Twenty Five

3.7K 534 191
                                    


"Mah, minta uang."

Sana yang nyaris terbiasa dengan nada dingin putera bungsunya mencoba tersenyum lembut, "Makan dulu, sayang. Mamah masak kesukaan kamu, lho. Gule kambing. Mamah ambilin, ya?"

Yang ditanya terdiam sesaat. Dalam hati kecilnya, ia tahu apa yang lakukan selama ini menyakiti perempuan yang telah melahirkannya itu. Bukan mencari pembelaan, namun hatinya masih sakit mengingat karena Mamah-nya sendirilah, ia jadi terpisah dengan orang-orang yang dicintainya.

Jeongin itu terbiasa ditinggalkan sejak kecil. Ia tidak mudah percaya kepada orang lain karena seumur hidup, dia harus berjuang untuk dirinya sendiri. Kemudian ketika kedua Mas-nya mulai mengetuk pintu hati pemuda itu, barulah Jeongin merasa bahwa dirinya benar-benar diinginkan. Ia merasa dicintai tanpa takut akan kemungkinan bahwa dia akan di buang lagi.

Tapi Sana dengan kejamnya... Telah menghancurkan itu semua ...

"Aku nggak lapar," Jawab Jeongin setelah bungkam sekian lama, "Aku minta uang, Mamah."

"Sayang-

"Mah, cukup." Ia memotong cepat sebelum Sana mencoba-coba meluluhkan hatinya lagi, "Aku minta uang."

"Kamu mau kemana lagi, nak?" Benar saja, kebekuan hati puteranya itu mau tidak mau membuat pertahanan Sana runtuh jua, "Yuna bilang kamu ndak pernah ngampus... Kamu kemana aja, sayang?"

Tanpa menjawab atau menunjukan ekspresi berlebihan, Jeongin memutuskan untuk balik bertanya, "Mas Minho tinggal dimana?"

"Sayang ..."

"Mas Minho mana, Mah? Kalau Mamah bisa jawab, Jeongin juga akan jawab."

Sana merunduk, air matanya mulai berhamburan. Sementara di balik tembok dapur sore itu, Bu Maryam mengintip percakapan mereka dengan hati teriris. Padahal dulu Jeongin merupakan anak yang sangat ceria dan manja kepada ibunya. Bu Maryam miris melihat bagaimana putera bungsu bos-nya itu jadi tidak punya hati seperti ini.

Tapi toh beliau tidak bisa berbuat banyak. Meski setiap hari kedua putera Sana yang lain; Minho dan Hyunjin, tidak pernah absen menanyakan kabar si bungsu lewat dia, Bu Maryam tidak berani untuk ikut campur dan hanya membalas seadanya. Mereka berhubungan-pun tanpa sepengetahuan Sana. Sebab dulu Sana pernah mengancam kalau Jeongin sampai kembali kepelukan kedua anaknya lagi, Sana lebih baik bunuh diri.

"Mah, Mas Minho tinggal dimana?"

Suara Jeongin kian meninggi hingga berhasil menghilangkan lamunan Bu Maryam. Wanita itu mengerjap menahan tangis. Sana tidak akan menjawab karena ia sudah bersumpah tidak akan mempertemukan ketiga anaknya lagi.

"Kamu minta uang berapa?" Tandas Sana kemudian. Suara serta ekspresi wajahnya berubah dalam sekejap.

Jeongin tertawa meledek. Bahkan Ibunya ini lebih senang melihat dia hancur daripada mempertemukan ia dengan kakaknya sendiri.

"Sejuta."

Wanita itu menghela nafas kasar. Dengan cekatan, ia mengetikkan sesuatu dari ponselnya, lantas memperlihatkan layar ponsel pintar tersebut kehadapan Jeongin, "Sudah Mamah transfer."

"Mamah nggak mau jawab pertanyaan aku tadi?"

"Kamu minta uang, kan? Sudah Mamah kasih uang." Jawab Sana sambil membuang muka. Bibirnya bergetar, susah payah ia menahan diri untuk tidak menangis lagi, "Mamah ndak dengar ada pertanyaan lain."

"Aku pergi."

((*))

Jeongin
| Dmn?

Road Not TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang