Twenty

3K 405 8
                                    

Hari ini Yuna datang lagi, sudah sebulan lebih mungkin Yuna selalu singgah di rumah sahabatnya itu. Keseringan karena ajakan Sana dan beberapa kali karena tugas dosen.

Kediaman Sana terasa lebih ramai saat ada Yuna di dalamnya. Rumah sederhana namun tetap berkesan mewah dan nyaman itu memiliki nuansa yang jauh lebih hidup sekarang, jika biasanya ketiga begundal sibuk di kamar dan keluar hanya untuk makan atau minum saja kini mereka lebih sering menghabiskan waktu di luar kamar.

Aktifitas seksual mereka tentu sangat terbatas, waktu kebersamaan sungguh sedikit, jalan satu-satunya adalah mereka harus pandai curi kesempatan.

Jeongin selalu bersama Yuna nyaris sepuluh jam perhari, Minho masih bisa curi kesempatan menikmati mulut hangat Jeongin atau tangan lembutnya di kampus. Entah di dalam mobil, entah di toilet, entah di kolong meja ruang dosen saat sepi. Berbeda dengan Hyunjin. Lelaki berbibir tebal itu benar-benar tidak menyentuh Jeongin belakangan ini, skripsinya nyaris rampung, seminar proposal sudah ia lewati, BAB IV dan V nya sudah dua kali kena revisi, Hyunjin bertekad segera menyelesaikan skripsinya agar bisa lulus lalu kerja dan membawa Jeongin pergi hanya berdua bersamanya.

Hyunjin yang baru pulang lantas memutar bola matanya malas kala melihat di ruang tamu Yuna dan Jeongin asik bersendagurau dengan buku berserakan. Kepala Jeongin tertumpu apik di atas paha mulus Yuna, keduanya terlihat memegang ponsel dengan suara-suara game online yang cukup keras. Baik Yuna maupun Jeongin akan saling mencubit, memukul pelan, atau mengacak-acak rambut saat ada yang kalah dalam game.

Hyunjin berdecak, mendudukkan dirinya di single sofa yang lantas membuat sepasang sahabat itu berjengit kaget dan membenarkan posisinya menjadi duduk. Buku-buku di atas meja mereka rapikan dengan tergesa saat Hyunjin meletakkan laptopnya di atas meja yang sama.

"M-mas Hyunjin mau aku buatin minum, ndak?" tawar Jeongin.

"Ndak usah, lanjut aja kerjain tugasnya biar Yuna bisa cepat pulang," jawab yang lebih tua ketus tanpa alihkan pandangan dari layar laptopnya.

Yuna merasa canggung dengan kehadiran Hyunjin di sana, memang sih Hyunjin hanya diam dengan tangan sibuk mengetik dan mata yang menatap fokus laptop dan buku bergantian. Tapi tetap saja aura Hyunjin terasa tidak enak, gelap dan dingin.

"Yun, kamu ndak risih pakai celana pendek begitu terus mangku kepala Jeongin?" tanya Hyunjin, matanya melirik sekilas pada Yuna lalu kembali fokuskan pandangan pada laptop.

"Ndak Mas, kalau sama Jeongin sudah biasa."

Fuck

Jeongin mengumpat dalam hati, bisa-bisanya Yuna menjawab dengan sangat jujur. Telapak tangan Jeongin sudah basah oleh keringat dingin, Hyunjin dan ia sudah lama tidak saling bersentuhan. Dan Jeongin yakin mendengar penuturan Yuna membuat darah dalam tubuh Hyunjin mendidih.

"Oh sudah biasa,"

"Akrab banget ya kalian? Pacaran saja sekalian."

Tuk!

Hyunjin menutup laptopnya cukup keras, nada kalimat berisi sindiran menjadi penutup perbincangan mereka sebelum Hyunjin pergi dari ruang tamu.

"Mas mu yang itu kenapa sih? Sensi banget kalau ada aku."

"Stress sama skripsinya, maafin Mas Hyunjin ya."

"Huh! Percuma ganteng, tapi emosian. Beda banget sama Pak Minho, lembut dan penyayang. Bikin kepingin dipacarin, hehe."

Jeongin diam tidak merespons, mengambil buku dan membukanya acak, "Ya, lanjut ngerjain tugasnya."

....

Road Not TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang