Chapter Three - Senorita

2.5K 165 96
                                    

Annyeong Yorobun....

Aahh ini beneran banyak yang nge vote dan komen? Yang baca jugaa.. huhuhu rasanya ko seneng ya padahal saya ga berharap pisan. Soalnya ini fiction straight saya setelah bertaun2 belok ke arena Yaoi (wkwkkwkw)
Maaf sebelumnya karena ini genre dewasa jadi ada konten2 vulgarnya nanti. Saya ga bisa kasih warning bakal di chapter berapa karena udah jadi satu sama plot. Lagian ga ada enceh ga asik dah wkwkkw.

Kalo masih bingung sama kompleks nya hubungan Suho/Irene/Jisoo saya ambil contoh hubungannya Blair/Serena/Nate ya. Mirip2 gitu deh karena saya anaknya mbak Blair (nge HALUU)

Siapkan camilan, chapter ini bakalan panjang banget wkwkwk

Sekian bacotan saya.
Here it is...

"Per favore.."

"Grazie.."

Jisoo menengadah dan tersenyum pada perempuan yang kini berlalu setelah melempar senyuman sedikit genit pada Suho, perempuan itu bahkan menarik ujung irish nya dengan gerakan sedikit menggoda. "Perempuan Tuscany bahkan terpesona padamu"

"Memangnya kau tidak" balas Suho telak. Jisoo mendecih, kalau sudah begitu ia tidak akan bisa membalas lagi. Suho itu pintar sekali membalikan kata-kata, itulah kenapa diusianya yang sangat muda jabatan sebagai CEO sudah ada ditangannya. Tapi hanya satu kekurangannya dan itulah yang membuat Jisoo sendiri ragu pada pria tampan ini.

Suho, sangat tidak tertarik pada komitmen yang bersifat mengikat. That's call love, Suho sangat anti pada cinta. Bukan karena orientasi, bukan. Tapi cinta itu seperti hal aneh yang tidak logis dimata Suho. Jisoo tahu tanpa mengenal cinta pun pria ini sudah mendapatkan segalanya. Kasih sayang, cinta dan kenyamanan. Itukan yang dicari dalam sebuah hubungan. Dan Suho bisa mendapatkan semua itu darinya dan Irene.

"Jangan mabuk"tegur perempuan itu. Suho yang tengah mencengkeram ujung seloki menyeringai dan menenggak sekaligus wine nya. Rasa panas sedikit terasa saat cairan itu melewati tenggorokan. Pria itu menghempaskan nafasnya yang tiba-tiba saja menderu.

"Soo-yaa..."

"Hmm..."

"Terima kasih untuk selalu bersamaku, dan... untuk selalu ada untukku"

Jisoo menarik satu garis dibibirnya membentuk senyuman indah yang biasanya selalu membuat Suho tenang. Perempuan itu menarik nafasnya dan menatap pria tampan itu lekat-lekat " That's what friends are for right?"

Suho meringis mendengarnya, "Friends? Yah...teman, apalagi yang bisa kuharapkan right?" Tandasnya dengan suara seringan mungkin, seolah itu hanya sebuah bisikan yang enggan terdengar oleh Jisoo yang kini mematung.

Perempuan itu memilih mengunci mulutnya, tidak ingin lagi membalas ucapan Suho, Jisoo sangat berhati-hati saat memasuki ranah yang begitu sensitif diantara sebuah pertemanan.

Sebuah rasa.

Itu yang ia buang jauh-jauh, ia tahu betul pria seperti apa Suho itu. Bahkan mungkin ia lebih mengenalnya daripada Suho sendiri dan Jisoo sama sekali tidak ingin terjebak dengan perasaannya sendiri. Tapi semenjak Irene berulah sikap plin plan Suho selalu membuat Jisoo gundah.

Ia tidak tahu kemana arahnya semua ini.

"Mau berkeliling, sayang dilewatkan, apalagi beberapa maple sedang berguguran" tawar Jisoo menghilangkan kecanggungan yang melanda. Suho menengadah dan mengangguk, keduanya berlalu setelah Suho meninggalkan beberapa lembar dollar dimeja. Jisoo tersenyum manis kearah pria itu, mencoba menghilangkan beban-beban aneh dikepalanya, Suho berjalan kearahnya dan meraih lengan gadis itu dan kemudian menggandengnya.

OPERA#2 [ Irene ※ Mino ] FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang