One

7.4K 860 121
                                    


so beautiful, yet so broken...

---

Minho melirik pesan terbuka dalam ponselnya sekali lagi.

Kalimat berbunyi, "Mas, bisa pulang sekarang?... Mamah mau bicara." dalam aplikasi whatsapp tersebut membuat dahinya berkerut. Tidakkah sang ibunda tahu bahwa pukul satu siang masih merupakan jam-jam mengajarnya di kampus?

Sayang-nya Minho tetap harus menurut. Karena sebagai seorang putra yang tidak berkenan mendurhakai orang tua, Minho tidak sanggup mengenyahkan perintah ibunya. Apalagi setelah sang ayah perpulang hampir 2 bulan yang lalu dengan amanat terakhir berupa,
"Jangan buat Mamah sedih... Kalian harus jaga Mamah, karena Papah sudah tidak mampu lagi."-- sebelum beliau menghembuskan nafas terakhir. Jadi baik Minho, maupun adiknya, Hyunjin, tidak pernah berkata tidak untuk setiap keputusan yang ibu mereka ambil. Keduanya paham betul rasa sakit yang beliau alami ketika suami yang begitu ia cintai sudah tidak ada di sisinya lagi. Jadi kini sebisa mungkin, Minho dan Hyunjin ingin membuat ibu mereka bahagia kembali.

Minho mengirim sebuah pesan singkat pada salah satu mahasiswa kepercayaannya, memberi kabar bahwa siang itu ia sedang berhalangan mengajar dan mengundur pertemuan hari ini ke hari lain. Kemudian bergegas menjauh dari area Universitas Wijaya Kusuma dan menyusur sepanjang jalan Dukuh Kupang hingga mobil yang ia kendarai membawanya sampai ke jalan raya besar dengan sedikit kemacetan.

Setelah melewati lampu merah, Minho kembali menginjak pedal gasnya dalam diam. Jalanan sudah mulai lenggang setelah pria itu masuk kedalam sebuah komplek perumahan. Jarak kediaman mereka dan kampus tempat ia mengajar cukup jauh sehingga perlu waktu hampir 45 menit baginya agar bisa sampai ke rumah.

Ponsel yang ia simpan di saku bergetar tak lama kemudian, dan karena penasaran... ia pun menarik benda itu keluar dan menerima panggilan di dalam sana cepat-cepat, "Apa, dek? Aku lagi di jalan."

"Mas disuruh mamah pulang juga?" Pertanyaan adiknya terdengar dari seberang sana.

"Iya. Kamu juga?"

"Iya, ini barusan izin sama dosen. Lagi di parkiran."

"Mas sudah mau sampai. kita ketemu dirumah."

"Iya."

Setelah panggilan itu mati, Minho melambatkan laju Fortuner hitam peninggalan mendiang ayah-nya hingga terparkir rapi di depan pagar.

"Ada tamu?" Gumam pria itu dalam hati.

Siapa pemilik kendaraan Avanza yang terparkir tepat didepan garasi-nya itu? Minho mengamati plat yang terpasang dibelakang mobil itu lekat-lekat. Plat AB, dari Jogja?

Ibu mereka menempati rumah seorang diri selama putra-putranya berkegiatan di luar, dengan Minho sebagai pengampu mata kuliah umum di salah satu universitas swasta di Surabaya, dan Hyunjin sebagai mahasiswa tingkat akhir dalam universitas yang sama. Keduanya selalu melarang sang ibu untuk menerima tamu jika salah satu diantara putranya sedang tidak ada dirumah, untuk menepis fitnah tetangga serta menjaga martabat mereka.

Namun prasangka buruk itu telah sirna setelah Minho melihat ibundanya sedang asik berbincang dengan wanita tambun paruh baya.

"Mas sudah pulang, akhirnya... Adek mana?" Sana spontan berdiri melihat putra sulungnya terdiam canggung di depan pintu, kemudian beranjak mendekat untuk menarik pria itu agar ikut duduk bersama.

"Hyunjin lagi di jalan." Jawabnya.

Mereka tidak hanya bertiga, ada seorang anak perempuan, atau laki-laki?-- Umurnya mungkin tidak jauh dibawah Hyunjin-- juga duduk di sana. Kepalanya ia tundukkan dalam-dalam setelah sempat bertemu pandang dengan Minho beberapa detik yang lalu. Tubuh anak ini sangat mungil, rambutnya hitam dipangkas rapi, mengenakan celana jeans dan sweater merah jambu longgar yang membungkus tubuh kecilnya seperti selimut.

Road Not TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang