"Sakit rasanya melihat dia yang kamu sayangi ternyata lebih menyayangi orang lain.."
-Alana Agnesia
***
"MA..."
Seorang anak laki laki berjalan tergesa-gesa menuruni tangga menuju lantai satu. Dengan dasi yang menggantung di lehernya tanpa dipakai.
"Naufal jangan teriak teriak" seorang wanita paruh baya terlihat berjalan menghampiri putra sulungnya diikuti seorang anak kecil berjenis kelamin perempuan di belakangnya.
Naufal yang tadi berteriak hanya menampilkan wajah tanpa dosanya.Anya-mama Naufal- langsung dengan cekatan memasangkan dasi yang menggantung di leher anak sulungnya. Naufal memang payah dalam memasang dasi. Bahkan saat SD, dia tak pernah mengenakan dasinya.
Pernah saat SMP di tanyai oleh guru mengapa tidak memakai dasi, dia menjawab 'Biar bisa modus minta pasangin dasi sama istri pak'. Biarkan Naufal berimajinasi.
Saat awal memasuki SMA Bhakti, dia sering dihukum karena tidak memakai dasi, atau hanya menenteng dasi tanpa dikenakan. Lalu orang tuanya dipanggil, dan jadilah sampai sekarang sang ibu yang selalu memakaikan dasi putra sulungnya."Belajar pake sendiri kenapa pal, kan mama nggak pasti di rumah terus." Kata Anya sambil terus membuat simpul di leher Naufal.
"Kalo Nopal belajar ntar nggak jadi dong modusnya ma." Jawabnya nyeleneh.
Memang Naufal itu tak pernah serius."Dasar kamu tuh, udah sana sarapan." Anya berkata sambil merapihkan kemeja sang anak.
"Nggak usah mah, Nopal mau jemput calon menantu mamah, ntar takutnya kesiangan. Hehe." Naufal terkekeh dengan ucapannya sendiri.
Setelah itu dia menyalimi ibunya lalu berpindah pada gadis mungil yang sedari tadi berdiri di belakang ibunya. Dia menciumi pipi gembul adiknya itu hingga menimbulkan kekehan dari sang adik. Lalu Naufal melesat menuju rumah yang katanya calon menantu mamanya itu.
***
Alana tengah berjalan menyusuri koridor lantai satu. Sekolah masih sepi karena memang masih pagi.
Drtt Drtt Drtt
Handphone di saku rok Alana bergetar. Tangannya bergerak untuk mengambil ponselnya.
Setelah melihat siapa yang menelpon, Alana urungkan niatnya untuk mengangkat panggilan tersebut, dan terus melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.***
"Kemana sih tuh cewek?!" Gerutu seorang cowok dengan handphone ditelinganya. Ya, siapa lagi kalau bukan Naufal Aditama.
Dia sekarang sedang berada di depan pintu gerbang yang sejak tadi tertutup dan tak tau kapan akan dibukanya. Hingga setelah itu, pintu gerbang di depannya bergerak perlahan, dan keluarlah seorang cowok menaiki motor sport melintas di hadapan Naufal tanpa melirik sedikitpun kearahnya. Sedangkan Naufal menggeram pelan. Yaa, ternyata sahabat bisa jadi bangsat itu bukan sekedar istilah, Naufal mengalaminya sekarang.
"Pak, Alana nya ada?" Naufal bertanya pada satpam yang hendak menutup pintu gerbang.
" Non Ana udah berangkat tadi pagi pagi sekali. Katanya mau piket." Satpam tersebut menjawab dengan kening berkerut.
"Oh gitu ya pak, makasih kalo gitu. Saya permisi." Ucap Naufal sopan, lalu menaiki motornya dan mulai melajukannya menuju sekolah.
***
"Kalian itu mau jadi apa ha?! Sekolah aja telat-telatan. Gimana nanti kalo kerja?!"
Bu Naumi, guru kesiswaan SMA Bhakti sedang berdiri dihadapan para murid SMA Bhakti yang terlambat, dan Naufal termasuk didalamnya.Naufal tentu sudah biasa dengan yang namanya terlambat, namun karena suasana hatinya sedang tidak baik, ingin rasanya dia menjahit mulut Bu Naumi agar berhenti mengoceh. Bagaimana tidak begitu? Bu Naumi sudah mengoceh selama kurang lebih satu jam. Mana di suruh panas panas an, dan dengan pedenya dia berdiri di pinggir lapangan basket dengan payung di tangannya. Jangankan hujan , mendung pun tidak, mungkin karena tidak mau panas panas an.
"Sekarang kalian kembali ke kelas. Jangan lupa pulang sekolah bersih bersih ruang UKS." Bu Naumi mengakhiri ocehannya setelah jarum jam yang melingkar di tangan kiri Naufal menunjukan pukul 08:25 AM.
Naufal jadi berpikir itu mulut ngga capek apa ngomong satu jam tanpa jeda? Heran. Hobi banget cari kesalahan orang.
Jangan kira Naufal akan menuruti perkataan bu Naumi untuk kembali ke kelas, tentu saja tidak. Untuk apa repot repot ke kelas sedangkan waktu jam pelajaran pertama akan segera berakhir. Daripada suntuk di kelas lebih baik mengisi energi kan?
Bergegas Naufal melenggang menuju kantin guna membeli air minum.Setelah membeli minum, rencana nya Naufal akan pergi ke rooftop hanya untuk sekedar menyalurkan hobi. Namun langkahnya terhenti ketika melihat seorang gadis berjalan sendirian sambil menenteng beberapa buku di tangannya. Naufal menyeringai. Tentu saja gadis itu adalah Alana.
Naufal diam ditempatnya sambil memandangi setiap gerak gerik Alana yang sedang menghitung jumlah buku yang dibawanya. Karena terlalu fokus menghitung, Alana tidak memperhatikan jalan. Alhasil dia menabrak seseorang hingga menyebabkan buku buku yang dibawanya jatuh berserakan di lantai."Maaf, Maaf. Nggak sengaja." Alana berucap sembari membereskan kembali buku buku yang berjatuhan. Setelah selesai, dia mendongak untuk melihat siapa yang ditabraknya tadi, dan saat manik mata coklat Alana bertemu dengan manik mata hitam pekat dihadapannya, Alana terkejut. Refleks dia bergerak mundur, matanya tak lepas dari tatapan dingin yang Naufal berikan, tak seperti tatapan biasanya yang penuh suka cita dan sifat jahilnya.
Saat Alana hendak memutar tubuhnya, tangan kekar Naufal telah lebih dulu mencengkram salah satu pundaknya."Kenapa nggak angkat telpon?" Tanya Naufal masih dengan aura dingin.
"I..itu kak..tadi itu" Alana tergagap.
"Apa?"
"Maaf kak aku nggak bawa ponsel, semalem ketinggalan di meja belajar." Alana menggigit bibir bawahnya guna menahan rasa gugup serta takut.
Percayalah tatapan mata Naufal sekarang begitu menyeramkan. Seakan dia adalah cowok dingin dengan kenakalan serta ketampanannya seperti di novel novel yang sering Alana baca.
"Gitu? Terus ini apa? Mainan?" Naufal mengambil handphone Alana di saku kemeja sekolahnya.
Alana membisu. Betapa bodohnya dia melupakan hal tersebut. Memang tadi Alana membawa ponselnya sewaktu pergi ke perpustakan.
Tanpa aba aba, Naufal menarik tangan Alana. Membawanya menuju gudang belakang sekolah yang waktu itu mereka kunjungi.***
"Ryan, jangan gitu sama Alana. Dia adik kamu. Aku juga nggak enak sama dia. Dia sahabat aku. Nggak tega juga liatnya kalo kamu cuekin dia, dia murung terus." Cerocos seseorang memecah keheningan di dalam ruangan gelap dengan loker berjejer tak beraturan. Sedangkan sang lawan bicara, Ryan, hanya diam ditempatnya berdiri dengan tatapan tak lepas dari gadis yang ada di depannya sekarang ini.
"Kamu denger nggak si aku ngomong dari tadi?"
Ryan terkekeh dan berjalan menghampiri pacarnya yang tengah mengerucutkan bibirnya kesal namun terlihat menggemaskan. Ryan berjongkok di hadapan pacarnya yang duduk di bangku usang di sudut ruangan. Dia sedikit mendongak untuk dapat melihat wajah manis gadis di depannya lalu berucap "Udah makan?" Dua kata itu mampu membuat gadis yang sekarang sedang di genggam tangannya oleh Ryan itu seketika mendelik.
"Pasti gitu. Kalo ngomongin Alana pasti gitu. Kalo nggak diem ya ngalihin topik pembicaraan." Omelnya.
***
"Kita mau apa disini kak?" Terdengar suara seseorang yang sangat Ryan kenal dengan bunyi sepatu yang mulai mendekat.
"Kak lepas. Ini sak-" Ucapan Alana berhenti saat netranya melihat kakaknya sedang menggenggam jemari seorang gadis yang sangat Alana kenal.
"Kamu.....
Tbc.
***
Jangan lupa vote ya readers🕊
Kritik dan saran dipersilahkan, aku selalu baca setiap komenan kalian🤗
Terima kasih💜
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA
Teen Fiction"Mau kakak tuh apa si sebenernya?!" Ucapku dengan nada yang lebih tinggi. "Mau gua? Lo mau tau apa mau gua?" Jawabnya sembari turun dari motornya lalu berjalan mendekat. "Mau gua, mulai.sekarang.lo.jadi.cewek.gua." lanjutnya penuh penekanan di setia...