Ten

4.9K 452 64
                                    

Bruagh!!!

Minho terhempas jatuh menabrak lantai saat Hyunjin pukul rahangnya tanpa belas kasih.

"Sudah jadi homo kamu toh Mas?"
Kerah baju yang Minho kenakan Hyunjin cengkram, tubuhnya diangkat untuk berdiri sepadan
dengannya.

"SUDAH JADI HOMO IYA?!!!"

Bruagh!!!

Lagi-lagi tubuh Minho terlempar akibat pukulan Hyunjin, sudut bibirnya koyak, berdarah yang cukup parah.

"Kenapa marah?"

Minho berdiri, wajahnya tersenyum merendahkan.

"KALAU KAMU JUGA HOMO BANGSAT!"

Bruagh!!!

Gantian tubuh Hyunjin yang terlempar jatuh akibat dipukul. Jeongin menarik lengan Minho terburu saat si sulung hendak memukul Hyunjin lagi.

"Sudah yo Mas sudah, jangan berantem. Aku takut."

Minho hela napas panjang lalu ia embuskan perlahan. Menghadapi Hyunjin tidak boleh pakai emosi jika ingin urusan cepat selesai.

Minho ulurkan tangannya, niat bantu Hyunjin berdiri, "Maaf yo, sini Mas bantu berdiri."

Tangan Minho ditepis, Hyunjin berdiri dan pergi dari ruang tamu. Ia menaiki anak tangga terburu dengan wajah merah padam dan napas memburu tahan emosi.

"Gara-gara Jeongin ya Mas?"

Air mata siap meluncur dari manik sekelam malam milik Jeongin, bibirnya bergetar menahan tangis.

"Ndak, sayang. Ini masalah antara Mas sama Hyunjin. Cup cup jangan nangis."

Pipi Jeongin ditangkup dengan kedua tangan, ibu jari Minho mengelusi pipi bayi Jeongin dengan lembut.

"Jangan bilang mamah ya kalau Mas Minho sama Mas Hyunjin berantem."

Jeongin mengangguk patuh.

"Janji?"

Minho sodorkan kelingkingnya, "Janji, Mas." Jeongin menautkan kelingkingnya dengan kelingking
Minho.

"Bibir Mas, mau aku bantu obatin?"
Minho jelas mengangguk, "Tolong ya."
Jeongin mengambil kotak P3K yang ada di ruang keluarga, Minho ikut dan menunggu sembari duduk di
sofa.

Dalam hati Jeongin ingin sekali bertanya tentang ucapan kedua Mas-nya tadi. Namun urung karena ia rasa sekarang bukan saat yang tepat untuk bertanya.

Jeongin duduk di sebelah Minho setelah mendapatkan kotak P3K, ia membubuhkan sedikit alkohol pada
kapas sekadar untuk membersikan luka disudut bibir Minho.

"Kalau sakit tahan ya Mas,"

Minho mengangguk, Jeongin mulai menotolkan kapas beralkohol pada sudut bibir Minho. Tidak sakit
sama sekali, karena si sulung terlalu fokus menatap wajah serius di depannya.

Tatap mata dengan bulu mata lembut yang sesekali bergerak karena kedipan sang empunya, manik yang
sangat serius menatap luka, dan bibirnya yang sesekali maju mengerucut untuk meniup lukanya.

"Hm-!!"

Mata Jeongin membola, Minho mengecup bibirnya lalu sengaja tidak menjauhkan wajah mereka. Hanya
berjarak dua senti antar wajah mereka, Minho senyum lembut.

"Kecupan sayang Mas untuk adiknya, ndak keberatan toh?"

Jeongin menggeleng, dengan jarak wajah dan bibir yang masih sangat dekat. Minho kembali
menempelkan bibir mereka, bukan hanya mengecupnya namun juga melumatnya.

Road Not TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang