Eleven

5.5K 511 30
                                    

Jeongin meringis, sesekali mengurut rahangnya yang masih terasa kebas sejak semalam. Kantung matanya sedikit menghitam dengan wajah lesu tidak karuan.

"Jeongin, oke?" tanya Yuna memastikan teman sekelasnya itu baik-baik saja.

"Oke, Yun. Sakit gigi aja nih." bohongnya.

"Owalah, tak kirain kenapa loh. Kalau mau ditemenin beli obat ke klinik kampus aku temenin."

Jeongin hanya respon Yuna dengan anggukan, terlalu malas berbicara karena sekadar buka rahang saja
rasanya ngilu. Dalam hati, Jeongin tak hentinya mengutuk kedua Mas-nya yang menyodok mulutnya tidak mau kalah dan berhasil buat dia pingsan karena terlalu lelah.

Mata kuliah berikutnya adalah Bahasa Inggris, di depan sana baru saja masuk seorang dosen muda yang digadang-gadang pelit nilai dan sadis pada para mahasiswanya. Irit senyum tapi tipikal cowok yang dikejar banyak cewek, siapa lagi kalau bukan Mas Minhonya Jeongin.

Dosen muda itu mengenakan celana hitam panjang dengan kemeja putih lengan panjang yang ia gulung
sampai siku. Wajahnya terlihat sehat, tidak lelah sama sekali padahal semalaman suntuk lembur mengerjai sang adik.

"Saya Minho, dosen pengganti selama Bu Lily dinas di Jerman. Sama Bu Lily sudah sampai mana?"

Para gadis terpesona, ternyata gosip jika dosen bahasa Inggris dari fakultas tetangga itu sangat tampan
benar adanya.

"Terakhir disuruh baca dan terjemahkan teks di halaman 27 Pak," jawab salah seorang mahasiswa.

"Oke, kalau begitu buka halaman 27," Minho melihat-lihat daftar nama mahasiswanya dan tersenyum
tipis.

"dan Jeongin tolong bacakan teksnya."

Jeongin menganga, rahangnya jatuh terkejut. Tiga paragraf panjang dan sampai dua halaman dibacakan dengan kondisi rahang ngilu itu bukan sesuatu yang mudah.

"Jeongin lagi sakit gigi Pak, biar saya yang bacakan dua paragraf pertamanya." Yuna angkat tangan,
berusaha tolong Jeongin yang katanya sedang sakit.

"Oh sedang sakit gigi ya? Makanya bocah sepertimu jangan terlalu banyak mengonsumsi lollipop, kalau
begitu anda sila baca dua paragraf pertamanya.

"AH!"

Atensi mahasiswa teralih pada gadis kucir kuda yang duduk paling depan, Yeji teriak melengking tiba-tiba.

"Sumpah demi Tuhan, aku liat Pak Minho nyeringai tipis dan itu ganteng banget."

Jeongin mengangguk kecil setuju dengan pernyataan Yeji. Seringaian tipis Minho memang luar biasa
tampan, apalagi aura dominasinya. Suaranya yang lembut sangat terbalik dengan tingkahnya saat sedang mendominasi. Dan ya, Jeongin suka didominasi oleh Minho.

"Sstt, tenang. Ayo baca bagianmu."

Kelas kembali kondusif, Minho lanjut mengajar sampai kelasnya selesai. Begitu keluar kelas, sosok kurus
yang belakangan tidak ia suka terlihat batang hidungnya.

"Selamat siang Pak Min," sapanya.

"Saya tidak terima bimbingan di jam istirahat."

"Bukan kok Pak, saya mau ketemu calon pacar saya di kelas ini."

"Jangan pengaruhi adikku agar jadi homo tidak tau malu sepertimu, karena itu bisa membuat reputasi
keluargaku jelek dan ibuku bisa dicemooh."

Roman Minho tampak tak enak, guratan emosi jelas tergambar di wajahnya. Jae jadi merasa bersalah,
apalagi alasan Minho marah karena itu menyangkut ibunya.

Belum sempat Jae bersuara kembali, langkah kaki membawa pria duapuluh enam tahun itu menjauh.

"Kak Jae," panggil Jeongin saat lihat kakak tingkatnya ada di depan kelas.

Road Not TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang