Chapt.21| Happy and Sad

1.4K 88 3
                                    

Satu minggu kemudian

Semuanya lebih baik sekarang, perasaan Alana telah membaik, setelah Ryan mulai membuka perasaannya untuk Alana sebagai seorang kakak laki-laki yang melindungi adiknya.

Setiap hari sepulang sekolah, Alana selalu menyempatkan diri untuk melihat keadaan Naufal. Kata dokter, Naufal ada sedikit perkembangan. Hal itu membuat perasaan Alana jauh lebih lega. Namun, sikap Naufal masih cuek kepada Alana, apakah Alana masalah? Tentu saja tidak. Dia sungguh sabar menunggu hingga Naufal sendiri yang akan berubah seperti dulu nantinya.

Hari ini weekend, sudah satu minggu sejak Naufal di rawat di Rumah sakit. Alana datang pagi-pagi untuk menemani Naufal satu hari full. Dia tak pernah lelah untuk mengajak Naufal ngobrol. Walau sering di abaikan.

"Kakak mau buah? Aku kupasin ya." Alana mengambil buah dari atas nakas, kemudian mengupasnya lalu memotongnya kecil menjadi beberapa bagian.

Setelahnya, Alana menyuapi Naufal dalam diam. Sebenarnya Alana sedikit sedih, namun tak apa. Mungkin belum waktunya, begitu pikir Alana.

"Gimana perasaan kakak? Masih sering sesak nafas?" Alana bertanya lembut di sela-sela kegiatannya menyuapi Naufal.

"Jangan tanya hal yang udah lo tau jawabannya. Buang-buang waktu." Lagi, Naufal menjawab dengan nada dingin.

Alana menghela nafas lembut
"Kakak segitu kecewanya sama aku?" Alana bertanya namun Naufal tak menjawab.

"Kemarin-kemarin di sekolah aku di gangguin kak Bara. Dia godain aku, terus nembak aku beberapa kali. Tapi aku tolak. Kakak tau kenapa?" Naufal tetap diam.

"Karena aku udah punya kakak. Jujur, aku udah suka sama kakak dari lama, dari waktu kakak ngajak aku ke gedung kosong buat nunjukin karya mural kakak, dan aku kaget karena itu gambar aku, diriku. Sejak hari itu, aku mencoba memahami kakak, mencari tahu tentang kakak, dan akhirnya masuk ke kehidupan kakak." Lanjut Alana, namun Naufal masih tetap diam.

"Aneh ya, kita jadi se asing ini. Kalo gitu aku keluar aja. Cepat sembuh ya kak. Maaf buat kakak kecewa." Alana mengakhiri kalimatnya, menaruh kembali piring buah, lalu berdiri, berjalan keluar ruangan dengan mata yang sudah siap untuk menumpahkan airnya.

Sementara Naufal, dia masih memandang kosong ke depan, entah apa yang ada dipikirannya saat ini.

***

Setelah keluar dari ruangan Naufal, Alana berjalan menuju kantin rumah sakit. Salah jika kalian pikir Alana akan meninggalkan Naufal. Dia hanya memberi Naufal waktu sendiri, dan ingin menenangkan perasaannya sendiri.

Namun saat tiba di kantin, Alana melihat Linea, dan juga Ryan terlihat sedang bercanda di meja tengah. Alana tersenyum getir. Ya, walau Ryan sudah mulai berubah, namun dia tak pernah memiliki kesempatan untuk bercanda dengan Ryan, Alana iri dengan itu. Dia memutuskan untuk menghampiri keduanya.

"Eh Na, lo udah dateng? Atau malah lo udah dari ruangan Kak Naufal?" Linea menghentikan tangan Ryan yang sedang mengusak rambutnya.

"Engga, baru dateng." Alana bohong tentu saja.

"Oohh mau sarapan? Udah pesen? Mau gue pesenin?" Linea memang selalu cerewet dan tak henti memberi perhatian kepada orang terdekatnya.

"Biar aku aja." Ryan berkata kepada Linea kemudian bangkit dan pergi menuju salah satu kedai di kantin ini.

"Na, gue tau lo bohong. Kenapa? Berantem sama kak Naufal?" Linea memang hebat, dia bisa tahu perasaan Alana yang sebenarnya.

Alana bercerita tanpa gairah, tentang perasaannya, tentang berubahnya sikap Naufal, tentang segalanya. Air mata Alana tumpah saat itu juga. Namun tidak sampai tersedu.

ALANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang