Speechless
*Daniel POV
Disinilah aku sekarang, duduk terdiam di atas sofa berwarna merah bata dengan mata terus tertuju pada layar handphone yang ia genggam semenjak ia duduk di sini. Berulang kali aku menyentuh layar, menggeser ke sana kemari, mematikan, lalu menyalakannya kembali hanya untuk menunggu balasan dari seseorang.Noona sama sekali belum membalas pesab terakhirku. Seingatku sudah lebih dari 15 menit aku menunggu balasannya. Apakah ia lupa dengan adiknya yang meminta tolong karena situasi canggung saat ini. Aku hanya bisa berdoa semoga ia dalam perjalanan bersama Eomma untuk menjemputku dan dia.
Dia yang ku maksud dan membuat situasi cukup canggung sedang berada di dapur. Jika saja tidak ada suara memalukan dari perutku, mungkin ia tidak perlu repot-repot untuk bergelut di sana.
Hufft
Aku hanya bisa menghela nafas. Bukan karena bosan ataupun teramat lapar, hanya saja semenjak kejadian perut keroncongan, ada hal lain dalam diriku yang juga tidak bisa berhenti berbunyi. Jantungku berdetak tak karuan, apakah seperti ini rasanya hanya berduaan dengan seorang gadis?
Aku membuang segala pikirab yang membuat jantungku lebih berdetak tak karuan. Sakura terdengar sangat sibuk sekarang. Sebenarnya aku bisa saja menoleh dan melihatnya, namun aku belum siap. Aku harus menenangkan jantungku terlebih dahulu sebelum dapat melihatnya.
Ping! Ping!
Aku segera nenyalakan handphone kembali. Akhirnya Eunbi membalas pesanku, namun pesan yang kubaca justru membuatku semakin tak tenang.
Hei, aku sudah bilang Eomma. Kami akan menjemput kalian tapi tidak sekarang ya. Tiba-tiba Eomma harus pergi ke tetangga, sepertinya Nyonya Ma membutuhkan bantuan dari Eomma. Kami akan segera ke sana setelah Eomma kembali. Ku mohon bersabarlah, anggap saja ini seperti saat kau dan Sa-chan masih kecil. Kalian punya kenangan main bersama hanya berdua kan. Hehe
Sial! Apakah Eunbi mengharapkanku untuk tertawa sekarang! Apakah sekarang ini situasiku adalah sebuah candaan! Aku tidak habis pikir dengan dua wanita di rumahku, mengapa mereka sepertinya sangat enteng mengatasi situasi ini. Apa hanya aku yang salah memahami situasi ini.
Aku meletakkan handphone ku menjauh dengan sebal. Percuma juga kaalu membalas, paling jawabannya juga sama : Bersabarlah. Apakah mereka berharap aku menjadi biksu agar bisa mudah bersabar.
Oke, kalau aku hanya diam saja di sini, jantung ini tidak akan bisa berhenti. Apa yang harus aku lakukan ya. Aku mulai memandangi setiap bagian di sekitarku, ada majalah namun semua berhuruf jepang, mana aku dapat membacanya. Satu-satunya yang berbahasa korea ada sebuah surat kabar di atas meja tentang perekonomian negaraku, bukan tipe bacaan yang kusukai.
Huffff....
Aku kembali menghela nafas, kali ini lebih panjang. Entah apa karena helaan nafasku yang terlalu keras atau bagaimana, suara Sakura mengagetkanku.
"Apakah kau bosan Daniel-ssi? Maafkan aku, aku masih baru selesai mencuci sayuran. Kalau kau bosan, kau bisa menonton tv di sana" Pinta Sakura sedikit berteriak, mungkin karena jarak antara dapur dan ruang tamu cukup jauh.
Entah sejak kapan aku merasa Sakura mulai memanggilku dengan nyaman, tentu saja tidak seperti sebelumnya. Aku ingat ia selalu memanggil namaku dengan lengkap "Kang Daniel-ssi" yang membuatku terlihat seperti orang asing baginya.
Bukan, bukan. Bukan karena aku tidak suka dianggap sebagai orang asing olehnya, tapi entah mengapa aku tidak suka jika ia terlalu kaku denganku. Bagaimanapun juga ia teman masa kecilku, seperti kata Eunbi Noona tadi. Yah, mau tak mau aku setuju dengan Noona tentang hal yang satu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Kaonashi (Season 1)
FanfictionKang Daniel, siswa populer di SMA Negeri Busan, merasa gagal menjadi populer ketika ia bertemu si "Kaonashi".