(22) Sadewa

387 103 11
                                    

Tengah malam kala itu, Sadewa terbangun dari tidurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tengah malam kala itu, Sadewa terbangun dari tidurnya. Meregangkan otot lengan yang kaku serta pegal karena menjadi alas kepala selama ketiduran di atas meja belajar, kemudian melirik kalender yang ada di mejanya. Oh ternyata masih hari Sabtu, Sadewa pikir sudah Minggu. Pemuda itu berjalan ke kasur, mengambil ponselnya yang terabaikan sejak tadi pukul tujuh, sampai sekarang sudah pukul satu. Dengan kilat membaca notifikasi di layar yang masih terkunci, tanpa harus membuka ke aplikasi.

Ada banyak yang pesan yang tertinggal, dari Bintara sampai Arjuna. Sayangnya, Sadewa tidak tertarik pada pesan Bintara. Karena seperti biasa, pemuda itu hanya mengoceh tidak jelas. Justru, dua pesan dari Arjuna cukup membuat mata Sadewa yang awalnya masih berat, langsung terbuka lebar-lebar.

'Bang, harusnya lo traktir gue. Adik lo yang paling ganteng ini udah menjaga rahasia dengan aman.'

'Pokoknya abis lo ujian akhir semester, harus ajak gue makan gratis di kafetaria!! ehehehehe,"

Rahasia apa yang dimaksudkan Arjuna? Memangnya Sadewa punya rahasia yang harus ia simpan bersama Arjuna? Seingat Sadewa, ia bahkan sudah lama tidak bertemu Arjuna karena terlalu sibuk belajar untuk persiapan UAS. Terakhir bertemu Arjuna kan hari Senin waktu itu. Ah iya, mungkin yang dimaksud Juna adalah perihal Kania. Pasti benar, tidak salah lagi.

Sadewa bingung sendiri. Menghubungi nomor Arjuna beberapa kali, tapi tidak mendapat jawaban. Ya jelas, memang sekarang jam berapa dasar Sadewa. Tidak ada pilihan lagi, selain membalas lewat kolom pesan yang sama. Padahal Sadewa kurang suka berbalas pesan. Hmm iya, Sadewa kan sukanya langsung tancap gas ajak telepon.

Berhasil terkirim dalam hitungan detik, tetapi tentu saja belum terbaca. Terakhir dilihat oleh Arjuna, sekitar pukul sembilan lewat duapuluh. Sadewa mengacak rambutnya, frustasi. Lamat-lamat, ia perhatikan kembali pukul berapa sebenarnya pesan ini masuk ke ponselnya. Tertulis, delapan lewat lima menit.

"Yakali, jam segitu gue mana pegang hp? Nih anak sok lupa apa gimana, apa malah sengaja!?"

Sadewa kesal, memilih meninggalkan ponsel di kasur, dan kembali lagi ke singgasana. Rangkuman yang ia buat sejak kemarin malam, baru rampung tadi sore. Lalu ia baca sambil sesekali menguji diri melalui latihan soal, dari setelah maghrib sampai jam sembilan malam. Tanpa terusik sama sekali oleh godaan ponsel pintar, justru ketika merasa lelah, Sadewa akan langsung ketiduran di meja. Bertumpu pada kedua lengan, kemudian terbangun dengan sendirinya di tengah malam. Siklus yang sudah biasa terjadi dalam hidup pemuda bernama Sadewa itu.

Sudah terbiasa dari awal, jadi sulit sendiri untuk dihentikan. Sadewa dan segala usaha keras yang ia tempuh supaya bisa mendapat nilai baik serta harapan sukses meraih kursi perguruan tinggi negeri nanti, semoga akan terbayar setimpal jika sudah saatnya. Meskipun terlihat dan terdengar begitu ambisius, sebenarnya tidak seburuk itu. Sadewa juga tetap punya batas sebuah ambisi. Dan dirinya paham betul tentang apa yang ia inginkan.

Pemuda itu berniat kembali belajar, namun pandangannya teralih ke selembar foto yang kala itu ia temukan di taman. Ia berniat mencari tahu siapa pemiliknya, tetapi ia sendiri tidak pernah kembali ke taman. Benar-benar, urusan sekolah menyita waktu Sadewa sampai pemuda itu lupa akan cara merilekskan pikiran jenuhnya.

#5 Distraksi Tiga Dimensi✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang