Two

4.2K 701 100
                                    

"Kamar untuk Jeongin masih dirapikan. Jeongin akan tidur dengan salah satu dari kalian."

Percakapan yang Sana buka usai mereka makan malam tentu membuat kedua putranya terkejut, Jeongin tidak karena dia sudah tahu.

"Jangan aku, aku butuh ruang sendiri untuk kerjakan skripsi. Sama Mas Minho saja." Minho mendelik ke arah Hyunjin dan detik selanjutnya berekspresi biasa.

"Yasudah terserah, asal nggak sentuh barangku dan nggak menempel saat tidur. Aku nggak masalah."

Meski tak suka dengan Jeongin, Minho lebih dewasa dari Hyunjin dan lebih bisa mengontrol emosinya. Tidur seruangan dengan orang asing sebenarnya sungguh menganggu bagi Minho. Namun, apa boleh buat? Ia tidak ingin ada perdebatan malam-malam.

Obrolan usai, semua masuk kamar. Jeongin mengekor di belakang Minho. Hanya diam dan mengikuti. Jangankan ngobrol, buka suara saja Jeongin tidak berani. Minho terasa dingin dengan segala aura dominasinya.

"Mas mau koreksi kuis mahasiswa Mas dulu. Kalau kamu mau langsung tidur, cuci dulu kakimu, sikat gigimu, dan pastikan jangan mendengkur."

Jeongin mengangguk, menuruti apa yang Minho perintahkan. Setelah dirinya bersih, ia berbaring pada sisi kanan ranjang. Berusaha memejamkan mata di tengah kondisi ruang yang terang karena Minho masih berkutat dengan beberapa kertas penuh tulisan.

"Mas, aku ndak bisa tidur. Kamarnya terang banget." Jeongin berucap takut-takut.

"Kamu pikir Mas bisa ngoreksi jawaban dalam keadaan gelap? Mikir Jeongin." Jeongin bungkam, kesal sebenarnya dengan jawaban Mas-nya. Ia tarik selimut sampai tutupi wajah, berusaha menghalau cahaya lampu yang mengganggu.

"HHUAAHH-!!"

Minho menoleh, Jeongin tengah terengah karena kehabisan napas. Si bodoh itu tidak bisa napas di bawah selimut tebal yang menutupi hingga wajahnya. Minho hela napas dan ia embuskan pelan. Masih ada beberapa lembar kertas yang belum dikoreksi tetapi ia memilih rapikan kertas dan bangkit berdiri untuk matikan saklar lampu.

"Bodoh," ucapnya sebelum ikut berbaring dalam ranjang yang sama.

Pukul dua dini hari, Jeongin merasa kerongkongannya kering. Ia bangkit dan menemukan Minho masih terjaga sedang duduk di meja kerjanya, kembali berkutat dengan kertas-kertas hanya dengan diterangi oleh pencahayaan lampu belajar.

"Mas enggak tidur?" tanya Jeongin.

"Nggak ada waktu buat tidur, besok Mas harus bagikan nilai ke mahasiswa." Minho menjawab dengan mata terfokus pada kertas. Sesekali menyisir poni yang halangi mata atau menaikkan kacamatanya yang turun.

"Aku keluar ambil minum dulu ya, Mas."

"Hm."

Jeongin turun dari ranjang, berjalan hati-hati agar tidak menabrak saat mencari pintu keluar.

Kaki-kakinya yang kurus melangkah perlahan menuruni anak tangga. Dapur ada di lantai satu, kamar Hyunjin, Minho, dan kamarnya kelak ada di lantai dua semua.

Jeongin berdiri mematung di ambang pintu dapur, ada Hyunjin yang tengah tenggak air langsung dari botolnya tepat di depan kulkas.

Tetesan air dingin jatuh dari sudut bibirnya, mengalir ke dagu untuk kemudian basahi kaus lekbong yang Hyunjin kenakan.

Glup!

Tegukan ludah kasar terpaksa Jeongin telan, sejenak dirinya terpikat oleh pesona kakak tirinya itu. ─Otot lengannya, bibir tebalnya yang basah akibat air yang ia minum, dan jangan lupakan rambut berantakannya akibat baru bangun tidur─ Sebelum lirikan tajam menusuk tepat di matanya.

Road Not TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang