56

367 42 1
                                    

Alvin yang sudah rapih dengan setelan kemejanya, kini duduk manis di ujung kafe agar tidak terlalu menjadi pusat perhatian pengunjung yang lainnya.

Ia mengangkat tangannya ketika melihat sesosok perempuan yang sudah sekian lama menjadi pengisi hatinya, meski ia sudah meninggalkannya lebih dari dua tahun.

“Mau apa lagi kamu?!”

Gadis itu, Raya, berdiri di hadapan Alvin sambil menatapnya datar.

Bukannya kesal dengan kedatangan Raya yang ketus, Alvin malah tersenyum sembari menarikkan kursi Raya.

Mau tak mau Raya duduk di hadapan Alvin, namun matanya teralihkan dengan macetnya jalanan di samping kafe tempat mereka berada sekarang.

“Raya, aku minta maaf.”

Mendengar Alvin bicara, Raya semakin enggan untuk menatap Alvin. “Ck, udah gitu aja?”

Tanpa Raya lihat, Alvin menggeleng pelan, ia berusaha untuk meraih tangan Raya, tapi Raya dengan cepat menariknya.

“Kalo mau ngomong, ngomong aja, nggak usah pegang-pegang!” ketusnya, Alvin hanya tersenyum sebagai tanggapan.

“Aku tau kamu pasti marah banget sama aku, kecewa banget juga. Makanya aku ajak kamu ke sini, aku mau minta maaf sama aku, aku juga mau nepatin janji aku waktu itu.”

Pelan-pelan Raya menolehkan pandangannya ke arah Alvin yang menunjukkan senyum manisnya ke hadapan sang gadis pujaan.

“Aku mau tanya sama kamu, kamu jawab di dalam hati aja. Karena aku yang udah lama ninggalin kamu ini nggak mau terlalu kepo sama privasi kamu,” Alvin menghela napasnya pelan.

Raya menaikkan salah satu alisnya, “Mau tanya apa?” suaranya mulai melembut, Alvin tersenyum untuk yang kesekian kalinya.

“Kamu masih inget janjiku waktu itu?”

“Yang mana?”

Alvin menahan napasnya sebentar, “Dua hari sebelum akhirnya aku pergi ninggalin kamu selama hampir dua tahun belakangan ini.”

“Oh yang palsu itu, inget, kenapa?” nada bicaranya kembali ketus.

“Nggak palsu, Raya, emang udah lewat tenggang waktunya. Aku bilang kalo aku bakal lamar kamu kalau kamu udah naik kelas duakan—”

“Sekarang aku udah kuliah.”

Alvin mengangguk, “Aku udah cari tau soal itu, harusnya dari awal aku atur buat nggak ada kelas percepatan. Aku nyesel nggak ngelakuin itu dulu.”

“Yaudah, udah lewat. Nggak usah dibahas.”

“Oke, aku nggak bahas. Sekarang, aku tanya kamu lagi, apa kamu masih mau jadi pendamping hidup aku?”











Aku gatau mau ngomong apa lagi, sekali lagi untuk yang entah keberapa kalinya, kalian sangat luar biasah!

Udah tembus 20k reader, hehe.

Btw, aku bikin cerita ini just for fun, aku nulis kalo mood, kalo senggang, kalo inget sama akun ini. Jadi, aku minta maaf yg sebesar-besarnya kalo aku lama banget updatenya. Tapi, aku janji bakal selesain ini, walaupun ngaret :'v

Kalo kalian mau ngasih aku target cerita ini kelar kapan, kalian maunya kapan? Komen ya :)

Sister's Friend • Thariq HalilintarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang