Jangan lupa tinggalkan jejak readers😊
***
Dentingan jarum jam terdengar di ruangan sepi tersebut, yang berisikan dua remaja yang saling diam. Satu remaja terbaring di atas brankar dengan mata terpejam, satu remaja lagi duduk di sebelah brankar sambil terus memperhatikan orang yang terbaring di brankar.
Tidak ada petugas di ruang Unit Kesehatan Sekolah atau UKS ini, sehingga Linea pergi mencari salah satu guru yang biasa jaga, atau murid anggota PMR yang dia temui.
Kemudian derit pintu terbuka terdengar, memperlihatkan wajah panik Linea, dan wajah datar Ryan, serta Bu Dian, guru yang datang bersama mereka dengan raut wajah terkejut, panik, dan marah. Alana tidak yakin, tapi dia dapat melihat raut amarah di wajah Bu Dian.
“Tolong kamu minggir sebentar Alana.” Titah Bu Dian yang langsung Alana turuti.
Guru dengan perawakan ramping, tinggi, putih, dan cantik itu mulai memeriksa kondisi Naufal. Setelahnya, terdengar helaan nafas lega keluar dari bibirnya.
“Kenapa Bu? Apa yang terjadi sama kak Naufal? Kenapa dia pingsan?” Runtutan pertanyaan tersebut keluar dari bibir mungil Alana. Kemudian Linea yang langsung mengusap lengan Alana pelan, menenangkan sahabatnya tersebut.
Sebelum menjawab, Bu Dian menatap Alana, kemudian tersenyum menenangkan. Alana semakin takut, mengapa semua orang di ruangan ini seakan banyak sekali menyimpan rahasia tentang dirinya dan juga Naufal, termasuk Ryan yang sedari tadi diam di samping Linea.
“Tak apa Alana, Naufal Cuma kelelahan. Mungkin dia ke seringan menggunakan energinya dalam porsi besar akhir – akhir ini. Selengkapnya, kamu bisa tanyakan sendiri sama Naufal setelah dia siuman. Kalau begitu Ibu permisi dulu, Ryan, masuk kelas kamu. Pacaran aja kerjanya.” Bu Dian menjelaskan kemudian pergi dengan menyeret Ryan. Mungkin Bu Dian sedang mengajar di kelas Ryan.
Kini tinggal Alana dan Naufal di ruangan serba putih tersebut, Linea meninggalkannya dengan alasan akan masuk kelas dan berjanji akan mengizinkan Alana dengan guru yang sedang mengajar di kelas mereka saat ini.
Lama-kelamaan Alana bosan juga menunggu Naufal siuman, dia hanya diam memandang sekeliling, sesekali memandang wajah tenang Naufal.
Pria tersebut sangat berbanding terbalik dengan sifat aslinya jika sedang tidur seperti ini. Wajahnya terlihat lebih tenang, tak ada ekspresi yang tergambar disana. Alana menyukainya.
Tanpa sadar, Alana mulai tertidur di samping lengan Naufal sambil duduk. Hingga dia tak sadar pria di hadapannya ini mulai membuka matanya perlahan. Setelah terbuka sempurna, dia merasakan pening di kepalanya. Sambil memegangi kepalanya, dia mulai mencoba bangun.
Naufal tersenyum tipis melihat Alana ternyata menunggunya. Dia rasa, Alana sudah mulai menerima hubungan mereka, dan mulai membutuhkannya.
Kreet
Pintu UKS terbuka, kemudian munculah Raya dan Linea dari balik pintu sambil memanggil nama Alana beberapa kali. Hal itu membuat Alana yang tadinya terlelap menjadi terjaga. Dia mengucek matanya menyesuaikan cahaya yang menerobos masuk ke dalam netranya.
“Na tadi ada pengumuman katanya suruh belajar di rumah alias di bubarin. Lo mau di sini apa balik? Gue udah bawa tas lo sekalian nih.” Ucap Raya tanpa jeda. Dia terlihat sangat senang dengan kabar pulang cepat ini.
“Kalian berdua pulang duluan aja gapapa, aku mau mampir ke perpus bentar, mau balikin buku yang kemaren aku pinjem.” Jelas Alana
Kedua sahabatnya pun mengangguk, kemudian meletakkan tas Alana di brankar, disamping kaki Naufal. Lalu pamit pulang, Ryan sudah menunggu di parkiran, kata Linea, dan kata Raya, dia ingin segera melemparkan dirinya pada kasur empuk di rumahnya, efek tidur hanya beberapa jam saja, membuatnya masih mengantuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA
Teen Fiction"Mau kakak tuh apa si sebenernya?!" Ucapku dengan nada yang lebih tinggi. "Mau gua? Lo mau tau apa mau gua?" Jawabnya sembari turun dari motornya lalu berjalan mendekat. "Mau gua, mulai.sekarang.lo.jadi.cewek.gua." lanjutnya penuh penekanan di setia...