(16) Sadewa

427 132 13
                                    

"Makasih ya Kak, udah mau repot-repot bantuin Kak Kania pulang," ucap Kaira

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Makasih ya Kak, udah mau repot-repot bantuin Kak Kania pulang," ucap Kaira.

"Iye, Ra. Santai aja-" jawab Jusuf.

"Yaudah, kalau gitu kita balik duluan ya!" pamit Haris. Haris berjalan keluar kamar, kemudian Esa, Felix, Jusuf dan Aji mengekor di belakang. Sisanya, masih beradu pandang di tempat. Clara menaikkan alis, setelah menyenggol lengan Bintara diam-diam.

"Heh, tanyain tuh sahabat loㅡ" bisik Clara sembari menunjuk Sadewa yang berdiri agak jauh dari mereka berdua. Sadewa diam saja, tapi kelihatan kalau wajahnya memancarkan kekhawatiran. Tidak ada yang tahu pasti bagaimana kronologis Kania pingsan, karena semua juga baru tahu ketika Sadewa yang mengabari.

Pemuda itu, tadi nampak kebingungan saat masih di tempat pameran, tetapi sesampainya di rumah Kania jadi pengamat doang, iya soalnya gak buka mulut sama sekali. Clara, Bintara, dan yang lain tentu saja menaruh curiga.

"Sa, lo apain si Kania kok bisa gak sadar diri kaya begini?" tanya Bintara sok galak.

"Aㅡ"

"Iya nih, Bang. Belum apa-apa kok udah pingsan?!" sambung Juna.

"Mungkin pendekatan lo terlalu serem, Bang-" Radit menambahkan.

"Yakali," sahut Keenan.

"Wkwkwkwk, santai aja jangan ngegas, Bang. Kasihan dia orangnya agak lelet," saran Dhika.

"HE ANAK KECIL GAK USAH NYALAHIN GUEEE!!" protes Sadewa. Pemuda itu kemudian berjalan keluar kamar. Diikuti Bintara, Keenan dan Dhika. Radit dan Juna menemani Clara yang masih menunggui Kania, siapa tahu bangun lebih cepat.

Tiga orang yang kini berada di ruang tengah, bukannya segera duduk dan melakukan interogasi pada Sadewa, malah asyik sendiri mengamati seisi rumah Kania. Kecuali Dhika yang notabene sudah sering mampir kemari, jadi ia menunggu dua pemuda yang melayangkan pandangan ke sudut-sudut ruangan. Maklum, Sadewa dan Bintara kan baru pertama kali ini.

Perihal Bintara, hal yang menarik perhatiannya adalah tentang suasana di rumah sebesar ini, tetapi serius hening dan sepi sekali. Adik Kania yang tadi muncul, sekarang juga sudah menghilang, mungkin sedang di kamar.

Sementara Sadewa, bukan perihal itu. Namun, tentang deretan foto yang terpajang rapi di dinding yang mengitari ruangan. Ada sesuatu yang mengganjal di pikiran pemuda itu.

"Woi, pada ngapain sih?" suara Dhika menginterupsi. Sudah bosan menunggu aktivitas tidak jelas kedua kakak ini.

"Sadewa, sini. Lo harus jelasin semuanya-" perintah Bintara.

Alih alih menuruti perkataan Bintara, Sadewa malah meraih satu foto keluarga yang dibingkai dan diletakkan di dekat televisi. Pemuda itu mengernyit, memandangi potret usang milik keluarga Kania.

"Sa!' pekik Bintara, geram.

"Kan gue udah bilang, gue nggak ngapa-ngapain dia, kok. Gue juga kaget kenapa Kania bisa pingsan di depan minimarket," jelas Sadewa, masih berdiri di tempat yang sama.

"Mungkin, Kak Kania emang lagi nggak fit kali ya?" ujar Dhika.

"Iya, kali. Wajahnya emang udah pucat gitu waktu gue ajak jalan dari depan gedung pameran ke minimarket," jelas Sadewa. "Padahal yang belum makan dari pagi kan gue,"

Bintara berpikir sebentar. "Lo...ada salah bicara sama dia mungkin, jadi dia shock terusㅡ"

"APAAN DAH ENGGAAKKK!!! SUMPAH, GUE YAKIN BUKAN SALAH GUE," potong Sadewa.

"Ya elo mah ngomong gitu soalnya gak mau disalahin," dengus Bintara.

Sadewa kesal, meletakkan pigora yang tadi ia pegang, kemudian menghampiri Bintara dan Dhika di sofa.

"Lo napa jadi gak percaya ke gue sih, Bin?!" protesnya.

"Yaelah, nanya doang napa sewot sih, bambank!?!" Bintara tidak mau kalah. "Duduk sini coba, ngapain lo berdiri di sana. Kaya tahu aja siapa yang ada di foto,"

"Emang lo sendiri tahu!? Dih, kenapa sih lu Bin, anehㅡ"

"UDAH UDAH JANGAN BERANTEM!!!" seru Dhika, menengahi. Sadewa dan Bintara langsung diam. Cih, sok galak tapi takut sama anak kecil. Sadewa kembali memikirkan soal foto tadi, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Ia amat penasaran tapi dirinya sendiri juga tidak mengerti.

Beberapa menit berlalu, Clara, Juna dan Radit keluar kamar Kania. Mengajak yang lain untuk pamit, karena hari sudah beranjak sore.

"Kuy balik," ajak Radit.

"Pamit dulu ke Kaira, tapi dimana dia sekarang?" tanya Clara.

"Nggak tahu, mungkin di kamar?"

Kemudian Kaira muncul, mengucapkan banyak terimakasih kepada keenam orang yang datang. Tanpa mereka, mungkin Kania tidak akan bisa pulang dengan selamat tadi.

"Makasih ya, Kak Clara, Kak Bintara..."

"Oh iya, Juna, Radit, Keenan juga..makasih, lain kali mampir kesini lagi..jangan sungkan,"

"Eh, kakak yang satu ini siapa namanya ya maaf Kaira lupa, Kak Kania nggak pernah kasih tahu.." kata Kaira sambil menunjuk Sadewa.

"Oh, aku Sadewa, dek." sahut Sadewa sambil mengulurkan tangan.

"Ooo, makasih Kak Sadewa!" balas Kaira sambil tersenyum. Rombongan satu persatu menyalami Kaira, kemudian berjalan keluar. Satu yang masih membuat Sadewa penasaran, membuat pemuda itu masih setengah bengong saat berpamitan.

"Duluan ya, Ra! Sa, ayo buruan!!!"

Nggak salah lagi, Sadewa pernah melihat foto tadi sebelum di tempat ini. Tapi dimana? Kok bisa?

 Tapi dimana? Kok bisa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
#5 Distraksi Tiga Dimensi✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang