Biasakan vote sebelum membaca🐳
***
Pagi itu Alana berangkat sekolah tidak dijemput Naufal, entah apa alasannya, tapi Naufal berkata kepadanya melalui chat bahwa dia nggak masuk hari ini. Semoga Naufal tetap di rumah dan selalu istirahat, doa Alana dalam hati.
Saat dirinya sedang berjalan memasuki sekolahnya, Alana melihat Linea turun dari mobil pribadi miliknya dengan sang sopir sebagai pengemudi. Hal itu membuat Alana berpikir, perasaan tadi pagi Ryan berangkat pagi, Alana kira dia akan menjemput Linea seperti biasanya. Tapi kenapa Linea malah berangkat sendiri?
"Lin" Alana memanggil Linea pelan. Hingga membuat Linea menengok ke arah Alana.
"Oh hai Na, nggak bareng Kak Nopal?" Linea bertanya dengan nada seperti sedikit di paksakan untuk ceria.
"Engga, dia nggak masuk hari ini. Kamu kenapa ngga berangkat bareng Kak Ryan?" Alana balik bertanya.
"Ah.. engga, kita emang ngga janjian. Ayok Na masuk." Jawab Linea sambil menarik pelan lengan Alana memasuki gerbang SMA BHAKTI.
Melihat tingkah Linea, Alana semakin yakin ada sesuatu yang di sembunyikan darinya.
***
Jam istirahat kali ini, mereka bertiga-Alana, Linea, dan Raya kembali berkumpul bersama. Jika biasanya akan ada Naufal yang mengacau, tidak untuk hari ini.
"Kak Nopal kenapa nggak masuk Na?" Raya bertanya.
"Aku juga nggak tau. Tapi semoga nggak ada apa-apa." Jawab Alana positif.
Saat Alana dan Raya asik bergurau, Linea hanya memperhatikan tanpa berminat untuk mengikuti lelucon nggak jelas mereka. Alana menyadari hal itu, bahkan bukan hanya Alana, Raya pun menyadarinya. Terbukti dari pertanyaan Raya saat ini.
"Lo kenapa Lin, nggak biasanya diem gitu."
"Kamu ada masalah? Bisa kok kalo mau cerita sama kita." Alana ikut bersuara.
"Ah.. engga. Nggak papa gue lagi kurang enak badan aja. Gue ke UKS aja kali ya, tolong ijinin ya kelas berikutnya." Linea pergi begitu saja setelah mengucapkan kalimat barusan.
Saat melihat Linea pergi, tak sengaja Alana juga melihat Ryan memasuki kantin dan berpapasan dengan Linea. Tapi anehnya, mereka tidak saling menyapa, bahkan tidak saling melihat satu sama lain. Tidak seperti biasanya, Linea akan dengan manja memanggil atau bahkan bergelayut manja pada kakak Alana tersebut. Semakin aneh dipikiran Alana.
***
"Kamu yakin bakal diemin aku terus kaya gini?" Seseorang bertanya dengan nada tinggi di akhir kalimatnya.
"Semua yang aku bilang itu bener kan? Kenapa kamu harus semarah ini? Aku cuma mau kamu sama Alana akur. Apa itu salah?" Lanjutnya. Ya, siapa lagi kalau bukan Linea yang sedang bicara kepada Ryan. Sedangkan Ryan tak menjawab apapun, dia hanya diam mendengarkan segala ucapan yang keluar dari mulut Linea.
"Jadi ini mau kamu? Oke aku turutin. Kamu emang selalu kaya gini kan? Aku nya aja yang lebay. Udah tau kamu selalu gini kalo marah, tapi tetep aja maksain buat ngomong." Di akhir ucapannya, Linea menoleh ke kiri, menghindari tatapan Ryan dan mengusap kasar hidungnya yang sudah memerah.
Cukup lama mereka saling diam, hingga Linea kembali mengusap hidungnya dengan kasar, kali ini dengan air mata yang sudah berjatuhan. Kemudian dia hendak melangkah tapi terhenti karena cekalan seseorang pada lengannya.
"Terserah kalo kamu mau ngomongin alasan aku ini sama Alana, tapi satu yang aku nggak suka, kamu yang terus terusan ikut campur masalah keluarga aku." Itulah kalimat menyakitkan yang keluar dari mulut Ryan. Linea tidak kaget, dia sudah biasa dengan kata-kata pedas Ryan setiap kali mereka bertengkar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALANA
Teen Fiction"Mau kakak tuh apa si sebenernya?!" Ucapku dengan nada yang lebih tinggi. "Mau gua? Lo mau tau apa mau gua?" Jawabnya sembari turun dari motornya lalu berjalan mendekat. "Mau gua, mulai.sekarang.lo.jadi.cewek.gua." lanjutnya penuh penekanan di setia...