Chapter Two - Autumn Wind

2.5K 178 62
                                    

Musim gugur adalah saat terbaik untuk melihat keindahan Hallasan National Mountain Park ( ga percaya? Googling gih wkwk ) semburat oranye yang terlihat disepanjang tracking menuju puncak Hallasan terlihat jelas saat Irene melangkahkan kakinya menaiki jalur Hallasan. Aroma dedaunan maple yang berguguran, semilir angin musim gugur yang meriakkan beberapa helai daun dari tangkainya sedikit banyak membuat kedua iris mata Irene tercengang. Takjub. Bersyukur ia mengikuti sindiran Jisoo. Ah.. lain kali ia harus mengajak perempuan itu datang kesini.

"Noona, kalau mau istirahat bilang saja ya"

Irene yang kini tengah menikmati deretan maple yang berubah oranye membalikan tubuhnya menatap namja jangkung yang kini mendongak menatap puncak Hallasan. Dasar penganggu - batinnya.

"Ye.." jawabnya singkat dan kembali menikmati suasana.

Mino. Iya, dia Song Mino tepatnya. Mengernyitkan alis nya, heran dengan balasan singkat itu. Tapi ia tidak perduli. Mino sudah faham setiap karakter para pendaki pemula seperti nona Bae ini. Mereka butuh waktu untuk sendiri. Tapi bagus juga sih melarikan diri ketempat seperti ini, jarang sekali ada perempuan nekat lari dari masalahnya pergi mendaki gunung.

Mino tau, perempuan yang sedang menatap hamparan maple itu sedang dalam kondisi tidak bagus perasaannya. Lihat saja, baru melewati satu shelter Mino sudah dimaki-maki padahal ia sudah berusaha sesabar mungkin menjawab semua keluhan-keluhan perempuan itu. Sudah untung ia tidak meninggalkannya sendirian. Susahnya jadi laki-laki bayaran ya seperti ini.

Dibayar karena jasa nya.

"Noo -"

"Berisik!" Sentaknya. Mino mengulum bibir, tuh kan. Perlahan pria Song itu menurunkan carriel nya dan duduk menselonjorkan kedua kakinya dengan kepala menyender pada bahu carriel. Kedua matanya menatap lurus kearah dereta maple yang menguning, pria itu menarik nafasnya perlahan dan memejamkan kedua matanya.

"Kyeopta...." lirih Irene. Begitu terpesona pada hamparan menguning di depan matanya. Sejenak ia bahkan melupakan semua beban nya. Beban hidupnya.

"Apa disini ada waterfall, atau spot lain yang bagus? Kudengar ada sebuah danau yang dikelilingi hamparan azalea disekitarnya" tanya nya. Sadar tidak ada jawaban Irene menolehkan kepalanya dan mencebil, perempuan cantik itu berdiri dan kemudian ikut menselonjorkan kakinya tepat disebelah sang porter.

"Kau tidur ya? Jadi daritadi aku bicara sendirian? Bagus sekali" decaknya.

"Fitnah itu kejam Nona Bae..."

Irene sedikit terlonjak mendengarnya, seringai malu menghias kedua pipinya. "Ahahaha... mian"

"Kumaafkan, karena aku tidak mau membuat pelangganku kecewa"

"Tsk..."

Mino menyeringai dengan mata masih terpejam, "Kau tau Noona, udara Hallasan dimusim gugur ini dinginnya bahkan bisa berkali lipat dibanding biasanya, kau yakin meneruskan perjalanmu sampai ke puncak?"

Irene meliriknya dan mendengus, kata-kata pria ini benar-benar menjengkelkan, memangnya ia kelihatan lemah apa sampai bisa bicara seperti itu.

"Ya..."

"Jalur track nya pun bisa lebih berat, lihat saja beberapa pengunjung hanya sampai di shelter ke dua"

"Ya..."

"Kau sudah menyiapkan semuanya kan, karena sepertinya hanya beberapa orang saja yang berkemah di sana"

"Ya..."

"Noona kau mau jadi pacarku?"

"Ya... -eh"

※※※

OPERA#2 [ Irene ※ Mino ] FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang