Thirteen

8.2K 720 406
                                    

Jeongin mengalihkan tatapannya dari arah Minho yang sedang basah kuyup.

Pria itu memakai kemeja tipis berwarna putih sehingga Jeongin bisa melihat samar-samar cetakan putingnya. Bibirnya pucat, sementara air masih terlihat menetes-netes dari rambutnya yang basah berantakan. Namun meski begitu, keadaan Minho sama sekali tidak mengurangi ketampanan yang ia miliki.

"Dingin, dek?" Tanyanya tanpa menghilangkan konsentrasinya pada ponsel yang ia genggam.

Jeongin mengangguk, "Banget, Mas. Mas Minho gimana?"

"Sama." Jawab Minho "Aku heran kenapa hari ini bisa sial banget. Sudah mobil mogok, hujan pula."

"Ini begundal satu ditelepon ndak ngangkat, di-chat ndak bales."

Jeongin tertawa kecil mendengar omelan Minho barusan, mengerti bahwa begundal yang ia maksud adalah si Hyunjin.

"Udah ndak apa-apa, mas... Tungguin aja mobilnya."

Mendengar jawaban itu, Minho segera menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas, kemudian beralih memandang sang adik dan menyentuh tangannya. "Tapi kamu kebasahan gini. Mas takut kamu kena flu."

Jeongin tersenyum, "Ndak apa-apa, mas. Jeongin kuat."

Bocah tersebut menjawab seperti itu meski bibirnya sendiri sudah terlihat membiru. Minho benar-benar tidak tega melihat kesayangannya dalam keadaan seperti ini. Hujan masih begitu lebat, bengkel tempat mereka membenarkan mobil sekaligus berteduh ini juga sangat bising dan tidak nyaman.

"Kamu tunggu sini sebentar."

Jeongin mengangguk mengiyakan perintah barusan tanpa banyak bertanya. Pemuda itu hanya terbengong saat dilihatnya Minho menjauh menemui salah seorang tukang bengkel yang sedang memperbaiki mobil mereka.

Hari ini memang sial sekali.

Mobil milik Minho mogok ditengah jalan besar dalam kemacetan; saat mereka berkendara pulang dari kampus menuju rumah. Jeongin sampai harus mendorong mobil tersebut bersama beberapa anak jalanan yang Minho minta untuk membantunya. Parahnya lagi, hujan tiba-tiba mengguyur turun dengan sangat lebat seolah turut serta melengkapi kesengsaraan mereka.

"Dek!"

Jeongin mendongak setelah Minho menegurnya, mengisyaratkan anak itu untuk datang mendekat kearah mereka.

"Kenapa, Mas?"

"Mobilnya turun mesin." Ujar Minho, raut kesal terlihat jelas dari wajahnya yang rupawan, "Bapak ini yang punya bengkel. Namanya pak Rudi."

Pak Rudi yang Minho maksud tersenyum lebar ke arah Jeongin. Mereka berjabat tangan sebentar sebelum Minho melanjutkan, "Pak Rudi punya homestay di belakang bengkel. Kita bisa sewa satu kamar disitu sambil nungguin mobilnya selesai."

Jeongin mengerinyit, "Homestay, mas?"

"Tempatnya enak kok, dik Jeongin..." Kali ini pak Rudi yang menimpali, "Ada AC-nya, kamar mandinya pakai shower dan water heater, kasurnya besar. Di dalam juga ada chiller, full snack sama minuman. Adik bisa makan semua yang didalam situ."

Setelah penjelasan singkat itu, Minho menatap Jeongin sambil mengelus kepalanya. "Lumayan kan buat ngangetin badan. Kamu bisa tidur sekalian ngeringin baju." Ujarnya kemudian.

Karena tidak merasa memiliki alasan untuk menolak. Jeongin-pun akhirnya setuju-setuju saja.

"Kamu duluan aja diantar pak Rudi. Mas mampir dulu ke warung mampir beliin makan."

Kemudian.... disinilah Jeongin berakhir.

Di dalam sebuah homestay minimalis yang hangat dan nyaman. Pak Rudi bilang ruangan ini kedap suara, jadi kalau Jeongin bosan dan ingin mengajak teman-temannya main. Kebisingan mereka tidak akan terdengar sampai ke kamar tetangga.

Road Not TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang