melangkahkan kaki jenjangnya serta membuka lebar-lebar pintu kamar untuk memberi akses masuk pada sang ibu.

"Pake ini sekarang. Ambu tunggu di ruang tamu!" perintah Asih begitu lugas jelas dan tegas.

Rengganis menatap tak suka gaun berwarna baby pink bermotif bunga-bunga kecil yang panjangnya sekitar satu jengkal di bawah lutut. Dia tak berminat sedikit pun untuk memakai pakaian sejenis itu.

"Mau kemana sih, Mbu? Kenapa harus pake baju model begini segala," dengusnya tak suka.

"Jangan banyak nanya dan protes, tinggal pake aja apa susahnya sih!" tutur Asih yang berhasil membuat Rengganis bungkam. Dia begitu heran serta terkejut mendengar intonasi tegas tanpa kelembutan ibunya.

"Jangan lama. Nak Adit udah nunggu." Perkataan terakhir sang ibu membuat Rengganis mengembuskan napas kasar.

"Dia lagi, dia lagi, dia lagi. Kenapa harus selalu dia?" gerutu Rengganis sepanjang memakai dress yang telah Asih pilihkan.

Tubuh tinggi lenjang khas model begitu cocok dengan balutan dress di bawah lutut serta plat shoes berwarna hitam dan juga rambut yang dibiarkan tergerai. Rengganis begitu cantik dan anggun dengan tampilan feminin seperti sekarang.

"Berlaku dan berpenampilanlah layaknya seorang perempuan." Penuturan penuh teguran itu Rengganis dapatkan dari sang ayah saat dia dengan sengaja berpenampilan tanpa aturan, pada saat jalan bersama dengan Adit beberapa waktu lalu.

Adit begitu terpesona saat netranya menangkap dengan jelas bagaimana paras dan rupa perempuan yang dijodohkan dengannya. Sungguh, dia sudah jatuh hati pada perempuan keturunan Sunda itu. Dia harus berterima kasih pada sang ayah dan ibu karena telah mempertemukannya dengan makhluk Tuhan yang teramat sempurna.

"Sudah siap?" tanya Adit begitu Rengganis sudah tepat berada di hadapannya.

Rengganis hanya memutar bola mata malas. "Keliatannya?!"

Mendengarkan perkataan sang putri yang begitu judes dan ketus membuat Asih dan Asep kompak memberikan tatapan maut membunuhnya.

"Jaga bicara kamu!" Kalimat itu meluncur dengan begitu mulus dari sela bibir sang ayah tercinta.

"Kami izin keluar sebentar untuk jalan-jalan," ucap Adit memecah keheningan yang tadi sempat memanas.

Asep tersenyum begitu ramah dan bersahabat pada laki-laki yang dia harapkan akan menjadi jodoh putrinya. "Jangan pulang terlalu larut malam," peringat Asep yang begitu taat akan aturan jika menyangkut dengan anak gadisnya.

Adit mengangguk mantap. "Assalamualaikum," pamitnya yang tak lupa memberikan hormat berupa salam dan mencium tangan sang calon mertua.

"Wa'alaikumussalam," sahut Asep dan Asih begitu kompak dan serempak.

Rengganis memilih untuk jalan terlebih dahulu dan membiarkan Adit mengekor di belakang. Namun, langkahnya terhenti kala dia bertemu pandang dengan netra laki-laki yang kini masih berstatus sebagai kekasihnya. Dia begitu kecewa saat Adi yang bersikap acuh tak acuh kepadanya, seakan-akan tidak pernah melihat keberadaan dia di sana. Tanpa bisa Rengganis cegah rasa sakit itu hadir begitu saja.

"Ayo masuk," titah dari Adit membuyarkan lamunan dan kesakitan Rengganis.

Tanpa banyak kata dan bicara lagi Rengganis masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan pikirannya hanya tertuju pada sikap Adi yang akhir-akhir ini berubah serta tak lagi menjaga komunikasi di antara mereka.

'Apa kamu sudah menyerah?' batinnya bertanya-tanya.

Jika memikirkan tentang perpisahan otak Rengganis rasanya mau meledak begitu saja. Dia tidak mau hal buruk itu menimpa  hubungan asmaranya dengan sang kekasih.

Adit yang sedari tadi menyadari keterdiaman Rengganis hanya bisa bertahan dengan gemingnya. Dia tidak mau salah mengambil langkah dan malah berakibat fatal untuk perjodohan mereka.

"Ayo turun udah nyampe," ucap Adit berharap Rengganis mau sedikit saja merespons ataupun menjadi temannya mengobrol.

"Pulang Sekarang!" tegas Rengganis tak mau dibantah. Suasana hatinya sedang hancur berantakan, dan berada di alun-alun kota yang begitu ramai hanya akan membuat kemelut hatinya semakin tak keruan. Dia butuh ketenangan untuk menumpahkan segala kesakitan yang kita dia derita.

☆☆☆

Adi yang selalu melihat kebersamaan sang kekasih dengan laki-laki lain merasa tak dibutuhkan dan tak dianggap lagi. Bahkan laki-laki keturunan Jawa itu merasa Rengganis telah berpaling hati kepada orang yang dijodohkan dengannya.

"Ternyata ini alasan kamu minta kita untuk menjauh. Kamu udah dapet pengganti aku," gumam Adi penuh rasa frustrasi.

Dia begitu resah dan gelisah saat bayangan Rengganis dan Adit berlarian di kepalanya. Terlebih lagi saat melihat penampilan sang kekasih yang begitu anggun dan feminim, terlihat sangat cocok bersanding dengan Adit yang berpenampilan layaknya bos besar sebuah perusahaan. Sedangkan jika mereka berdua jalan bersama? Hanya bermodalkan celana jeans dan kaus ataupun kemeja.

"Argghhh," erang Adi seraya menjambak rambutnya sendiri. Dia kecewa, sangat amat kecewa dengan Rengganis.

Deringan ponselnya berbunyi dengan begitu nyaring. Nama sang kekasih tertera apik di layar pintar itu. Adi hanya melirik tak bernapsu dan tak ada niatan sedikit pun untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Untuk apa lagi kamu menghubungi aku kalau akhirnya kamu udah hidup bahagia dengan dia," ucapnya bermonolog.

"Nak, makan malem dulu," ketukan dan suara sang ibu menggangu aktivitas Adi yang tengah bergelut dengan kemelut perasaannya.

"Adi gak laper, Bu," balas Adi yang sama sekali tak mau membukakan pintu untuk ibunya.

"Makan dulu, Nak nanti kamu sakit," kekeuh Sri. Putranya itu belum makan dari semenjak pagi sampai dengan sekarang.

Dengan langkah malas dan ogah-ogahan Adi membukakan pintu kamarnya. Dan mengikuti langkah sang ibu menuju ke ruang makan. Beragam jenis makanan serta lauk pauk sudah tersaji di meja makan. Terlihat sangat lezat dan mengiurkan, tapi tidak bagi Adi yang sama sekali menatap tak minat dengan hidangan yang sudah tersaji.

"Ibu dengar Rengganis sebentar lagi akan menikah." Ucapan Sri mampu membuat Adi tersedak oleh makanan yang masih berada di dalam mulutnya.

Sri yang melihat reaksi sang putra yang begitu kaget luar biasa tersenyum penuh kemenangan. Rencana dia untuk membuang jauh-jauh bayangan Rengganis sepertinya akan terwujud. Terlebih lagi saat Adi tak memberikan respons, Sri yakin bahwa cepat atau lambat putranya bisa melupakan perempuan yang jelas-jelas sudah dimiliki orang lain.

•TO BE CONTINUE•

Haduh, gimana nih gimana Adi sama Rengganis belum kunjung mendapatkan restu juga...

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan koment yah teman-teman. Sekadar mengingatkan juga bahwa cerita ini kami ikut sertakan dalam yang diadakan oleh Rex_Publishing

Cinta Terikat Adat | OPEN PRE ORDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang