Twenty Two

3.1K 391 18
                                    

~Tarik napas~

~Buang~



"Eh? Aduh tan, aku sama Jeongin sahabatan. Ndak bisa kalau harus tunang-tunangan gitu," tolak Yuna secara terang-terangan.

"Cinta ada karena terbiasa, Na. Tante mau kamu jadi mantu tante,"

Aku juga mau jadi mantunya tante, tapi sama Pak Minho batinnya.

"Mamah ndak nanya pendapat aku dulu? Ini perkara serius Mah," Jeongin akhirnya buka suara, Minho hanya menyimak sementara Hyunjin tidak ada bersama mereka.

"Kamu sayang kan sama mamah? Mamah cuma mau yang terbaik buat kamu, sayang."

"Tapi.. ah.. Yunanya juga ndak mau kan? Mamah masih mau maksa?"

"Sudah sudah, pembicaraan seperti ini mending diomongin dengan kepala dingin dan sambil duduk diruang yang lebih banyak udara, agar ndak terlalu panas."

Minho menyudahi obrolan, emosinya juga perlahan terpancing jika obrolan itu terus berlanjut. Tidak ada lagi yang bersuara hingga mereka tiba di kediaman Sana.

"Mamah langsung ke butik ya, sebentar saja kok cuma mau cek pesanan konsumen, Dek ntar Yunanya diantar pulang ya,"

Sana mengambil alih kunci mobil di tangan Minho dan bergegas pergi ke butiknya. Yuna agak ragu saat ingin melangkah masuk ke dalam rumah keluarga Sana itu.

"Kamu mau langsung pulang atau mampir dulu?" tanya Jeongin saat lihat Yuna hanya diam di depan pintu.

"Mampir dulu, ada yang perlu kita omongin,"

Ketiganya masuk dan duduk di ruang tamu, Minho ikut bergabung karena ia juga perlu membahas hal ini dengan Yuna. Ia tidak bisa terus-terusan diam dan membiarkan semuanya makin kacau.

"Yun, kamu ndak cinta kan sama aku?"

Yuna menggeleng dengan jujur, Jeongin benar-benar sahabat seperjuangannya. Sulit buat ia jatuh pada Jeongin karena hatinya saat ini sudah jatuh untuk orang lain.

"Aku juga ndak mau pacaran atau tunangan sama kamu Jeong, aku cinta orang lain,"

"Terus kenapa kamu selalu nurut sama mamah? Berkunjung ke sini begitu sering dan kayaknya kamu juga menikmati rencana mamah buat jodohin kamu sama Jeongin," Minho berkata dengan santai namun terkesan memojokkan.

Yuna menunduk, jari jemarinya saling memilin guna sembunyikan rasa malu.

"Aku mau dekat sama Pak Minho," jawabnya jujur.

"Aku cintanya sama Pak Minho, aku datang untuk belajar buat dessert kesukaannya Pak Minho, aku bahkan nyelesaian tugas lebih cepat supaya Pak Minho puji aku. Tapi tante Sana selalu minta aku pacaran sama Jeongin, aku ndak bisa. Aku sudah coba, tapi tetap saja ndak bisa,"

"Maafin mamah, kamu pasti jadi susah karena mamah,"

"Ndak ndak, aku senang. Soalnya bisa lebih dekat sama Pak Minho juga. Meski harus memanfaatkan Jeongin. Maaf,"

Buku-buku jari Jeongin memutih karena ia mengepalkan tangannya terlalu kuat. Jeongin marah, ia sungguh marah pada Yuna. Ia pikir Yuna gadis yang polos, namun nyatanya gadis itu memanfaatkan dirinya dan mamahnya agar bisa dekat dengan Minho.

Langit sepertinya sangat mengerti Jeongin, hujan turun mengguyur secara tiba-tiba. Tidak terlalu deras memang, namun cukup untuk membasahi sekujur tubuh. Langit menangis untuknya.

"Maaf? Kamu bilang maaf setelah manfaatin aku sama mamah?"

"Ndak.. Ndak gitu,"

"Pulang,"

Road Not TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang