Twenty Three

3.6K 534 183
                                    

Sebelum ini, Sana selalu berfikir bahwa mempersatukan ketiga putranya adalah jalan terbaik untuk memperkuat pondasi keluarga.

Meski harus Sana akui, dibalik itu semua juga ada niat terselubung berupa ingin menyembuhkan Jeongin, si anak bungsu dari orientasi seks menyimpang-nya. Sana percaya bahwa dengan mendekatkan anak itu dengan kakak-kakaknya yang (ia kira) lurus, Jeongin akan terpengaruh dan mau berubah. Itulah sebabnya mengapa saat Yuna hadir diantara mereka, Sana senang bukan main dan ngotot menjodohkan gadis tersebut dengan salah satu putranya tersebut.

Tapi nyatanya dia telah salah besar. Bukannya memperbaiki yang sedang rusak, ia malah turut menghancurkan putra-putra nya yang lain tanpa sengaja.

Ya Tuhan ... Sudah berapa lama hal ini terjadi? Mengapa isu sebesar ini bisa luput dari pengawasannya begitu saja?

Sungguh, kalau boleh mengulang waktu, hati Sana tidak akan jauh lebih sakit kala anak-anaknya saling membenci seperti dulu, daripada saling mencintai dalam konteks tidak wajar seperti ini.

"Mah, kenapa ndak dimakan?"

Nada lembut penuh perhatian dari mulut Minho berhasil menghilangkan lamunan ibunya. Wanita itu mengerjap, kemudian melirik Bu Mar yang sedang menyajikan sayur asam di atas meja makan. Dari gerak-gerik mencurigakan yang beliau tunjukan, Sana tahu Bu Mar sedang ingin mengatakan sesuatu,

Tanpa merespon ucapan Minho, Sana mencecar, "Bu Mar sudah tahu selama ini ketiga anak saya berbuat asusila pada satu sama lain?"

Yang ditanya tejungkat mendengar itu. Ia mendengar ribut-ribut saat keluarga majikannya pulang dari gereja sore ini, setelah tahu apa masalahnya, Bu Mar-pun mendadak bungkam dan mati kutu, kedua tangannya bergetar tiba-tiba, "S-saya... S-saya..."

"Tidak usah bohong, jangan sekali-kali ibu berniat menutup-nutupi. Katakan yang sebenarnya."

Diseberang meja bagian sana, Hyunjin dan Jeongin makin menciut diatas kursi mereka. Terlebih Jeongin, karena bocah itu sudah menangis ketakutan sambil meremas-remas tangannya sendiri.

"Bu Mar, tolong. Jangan buat saya lebih kecewa daripada ini."

Tanpa ada yang menduga, Bu Mar tiba-tiba bersujud di kaki Sana, lantas merunduk dan menangis, "Bu Sana... Saya minta maaf... Anak-anak menyuruh saya diam, saya ndak maksud nutup-nutupi, Bu... Saya cuma ndak berani..."

Jawaban itu membuat Sana tersenyum kecut. Bahkan pembantu saja bisa tahu lebih cepat darinya, "Saya tanya sejak kapan, Bu Maryam."

"S-sudah enam bulanan, Bu... Maafkan saya, maafkan saya..." Suara tangisan penuh penyesalan dari mulut Bu Mar memenuhi ruang makan dimalam itu. Membuat Minho beserta kedua adiknya makin dibebani jutaan rasa bersalah.

Ibu mereka sangat terkenal akan kelembutan dan kasih sayang yang melimpah di mata khalayak, namun kali ini, dalam manik mata baiknya, ada kilatan kesedihan mendalam yang membuat Minho, Hyunjin dan Jeongin merasa bahwa mereka telah durhaka dan menjadi anak-anak yang tidak berguna.

"Bu Mar boleh pulang hari ini," Ucap Sana setelah bungkam sekian lama, "Saya mau bicara sama mereka."

Diperintah seperti itu, Bu Mar segera bangkit saat itu juga dan meninggalkan rumah tersebut tanpa berani membantah lagi.

Setelah beliau pergi, posisi bersujud dikaki Sana segera digantikan oleh Minho yang tau-tau sudah memungut kedua tangan ibunya dan mulai menitikkan air mata, "Mah, Minho minta maaf ... Mamah boleh hukum Minho, Minho salah, Minho sudah nyakitin Mamah..."

Melihat itu, Hyunjin mengikuti jejak kakaknya dan ikut melakukan hal yang sama, "Hyunjin juga nyesel, Mah ... Hyunjin minta maaf, Hyunjin sayang Mamah. Mamah juga boleh hukum Hyunjin, Hyunjin nggak akan ngelawan,"

Road Not TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang