Twenty Six

2.6K 368 3
                                    

"Berisik, asu!" Jeongin melempar ponselnya ke sembarang arah. Panggilan masuk dari Yuna terus mengganggunya. Ia kembali menenggak anggur merah dalam botol digenggamannya.

"Stres berat ya, bos?" lelaki asing yang mungkin juga pengunjung club menghampirinya. Lengannya merangkul sok akrab seolah-olah mereka adalah teman lama.

"Ndak usah sok akrab," Jeongin melepaskan rangkulannya, bersandar pada sofa lalu kembali meneguk minumannya.

"Mau coba nggak?" lelaki itu menyodorkan kotak kecil berwarna bening dengan beberapa pil di dalamnya.

"Ndak,"

"Bisa bikin happy, lupain aja masalahmu. Hidup cuma sekali, dibawa santai aja,"

Jeongin tidak berniat menanggapi, ia memungut ponselnya yang tergeletak di lantai lantas keluar dari club. Kepalanya pening karena terlalu banyak minum, ia ingin tidur di hotel namun uangnya habis, ingin kembali ke rumah tapi terlalu malas bertemu dengan Sana. Alhasil, Jeongin hanya bersandar di kap mobilnya ralat kap mobil Minho sembari menyesap sebatang nikotin.

Kepulan asap rokok berputar di depan wajahnya, ia terkekeh miris meratapi nasibnya yang malang. Disesapnya kuat-kuat batang rokok diantara jarinya lalu ia embuskan lewat hidung dan mulut.

"Je!"

Plak!

Yuna yang baru datang menamparnya dengan wajah bengis. Matanya sorot akan amarah dan kecewa.

"Kenapa? Masih mau bahas bercandaan garingmu lagi?"

Jeongin menjatuhkan rokoknya yang masih menyala ke aspal lalu menginjaknya, "Ndak ada waktu, Na."

"Jangan jadi bajingan! Aku hamil anakmu, Je!"

Jeongin memalingkan wajahnya saat Yuna menarik kerah bajunya dan mencengkram kuat.

"Aku memang mabuk malam itu, meskipun saat bangun aku hanya sendiri di atas ranjang. Tapi aku tau kamu sudah nidurin aku, Je! Kamu yang.. Kamu yang ambil perawanku dan bikin aku hamil! Aku ndak berani bilang orang tuaku Je kalau kamu ndak mau tanggung jawab."

"Ngawur,"

Jawaban singkat Jeongin berhasil buat Yuna berhamburan air mata, sahabatnya ini berubah total. Yuna tidak kenal Jeongin yang ada dihadapannya, Jeongin sahabatnya bukan bajingan seperti ini.

"Usia kandunganku baru tiga minggu, kalau aku gugurkan tidak akan jadi masalah, kan? Lagipula dia anak haram."

Deg!

Mendengar kata anak haram hati Jeongin berdenyut nyeri. Ia menjadi gay karena tidak ingin seperti ayahnya yang tidak tanggung jawab setelah menghamili Sana, ia menjadi gay karena tidak mau ada lagi anak yang lahir diluar pernikahan dan dikucilkan karena mereka dianggap haram, dia jadi gay karena dia tidak mau jadi lelaki bajingan yang menyakiti perempuan. Namun sekarang, ia telah menjadi lelaki bajingan itu, ia menghamili sahabatnya dan enggan bertanggung jawab.

"Maaf, tapi aku memang ndak bisa nikahin kamu."

Jeongin masuk ke dalam mobilnya, melaju meninggalkan Yuna di depan club. Ia kacau, tidak tahu harus berbuat apa. Hidupnya sudah sangat berantakan.

Sementara Yuna menangis pilu sembari pegang perutnya sendiri, ia tidak benar-benar ingin menggugurkan bayinya. Anak itu tidak bersalah, bagaimanapun Jeongin harus bertanggung jawab.

...

Tanpa Sana tahu, Minho ikut ke Jepang bersama Hyunjin. Beruntung kakek dan nenek mereka setuju untuk tidak memberi tahu Sana jika Minho ada di sana.

Road Not TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang