(41) Sadewa

174 35 4
                                    

Di hari berikutnya, pikiran Sadewa makin kacau tidak karuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di hari berikutnya, pikiran Sadewa makin kacau tidak karuan. Perasaannya turut gelisah, namun ia terlalu gengsi untuk mengakui kalau ia rindu, rindu teman-temannya juga Kania. Perihal Sharen yang tiba tiba datang dan mengacaukan semuanya (menurut Bin dan Aji), Sadewa sudah tidak peduli lagi.

Sadewa beberapa kali mencoba menghubungi Kania lewat ponselnya tapi tidak mendapat respon satupun. Dan di percobaan terakhir, maaf nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

"Dewaaaaaaa sini turun, ada yang nyariin nih-" suara teriakan dari luar mengejutkan Sadewa yang masih meratapi kesalahannya. Sadewa pikir yang datang pasti Juna atau Radit, atau malah Bintara. Ternyata salah besar.

"Ngapain lo kesini?" tanya Sadewa dengan dingin.

Sharen mengerutkan alisnya melihat respon Sadewa. "Emang nggak boleh? Udah lama nggak main kesini aja sih-"

"Gue nggak ada waktu, bentar lagi gue mau keluar-" tegas Sadewa.

"Gue ikut aja kalau gitu,"

"Nggak bisa. Gue mau ketemu Kania,"

Setelahnya, Sharen mundur beberapa langkah dari Sadewa. Gadis itu tersenyum pahit lantas berjalan cepat meninggalkan rumah Sadewa. Meski menyakitkan, memang begini adanya. Resiko yang harus ia terima ketika mencoba mengulik kembali masa lalu yang tak pernah sedikitpun memberinya akhir bahagia, sampai di masa sekarang.

"Loh kemana Sharen-nya? Padahal baru aja mau Bunda bikinin minum-"

"Nggak usah, Bun. Dia udah balik. Lagian Dewa juga mau pergi sekarang," jawab Sadewa. Cowok itu meraih tangan sang bunda dan menciumnya perlahan. "Berangkat dulu, Bun. Doain berhasil-"

Bunda cuma berdiri kebingungan di depan pintu, memandangi putranya yang sudah melajukan motornya, lalu menghilang setelah berbelok di depan gerbang.

Sadewa menatap Aji yang masih melihatnya dengan tatapan tidak mengenakkan. Cowok itu berusaha bicara baik-baik supaya Aji nggak makin kesal dengan dirinya.

"Plis lah tolongin, Ji. Gue ngaku, salah. Tapi makin lama kek begini juga nggak bikin gue tenang." kata Sadewa. "Kalau lo yang ngomong pasti dia mau, Ji."

Aji menghela nafasnya, "Yaudah iya iya, berisik! Lo tunggu aja ke perpustakaan tempat dia biasa pinjam komik, ntar gue atur biar dia kesana-"

"SERIUS, JI? YA AMPUN LO BAIK BANGET DAH-"

"DIH JAUH JAUH YAA JANGAN SENTUH GUEEE!!"

Sadewa menuruni anak tangga dengan hati-hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sadewa menuruni anak tangga dengan hati-hati. Walau tak bisa ia pungkiri, jantungnya berdegup lebih kencang dari biasa. Seluruh tubuhnya seakan bergetar membayangkan ia akan bertemu dengan gadis itu setelah sekian minggu terdistraksi oleh beberapa hal.

Cowok itu membaca kembali pesan dari Aji. Benar kok, alamatnya. Dan harusnya Kania juga sudah berada di sana kalau sesuai dengan rencana.

Sadewa berjalan mendekat, membuka gagang pintu kemudian menunduk sambil tersenyum sopan pada penjaga perpus di meja depan.

Tidak butuh berlama lama lagi, Sadewa menangkap bayangan sesosok perempuan yang ia kenal. Tidak salah lagi, yang ia cari. Diam-diam pemuda itu mengikutinya dari belakang, berniat membuntuti.

Rencananya berhasil. Berkat Aji, emang cuma cowok itu yang bisa diandalkan untuk memperbaiki hubungan Sadewa dengan Kania yang hampir retak seutuhnya ini.

Sadewa menyesal. Kenapa sebodoh itu sampai tidak menyadari kalau Kania tidak suka dengan kehadiran Sharen tiba-tiba di antara mereka. Lalu soal Sharen, kenapa juga dia bersikap seolah tahu segalanya.

Sadewa mengakui. Dia memang pernah menaruh hati pada cewek bermata sipit itu, tapi sekali lagi itu cuma di masa lalu. Sadewa bahkan masih ingat betapa ia menjadi primadona di sekolah kala itu, dan bagi cowok cupu seperti Sadewa mana mungkin akan berhasil mendapatkan hatinya. Sharen hanyalah angan-angan masa lalunya, yang telah terkubur dalam-dalam. Sadewa berani bersumpah, ia tak ada apa-apa dengan gadis itu lagi, di masa kini.

Dan Kania, gadis itulah yang kini mencuri hatinya sejak pertama bertemu di hari itu. Setelah lebih dari setahun berada di sekolah yang sama, dipertemukan dalam kesempatan yang aneh dan tak biasa. Namun justru hal itulah yang mendorong Sadewa ingin tahu pasal kehidupan Kania, seseorang yang tak pernah muncul di permukaan. Atau Sadewa saja yang terlalu lama mengurung diri di dalam goa.

Gadis berambut panjang yang kini duduk di salah satu kursi, serius membaca lembar demi lembar buku yang ia ambil dari rak barusan. Sedetik kemudian ia tertawa pelan, menertawai salah satu adegan dalam gambaran komik tersebut.

Ah, soal senyum itu, tawa itu, sungguh Sadewa rindu. Andai saja Kania nggak salahpaham soal dirinya dari awal, maka ia tak harus menerima cacimaki dari Bin dan Aji, lalu tak juga harus menahan kerinduan seperti ini.

"Hai-"

Tidak bisa menahannya lagi, cowok itu mempercepat langkah dan mengambil duduk di samping kanan Kania tepat. Sedikit terkejut, Kania langsung melompat dari kursinya. Namun, tangannya ditahan oleh orang itu. Mau nggak mau Kania harus menoleh dan menatap wajah seseorang yang ia pikir adalah orang asing yang berniat buruk padanya.

"Lama nggak ketemu, Nya! Apa kabar?" sapa cowok itu, lagi.

Kania kaget bukan main, tapi ia tetap menyembunyikan ekspresinya dengan berusaha memasang wajah datar pada Sadewa.

"Lo? Ngapain lo di sini? Lo ngikutin gue?"

"Enggak, kok. Kebetulan gue lewat sini, terus mampir. Eh pas banget lihat lo sendirian-"

"Jauh-jauh dari gue deh, lo kan udah punya pacar sekarang. Nanti gue dikira perusak hubungan orang."

Ucapan Kania langsung menyambar hati Sadewa. Bagai tersambar petir di siang bolong. Cowok itu ingin sekali memeluk Kania dan menjelaskan yang sebenarnya namun apalah daya.

"Nya, jangan gitu dong. Gue nggak ada apa-apa sama Sharen. Lagipulaㅡ"

"ㅡlagipula apa? Lagipula kalian cuma mantan gitu? Banyak kok di luar sana yang udah putus ujungnya balikan lagi soalnya masih sayang." potong Kania.

"Siapa bilang Sharen mantan gue? Ngaco banget, gue nggak pernah pacaran sama dia, serius!" suara Sadewa mulai meninggi. "Plis lah, jangan dengerin omongan orang yang malah bikin kita makin jauh kaya begini. Gue udah terlanjur nyaman di deket lo, Nyaㅡ"

"Bohong, lo cuma jadiin gue pelarian. Buktinya, seminggu ini lo nggak inget sama sekali sama gue. Lo sibuk mesra-mesraan sama Sharen, dan dari situ gue sadar, banyak hal yang gue nggak tahu soal lo, dan Sharen tahu."

"Gue sadar gue bukan siapa-siapa lo, Sa." lanjut Kania dengan suara lirih.

"Nya, serius lo cuma salah paham. Kita bisa omongin ini baik-baik," ucap Sadewa juga mulai melemah.

Sebelum Kania sempat menjawab, seorang petugas datang menghampiri keduanya dengan tatapan garang.

"Tolong ya, kalau mau ribut mending di luar aja. Jangan di sini, ini perpustakaan!"

 Jangan di sini, ini perpustakaan!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
#5 Distraksi Tiga Dimensi✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang