Bab 12 | Sementara atau Selamanya?

90 22 3
                                    

"Menjauh untuk sementara akan aku lakukan, jika hal itu mampu membuat kita bersama selamanya."

☆☆☆

Percakapan Adi dengan Rengganis tanpa sengaja mampu menelisik indra pendengaran Sri, ibu Adi. Makanya jauh sebelum Adi membujuk dia dan sang suami lagi, ternyata wanita yang telah mengandung Adi sembilan bulan itu sudah merencanakan jawaban yang tepat untuk menolak perkataan Adi nantinya. Benar saja, Adi bungkam saat sang ibu bersuara untuk membela diri dengan apa yang dia percayai.

"Nak, kamu itu anak satu-satunya Ibu. Tidak ada sedikit pun niatan Ibu untuk mejerumuskanmu pada sesuatu yang tidak baik. Perihal jodoh, Ibu serahkan padamu, Nak siapa pun itu bebas asal jelas bibit bebet bobotnya. Dan tentunya yang terbaik untukmu," tutur Sri begitu halus dan lembut.

"Itu artinya Ibu merestui Adi dengan Rengganis?" tebak putranya dengan penuh kegembiaraan.

"Mbok yo, Ibu lagi ngendika dipunpirengaken riyin, Nak," protes Sri pada anaknya.

"Ngapunten, Bu. Monggo dipunlajengaken," ujar Adi lembut mempersilakan Sri melanjutkan perkataan yang sempat terpotong olehnya.

"Rengganis mungkin gadis yang baik, tapi adat yang Ibu percayai tidak bisa ditentang apalagi dikesampingkan. Ibu hanya mengantisipasi, memang tidak ada yang tau ke depannya bagaimana. Tapi setidaknya Ibu telah berusaha terlebih dahulu. Ibu hanya mencegah, salah yaa jika Ibumu ini khawatir dengan anak sendiri? Kamu tidak mau membuat orang tuamu bersedih, 'kan? Maka turuti apa yang kami mau, Nak," tutur Sri panjang lebar, dan penturuan Sri mampu membuat Adi sedikit berpikir walaupun masih tersirat penolakan.

"Tapi, Bu---"

"Tidak ada tapi-tapian, Bapak sama Ibu sudah meyetujui kamu untuk membuka usaha sendiri dan tidak menerusakan bisnis keluarga. Sekarang kamu mau menolak lagi? Mau membuat kedua orang tuamu kecewa lagi? Hanya menurut apa susahnya, Nak," sahut Suroso menyambung perkataan yang dimaksud istri tercinta.

Tanpa membalas sepatah kata pun Adi undur diri masuk ke kamarnya.

☆☆☆

Sama seperti yang dilakukan Adi, kini Rengganis juga tengah berusaha berbicara dari hati ke hati dengan orang tuanya.

"Bah---"

"Kalau mau bicara tentang pria yang kamu idam-idamkan, lebih baik Bapak keluar mengurusi hal yang lebih penting," potong Asep sebelum sang putri menyelesaikan perkataannya.

"Abah keluar dulu, assalamu'alaikum," pamit Asep tanpa memberi celah Rengganis untuk kembali mengeluarkan suaranya.

"Wa'alaikumussalam." Rengganis menghela napas pasrah. Gadis suku Sunda itu melirik ke arah sang ibu yang berada persis di sampingnya.

"Mbu," lirihnya.

"Apa yang kamu perjuangkan, belum tentu itu yang terbaik untukmu, Nak. Abah keluar untuk membicarakan perjodohan kamu. Ambu harap kamu bisa menerimanya," pinta Asih pada putri tercintanya.

"Mbu, Rengganis, 'kan belum meyetujui perjodohan itu," protes Rengganis karena menurut dia ini adalah keputusan sepihak yang merugikannya.

"Jangan anggap perjodohan itu beban, tidak ada satu pun orang tua yang berniat menyengsarakan putra dan putrinya begitu pun dengan Abah dan Ambu," katanya.

"Dulu Abah dan Ambu juga dijodohkan oleh kedua orang tua kami, dan Ambu pun sama seperti kamu. Sudah memiliki laki-laki pilihan. Tapi Ambu memilih untuk menikah dengan Abah kamu, karena Ambu yakin pilihan orang tua itu yang terbaik. Dan terbukti sekarang, Abah menjadi suami sekaligus ayah yang bertanggung jawab. Naon salahna sih nurut pamenta Abah sareng Ambu?" lanjutnya berharap sang putri mau mengerti dan memahami.

Cinta Terikat Adat | OPEN PRE ORDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang